Sukses

Polri-BNN Teken MoU Rehabilitasi Pecandu dan Korban Narkoba

Penandatanganan MoU tentang rehabilitasi pecandu dan korban narkoba antara BNN dan Polri ini dilakukan demi menyelamatkan generasi emas bangsa dari bahaya narkotika.

Liputan6.com, Jakarta - Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) menjalin kerja sama lewat penandatanganan nota kesepahaman atau MoU tentang pelaksanaan rehabilitasi pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkoba. Kegiatan itu dilaksanakan di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (12/7/2022).

Kepala BNN Komjen Petrus R Golose menyampaikan, penandatanganan MoU ini dilakukan oleh Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto bersama dengan Deputi Rehabilitasi BNN RI.

"Kenapa harus dilakukan, karena kita ketahui bersama, angka prevelensi sekarang 1,95 persen penyalahguna narkotika. Mereka adalah bagian yang harus kita selamatkan. Kemudian kita ketahui bersama dan saya rasa rekan-rekan juga tahu bahwa jumlah penyalahguna yang masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan untuk di kota-kota besar sudah ada di atas angka 70 persen, kemudian di daerah-daerah sekitar 50 persen," tutur Petrus di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (12/7/2022).

Menurut Petrus, jika dibandingkan dengan Amerika Selatan bahwa bandar narkoba yang ada di lembaga pemasyarakatan di sana jumlahnya di atas 80 persen. Angka tersebut belum ditambahkan dengan jumlah penyalaguna narkotika.

Kemudian di wilayah Panama diketahui baru menyita sebanyak 134 ton kokain, Kolombia dengan sitaan 1.200 ton. Tidak ketinggalan wilayah Ekuador dan Argentina.

"Menyikapi permasalahan ini, berkaitan juga dengan masalah metamfetamin. Jadi kalau tadi adalah dari kokain. Permasalahan yang amat luar biasa juga ditangani antara Direktorat Narkoba di bawah pimpinan Brigjen Krisno. Kemudian juga Kedeputian Pemberantasan BNN RI, kita juga menyita berton-ton metamfetamin," kata Petrus.

Indonesia sendiri, lanjut dia, tengah dalam kondisi perekonomian yang mulai kembali bertumbuh setelah diterpa pandemi Covid-19. Sejalan dengan itu, lokasi tempat peredaran narkoba pun turut ikut aktif dan mengancam keselamatan generasi muda bangsa.

"Permasalahan yang harus kita hadapi adalah menyelamatkan generasi range umur 15 sampai 64 tahun dari penyalahgunaan narkotika, yang kalau bisa tidak kita kenakan pasal-pasal yang menuju kepada Criminal Justice System, kecuali mereka adalah bandar atau betul-betul berada dalam jaringan," kata Petrus.

Untuk itulah penandatanganan MoU antara Polri dan BNN terkait rehabilitasi ini dilaksanakan. Tujuannya, menurut Petrus, tak lain demi menyelamatkan generasi emas bangsa dari jerat narkoba.

"Sekali lagi saya sebagai Kepala BNN RI mengucapkan terimakasih dan apresiasi setinggi-tingginya atas inisiasi Polri bersama BNN RI untuk kita mengeliminir pesan sudah sampai bawah, para peyalahguna tidak harus takut untuk lapor. Saya mengimbau kepada keluarga, lapor dan selamatkan keluarga Anda dengan direhabilitasi. Jangan takut lapor, jangan takut direhabilitasi. Karena ini adalah tugas kita bersama untuk menyelamatkan generasi bangsa," ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sesuaikan Perkembangan Zaman

Dirtipid Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno Halomoan Siregar menambahkan, MoU terkait rehabilitasi pecandu hingga korban penyalahgunaan narkoba ini turut mengikuti perkembangan zaman dan melakukan berbagai penyesuaian.

"Jadi disesuaikan dengan kekinian situasi sekarang. Yakni waktu dari penyidik menyerahkan melalui tim sekretariat itu, penyidik maksimal tiga hari setelah penangkapan harus sudah menyerahkan seorang tersangka itu, maksudnya penyalahguna tadi untuk ke sekretariat. Kalau sebelumnya itu enam hari kerja," terang Krisno.

Krisno menyebut, dalam kerja sama terbaru ini, Tim Assessment Terpadu (TAT) sudah harus memutuskan untuk mengeluarkan rekomendasi enam hari setelah penangkapan. Artinya, Polri hanya memiliki waktu sedikit dan harus bekerja keras untuk menentukan, apakah pecandu atau penyalahguna narkoba yang tengah ditangani itu direkomendasikan untuk TAT atau mengikuti final justice system.

"Ya sesuai dengan kekinian. Jadi selama ini alasannya karena TAT itu harus dilaksanakan secara phisycally, on site, tapi sekarang diizinkan dengan menggunakan daring," Krisno menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.