Sukses

Denny JA Soroti Pasal Kontroversial RKUHP: Berpotensi Melangar HAM

Dalam draf RKUHP, mengatur hukuman bagi pelaku zina hingga kumpul kebo dengan ancaman hukuman berbeda-beda. Bagi orang yang melakukan perbuatan zina atau hubungan badan yang bukan suami istri, hukumannya diatur dalam Pasal 415 dengan ancaman hukuman 1 tahun penjara.

 

Liputan6.com, Jakarta - Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyoroti beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sedang dibahas DPR dan pemerintah.

Sebelumnya, pemerintah telah menyerahkan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ke DPR RI pada Rabu, 6 Juli 2022.  Dari draft final RKUHP tersebut, terdapat sederet pasal kontroversial yang menjadi perhatian hingga perbincangan publik.

"Presiden Jokowi, pimpinan Partai PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, Nasdem dan lain- lain, perlu mempertimbangkan kembali RUU KUHP,  terutama pasal yang menyangkut consensual sex, Perzinahan, Kumpul Kebo, pasal  415, 416,” kata Denny JA, Senin, 11 Juli 2022.

Menurut Denny JA, hal tersebut penting sebelum RUU KUHP ini terlanjur disahkan menjadi UU. Jika disahkan maka menjadi sorotan negatif dunia internasional karena bagian dari Hak asasi Manusia (HAM).

"Consensual sex between adults, hubungan seks orang dewasa atas dasar suka sama suka, walau tak terikat pernikahan, itu adalah bagian dari hak asasi, pilihan gaya hidup," katanya.

Dalam draf RKUHP, mengatur hukuman bagi pelaku zina hingga kumpul kebo dengan ancaman hukuman berbeda-beda. Bagi orang yang melakukan perbuatan zina atau hubungan badan yang bukan suami istri, hukumannya diatur dalam Pasal 415 dengan ancaman hukuman 1 tahun penjara.

Pada Pasal 415 ayat 2 dijelaskan bahwa pihak yang bisa melaporkan perzinahan tersebut yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau bisa juga orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Sementara itu, untuk hukuman pidana bagi pelaku kumpul kebo diatur dalam Pasal 416 yang disebut bahwa setiap orang yang hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan terancam pidana selama 6 bulan.

Pihak yang bisa melaporkan kumpul kebo tersebut yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau bisa juga orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan. 

Meski demikian kata Denny JA, perbuatan tersebut tetap berdosa menurut banyak agama. Namun, yang berdosa itu tak semuanya juga yang kriminal.

Denny JA berpandangan consensual sex adalah masalah moral, bukan tindakan kriminal.

"Para pembuat undang- undang harus menyadari. Bahwa kini kita hidup di era global yang menghargai Right to Privacy.  Individu harus dibolehkan memilih gaya hidupnya sendiri, sejauh mereka tidak melakukan kekerasan dan pemaksaan,” sambungnya.

“Negara harus melindungi warga negaranya secara setara. Termasuk melindungi warga negaranya yang percaya hak asasi manusia, yang percaya Right to Sexuality, yang percaya consensual sex between adults,” ujarnya.

Jadi Senjata Makan Tuan

Denny juga mengutip ucapan seorang pengacara. Bahwa anggota DPR yang mengesahkan RUU ini akan terkena senjata makan tuan. Praktik consensual sex between adults di luar pernikahan juga diduga menjadi hal yang umum terjadi di kalangan politisi dan pengacara. 

"Akan bertambah penuh lagi penjara di Indonesia jika RUU ini disahkan," katanya.

Denny juga menilai hidup bersama dua orang dewasa yang memilih tidak menikah, itu pilihan hak asasi warga negara. Tentu saja itu berdosa bagi banyak agama. Tapi tak semua yang berdosa adalah kriminal. Itu pilihan moral warga negara. 

"Semua tindakan yang diakui sebagai bagian hak asasi manusia oleh PBB, di mana Indonesia juga anggota PBB, bukan wilayah hukum kriminal. Prinsip ini basis negara modern yang harus menjadi rujukan para politisi dan pemimpin nasional," ucapnya.

Denny JA berharap Presiden Jokowi dan pimpinan partai besar di DPR mengkaji kembali RUU KUHP pasal soal consensual sex itu. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

DPR Tak Buru-Buru Bahas RKUHP

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir mengungkapkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) masih akan didiskusikan bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM) pada masa sidang berikutnya.

Namun, pembahasan lanjutan hanya akan fokus terhadap 14 isu krusial, tidak semua batang tubuh.

"KUHP masih ada diskusi-diskusi terkait dengan 14 isu krusial, hanya itu saja. Kita tidak masuk ke batang tubuh tapi kita akan mendiskusikan itu. Nanti kita akan memperjelas dalam penjelasan RUU KUHP, masih ada sedikit diskusi terkait dengan 14 isu krusial yang banyak juga menjadi pertanyaan-pertanyaan di masyarakat,” ujar Adies dalam keterangannya, Kamis (7/7/2022).

Adies memastikan pembahasan RKUHP tidak akan tergesa-gesa, pihaknya akan sering mengundang pihak pemerintah dalam rapat pembahasan yang akan di gelar pada masa sidang selanjutnya atau Agustus mendatang.

Selain itu, ia mengklaim pasal dan isu krusial tidak akan merugikan masyarakat.

“Yang pasti RUU KUHP ini tidak ada yang merugikan masyarakat dan telah disesuaikan dengan kondisi masyarakat modern Indonesia saat ini. Kita masih diskusikan RUU KUHP ini, nanti kita baca dulu dan pada masa sidang berikutnya tentu Komisi III akan banyak melakukan rapat-rapat dengan Kemenkumham terkait dengan RUU KUHP,” pungkas Adies.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Hiariej mewakili pemerintah, telah menyerahkan draft RKUHP ke Komisi III DPR RI.

Pria yang akrab disapa Eddy itu menyerahkan pembukaan draft final RKUHP pada DPR. Diketahui, publik telah lama mendesak agar draft RKUHP segera dibuka untuk umum.

“Sudah saya serahkan secara resmi ke komisi 3. Jadi kita sudah serahkan draft ke komisi 3 akan serahkan ke fraksi-fraksi melakukan pembahasan terhadap hasil penyempurnaan dari pemerintah,” kata Eddy di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (6/7/2022).

Eddy memastikan, pembukaan draft RKUHP akan dilakukan segera dan tidak menunggu saat sudah disahkan. “Enggak mungkin disahkan sebelum dibuka to. jadi kan di DPR yang kemudian DPR yang membuka ini hasil penyempurnaan pemerintah,” kata dia.

Selain itu, Eddy menyebut total terdapat 632 pasal dan ada dua pasal krusial yang dihapus dengan berbagai pertimbangan, pertama soal advokat, kedua soal dokter.

“Soal advokat curang kita take out karena itu materi muatan UU advokat. kedua, mengapa hanya advokat saja yang diatur toh yg bisa curang bisa jaksa, panitra, hakim siapapun. kedua, mengenai dokter dan dokter gigi tanpa izin prakteknitu sudah ada dalam uu praktek kedokteran kita anggap itu ridandent dan bukan materi muatan KUHP maka kita takeout,” pungkasnya.

14 isu krusial itu adalah, hukum yang hidup dalam masyarakat, pidana mati, penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, menyatakan diri dapat melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib, dokter atau dokter gigi yang melaksanakan tugasnya tanpa izin, contempt of court, unggas yang merusak kebun yang ditaburi Benih, advokat yang curang, penodaan agama, penganiayaan hewan.

Selain itu alat pencegah kehamilan dan pengguguran kandungan, penggelandangan, pengguguran kandungan, dan yang terakhir adalah tindak pidana kesusilaan atau tindak pidana terhadap tubuh menyangkut perzinahan, kohabitasi, dan perkosaan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.