Sukses

Journal: Tabir Tewasnya Brigadir J Perlahan Terkuak, Bagaimana Kelanjutannya?

Polri telah melakukan prarekonstruksi kasus kematian Brigadir J atau Yoshua di rumah Irjen Ferdy Sambo, Duren Tiga, Pancoran dan di Polda Metro Jaya.

Liputan6.com, Jakarta - Jerit dan isak tangis Samuel Hutabarat dan Rosti Simanjuntak pecah ketika melihat peti jenazah anaknya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang diterbangkan dari Jakarta ke rumahnya di Desa Suka Makmur, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi.

Pasangan suami istri itu langsung berlari menghampiri peti jenazah berwarna putih yang telah disemayamkan di ruang tamu rumah mereka.

Ruangan yang tak terlalu besar itu dipenuhi keluarga dan sejumlah perwakilan polisi yang mengantarkan jenazah. Samuel yang saat itu mengenakan kaus warna merah berteriak meminta peti jenazah untuk dibuka dan menyaksikan secara langsung anaknya sebelum dimakamkan.

Teriakan histeris sang istri memecah suasana malam itu, Sabtu 9 Juli 2022. Rosti memukul-mukul dan memeluk peti jenazah anaknya. Sambil menangis, beberapa kali dia terus menyebutkan sejumlah ketegaran anaknya sesama hidup. Di matanya, sang anak yang bertugas sebagai sebagai sopir istri Irjen Ferdy Sambo  adalah sosok yang tak pernah mengeluh.

Sehari sebelumnya, Brigadir J berkabar kepada keluarganya, bahwa dia tengah berada di Magelang, Jawa Tengah bersama keluarga Irjen Pol Ferdy Sambo.

Rapalan ketegaran dan perjuangan sang anak pun diucapkan beberapa kali sambil menangis. Sementara Samuel memilih duduk berdiam sambil melihat nanar peti jenazah di depannya.

"Inilah anakku yang sangat menderita dari kecil sampai besar, menderita juga pergi akhirnya, akhir hayatnya harus menderita juga," ucap Rosti.

Berulang kali dia meminta kepada pihak Kepolisian yang datang untuk membuka peti jenazah di depannya. Dia ingin melihat kondisi anak yang dilahirkan dan dibesarkannya.

Saat serah terima jenazah itu, Samuel menyampaikan kepada petugas Kepolisian yang datang bahwa belum mengetahui secara jelas kronologi yang dialami anaknya secara detail. Dia hanya menerima kabar anaknya meninggal pada Jumat, 8 Juli 2022.

"Jadi di kampung, kami mendengar, tapi apa sebab musababnya kami tidak tahu. Tolong jelaskan sama kami dan masyarakat semua apa sebab musababnya dan setelah itu tolong ini peti jenazah dibuka," pintanya kepada pihak Kepolisian di lokasi.

Saat itu dia juga memilih untuk tidak menandatangani surat serah terima jenazah sebelum melihat secara langsung sosok di balik peti jenazah yang diantarkan ke rumahnya. Sedangkan adik dan ibu Brigadir J saling berpelukan untuk saling menenangkan satu sama lain.

Polisi perwakilan dari Polda Jambi yang mengantarkan jenazah hanya menekankan bahwa autopsi  telah dilakukan terhadap jenazah Brigadir J beberapa jam sebelum diterbangkan dari Jakarta menuju Jambi. Pihak perwakilan tersebut juga menyatakan, jika keluarga masih merasa kurang yakin dengan hasil autopsi diperbolehkan untuk datang ke Jakarta.

Namun, berbagai penjelasan dari pihak Polisi tidak dihiraukan Samuel. Dia dan keluarganya bersikukuh meminta untuk membuka peti jenazah. Setelah adu argumen pihak keluarga pun diperbolehkan membuka peti jenazah tanpa ada perekaman.

Dinyatakan Tewas Adu Tembak

Brigadir J dinyatakan tewas setelah adu tembak dengan anggota polisi di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Jumat 8 Juli 2022. Dia disebutkan meninggal setelah terkena timah panas yang ditembakkan oleh Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu.

Namun, peristiwa tersebut baru disampaikan ke publik setelah tiga hari usai peristiwa terjadi, yakni Senin (11/7/2022). Selang sehari, pada Selasa (12/7/2022) Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto mengungkapkan sejumlah hal mengenai peristiwa tersebut.

Budhi menyebut, Bharada E merupakan penembak nomor wahid di Resimen Pelopor berdasarkan keterangan itu diperoleh dari komandannya. Kedua anggota Polri itu saling tembak menggunakan senjata berbeda. Brigadir J menggunakan senjata HS 16 dengan magazen boks 16 butir peluru. Sementara Bharada E menggunakan senjata Glock 17 dengan magazen box 17 butir.

Saat peristiwa terjadi Brigadir J disebutkan memuntahkan tujuh peluru. Namun, tak ada satupun yang mengenai Bharada E. Bekas tembakan hanya terlihat pada tembok dekat tangga.

Sedangkan, Bharada E melepaskan 5 peluru ke arah Brigadir J. Budhi mengungkapkan berdasar hasil autopsi sementara yang dirilis RS Polri.

Dipaparkan, Brigadir J mengalami luka di jari kelingking, jari manis, lengan serta dada. Kemudian satu proyektil bersarang di dada hingga luka sayatan akibat proyektil.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Berbagai Kejanggalan dan Penonaktifan Irjen Ferdy Sambo

Setelah pembukaan peti jenazah tersebut sejumlah kejanggalan dan fakta baru mulai terkuak. Seperti adanya luka seperti terkena senjata tajam yang ada pada tubuh Brigadir J. Deretan temuan baru pada jenazah Brigadir J langsung dilaporkan ke Bareskrim Polri pada Senin, 18 Juli 2022 oleh tim pengacara keluarga.

Pengacara keluarga Brigadir J, Kamarudin Simanjuntak menduga adanya motif pembunuhan berencana dalam kasus adu tembak dua polisi di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Aduan tersebut tertuang dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/0386/VII/2022/SPKT/ Bareskrim Polri tanggal 18 Juli 2022.

Kamarudin menyatakan, ada dua lokasi yang diduga menjadi titik keberadaan Brigadir J sebelum akhirnya tewas dalam rangkaian insiden adu tembak. Hal itu didasarkan pada rekam jejak komunikasi bersama keluarga. Komunikasi terkahir terjadi dengan lokasi Brigadir J di Magelang, Jawa Tengah dan orang tua berada di Balige, Sumatera Utara.

Kata dia, setelah pukul 10.00 WIB Brigadir J meminta izin akan mengawal Irjen Pol Ferdy Sambo menuju Jakarta dengan asumsi perjalanan selama tujuh jam. Selama perjalanan tersebut Brigadir berusia 28 tersebut tidak berkomunikasi dengan keluarga.

"Jadi tidak etis seorang ajudan mengawal pimpinan masih WA dan telepon-telepon. Tujuh jam jangan diganggu dulu. Nah, setelah lewat tujuh jam, yaitu jam 17.00 WIB, orang tuanya atau keluarganya yang sedang berada di sana, di Sumatera Utara, mencoba menelepon, tidak bisa, di WhatsApp ternyata sudah terblokir," ucap Kamarudin.

Kondisi tersebut pun membuat keluarga khususnya orang tua beserta kakak adik Brigadir J mulai gelisah. Terlebih, disusul terjadi pemblokiran dan diduga adanya upaya peretasan ponsel. Ponsel milik keluarga tak dapat digunakan selama sepekan setelah peristiwa terjadi.

"Artinya ini ada dugaan pembunuhan terencana, sehingga bagaimana caranya handphone itu bisa dikuasai password-nya, berarti sebelum dibunuh, ada dulu dugaan pemaksaan untuk membuka password handphone," ujar dia.

Kamarudin juga membeberkan isi jejak elektronik terkait tewasnya polisi muda asal Jambi itu. Salah satu isi jejak elektronik itu Brigadir J sempat mendapat ancaman pembunuhan.

Berdasarkan jejak elektronik yang dibeberkan Kamarudin, Brigadir J mendapatkan ancaman pembunuhan sejak bulan Juni tahun 2022. Kamarudin mengatakan ancaman itu terus mengarah kepada Brigadir J. Bahkan saking dibayangi ketakutan Brigadir J sempat menangis.

"Sudah ada rekaman elektronik. Almarhum saking takutnya ia sampai menangis. Bayangkan dia seorang anggota Brimob tapi sampai menangis, berarti ada sesuatu kan," kata Kamarudin.

Kamarudin juga sempat meminta agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan DPR RI memberikan atensi ke Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, untuk menonaktifkan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

Tak berselang lama, pada hari yang sama, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri.

"Kita melihat ada spekulasi-spekulasi yang muncul tentunya ini akan berdampak terhadap proses penyidikan yang kita lakukan. Oleh karena itu, malam hari ini kita putuskan untuk Irjen Ferdy Sambo sementara jabatannya dinonaktifkan dan kemudian jabatan tersebut saya serahkan ke Pak Wakapolri," ujar Listyo di Mabes Polri, Senin (18/7/2022).

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 5 halaman

Dorongan Permintaan Klarifikasi dan Rencana Ekshumasi

Selang dua hari kemudian, pihak pengacara kembali mendatangi Bareskrim Mabes Polri guna membawa bukti barunya. Menurut foto yang dipamerkan kepada awak media, terdapat luka jeratan di leher almarhum yang diyakini sebagai tindakan pembunuhan berencana.

"Kami menemukan ada luka lilitan luka di leher, seperti ada dijerat dari belakang jadi kami yakin ini (pembunuhan) berencana dan tidak mungkin satu orang karena ada yang menggunakan pistol dan menggunakan senjata tajam, sekiranya ini satu lawan satu tidak mungkin ada luka itu (jeratan di leher)," papar Kamarudin, Rabu (20/7/2022).

Kemudian pihak keluarga juga meminta agar dilakukan ekshumasi untuk melakukan autopsi ulang terhadap jenazah Brigadir J. Sebab keluarga mendapatkan temuan berbeda dengan penjelasan Karopenmas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan yang mengatakan penyebab kematian kliennya hanyalah luka tembak.

Ekshumasi merupakan penggalian kembali jenazah yang dikuburkan untuk dilakukan identifikasi jenazah hingga memastikan penyebab kematian yang sebelumnya diragukan.

"Karena temuan fakta kami bukan tembak menembak tapi seperti kawat dan ada luka robek di kepala bibir dan bawah mata dan kemudian di jari-jari, jadi itu bukan akibat peluru," dia melanjutkan.

Pengacara keluarga tersebut juga menyatakan permintaan agar Polri menonaktifkan Karo Paminal Brigjen Pol Hendra dan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto.

Malamnya, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyatakan kedua nama tersebut dicopot dari jabatannya.

 

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta agar Polri dapat menyampaikan pelbagai temuan kasus dugaan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J secara berkala kepada publik.

Sebab hingga saat ini masyarakat masih menganggap banyak kejanggalan dari kronologi kematian ajudan istri Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo tersebut.

Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto menyatakan hal yang dapat disampaikan yakni bukan yang dapat memengaruhi proses penyidikan polisi. Atau hal-hal yang memang pantas untuk disampaikan saat ini.

"Kami sendiri menyarankan agar secara bertahap disampaikan ke publik. hasil klarifikasi, hasil pendalaman itu, mana hal-hal yang memang tidak mengganggu proses penyidikan diharapkan disampaikan secara bertahap ke publik," kata Benny di Bareskrim Mabes Polri, Rabu (20/7/2022).

Dia menyatakan, sejumlah keraguan publik saat ini masih didalami oleh tim khusus bentukkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Yakni mengenai CCTV hingga rekaman.

"Jadi apa yang menjadi pertanyaan publik itu soal cctv, decoder, dan lain-lain itu menjadi fokus pendalaman timsus," ucapnya.

Benny menyatakan pihaknya telah bertemu dengan pihak keluarga Brigadir J di Jambi secara runut. Mulai dari berita kematian, kedatangan jenazah, terima jenazah, hingga proses pemakaman. Bahkan pihaknya juga menghadiri pemakaman Brigadir J.

 

4 dari 5 halaman

Pendalaman dari Komnas HAM

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) akan menggelar ekshumasi terhadap jenazah Brigadir J pada Rabu (27/7/2022). Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berencana menemui dokter forensik Polri yang melakukan autopsi terhadap jenazah Brigadir J atau Yoshua. Hal itu lantaran ada sejumlah temuan penting terkait luka di tubuh almarhum.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyampaikan, pihaknya telah melakukan pendalaman bersama para ahli terkait luka-luka dan penyebabnya, konstrain waktu, karakter luka, dan lain sebagainya, yang ada di tubuh Brigadir Yoshua pada Kamis, 21 Juli 2022.

"Bahan-bahan yang kami gunakan adalah semua bahan yang kami peroleh, termasuk di dalamnya foto-foto dari pihak keluarga. Dalam diskusi itu memakan waktu cukup lama karena memang kita detail melihat luka, ini luka tembakan, ini luka akibat sayatan, atau kah ini akibat yang lain. Semua ruang diskusi itu kita buka kemarin," tutur Anam, Jumat (22/7/2022).

Anam menyebut, pihaknya bersama para dokter ahli forensik mendiskusikan konstrain waktu terjadinya luka. Bagi Komnas HAM, memiliki catatan soal ruang dan waktu peristiwa menjadi salah satu poin penting dalam pengungkapan kredibilitas hasil autopsi.

"Hasilnya adalah catatan-catatan penting yang kami dapatkan oleh tim di kami, yang itu nanti akan kami gunakan untuk salah satu bahan utama bertemu dengan dokter forensik yang melakukan autopsi terhadap Brigadir J, ini yang akan kami lakukan minggu depan," dia menjelaskan.

Namun begitu, lanjut Anam, Komnas HAM belum dapat menyimpulkan bahwa luka yang ada di tubuh Brigadir Yoshua diakibatkan oleh penyiksaan atau pun akibat lainnya. Sebab, dalam konteks HAM segala prosesnya masih berlangsung dengan tahapan yang belum lengkap.

"Dan kira-kira luka itu diakibatkan oleh apa, itu sudah kami punya catatan yang lumayan dalam. Sebenarnya kami sudah punya duluan ya, terus kami diskusikan dengan ahli yang ahli dokter-dokter forensik yang kami undang, dan ini independen dan biasa berkomunikasi dengan komnas HAM ya," ujarnya.

Dia menambahkan, "Jadi kami sudah punya itu, jadi kalau ditanya kesimpulannya apa, kami belum bisa simpulkan. Tapi kami punya catatan signifikan terhadap posisi tubuh luka-luka yang ada di jenazah Brigadir J itu."

 

 

5 dari 5 halaman

Transparansi Kasus

Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Artur Josias menilai temuan tersebut bukanlah kasus baru atau tiba-tiba muncul. Namun, adanya keterkaitan dengan kasus sebelumnya.

"Menurut saya perlu ada semacam bagaimana (melihat) keterkaitan hubungan, agar kasusnya ini tidak seolah-olah kasus yang berbeda. Ini kan sebagai bagian dari transparansi kasus yang selama ini dipertanyakan oleh masyarakat pada umumnya. Jadi, dibutuhkan profesionalitas juga ya dari pihak kepolisian dalam hal ini," kata Josias kepada Liputan6.com.

Dia mengharapkan tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dapat segera menyampaikan temuan dari kasus kematian Brigadir J. Sebab transparansi temuan yang ada menjadi tantangan utama pihak kepolisian.

"Jadi, dalam transparansi itukan otomatis ada yang disebut profesionalitas dari pihak kepolisian untuk mengungkap kasus ini dan di dalamnya ada yang disebut dengan kebenaran secara scientific pengungkapannya. Jadi, menurut saya itu suatu bagian yang saling mendukung jika kita bicara transparasi, profesionalitas, dan pembuktian secara akademik," papar dia.

Penemuan CCTV dan Prarekonstruksi

Misteri kematian Brigadir J yang dinilai tak wajar oleh pihak keluarga saat ini masih ditangani oleh pihak Kepolisian. Sebelumnya disebutkan jika saat kejadian kamera CCTV di dalam rumah Kadiv Propam dalam kondisi mati.

Namun setelah 10 hari usai kejadian, Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo menyatakan tim khusus bentukan Kapolri untuk pengusutan kasus Brigadir J telah mengamankan sejumlah rekaman CCTV.

Menurut Dedi, CCTV saat ini sedang dipelajari oleh Tim Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri. CCTV yang disita merupakan yang berada di sepanjang jalur sekitar Kompleks Polri, Duren Tiga, Pancoran Jakarta Selatan dan sepanjang jalan yang dilintasi oleh keluarga Irjen Ferdy Sambo dan Brigadir J dari Magelang.

"Ini sudah diketemukan oleh penyidik," ujar Dedi.

Penemuan kamera tersembunyi atau CCTV di sekitar rumah Irjen Ferdy Sambo menjadi babak baru pengusutan tewasnya Brigadir J. Selain itu sejumlah prarekonstruksi dilakukan.

Misalnya prarekontruksi digelar di rumah Dinas Irjen Pol Ferdy Sambo pada Sabtu (23/7/2022) dan di gedung Balai Pertemuan Polda Metro Jaya (BPMJ), Jumat (22/7/2022).

Sementara itu, Kuasa hukum keluarga mendiang Brigadir J, Kamarudin Simanjuntak menyatakan pihaknya telah menemukan bukti-bukti baru mengenai peristiwa yang terjadi pada 8 Juli 2022 tersebut. Salah satu buktinya adalah jejak elektronik berupa ancaman pembunuhan kepada Brigadir J.

Ancaman itu menurut Kamarudin telah berlangsung sejak Juni 2022. Beberapa kali Brigadir J diyakini menangis kepada seseorang yang dipercayainya.

"Lalu kemudian pada berikutnya masih diancam. Terakhir tanggal 7 Juli 2022 dia curhat lagi kepada orang yang dipercaya bahwa dia akan dihabisi apabila berani naik, tapi tidak mengerti naik kemana. Nah, posisi waktu itu di Magelang, kalau yang pertama nangis-nangis itu di Jakarta," ucap Kamarudin kepada Liputan6.com.

"Jadi, artinya sudah ada dulu ancaman pembunuhan baru dibunuh, itu sebabnya saya katakan ada pembunuhan berencana ya. Alm Brigadir J curhat kepada orang kepercayaan melalui telepon dan video call, ada chatingan," dia menandaskan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.