Sukses

Baleg DPR Ultimatum Pemerintah, Minta Percepat PP dan Perpres UU TPKS

Anggota Baleg DPR RI Luluk Nur Hamidah mengaku kecewa, karena sampai saat ini pemerintah belum menerbitkan PP dan Perpres UU TPKS. Keseriusannya pemerintah pun dipertanyakan.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Luluk Nur Hamidah menilai, bahwa pemerintah belum terlihat keseriusannya pasca diundangkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Padahal adanya UU TPKS adalah momentum penting untuk perlindungan hak asasi manusia (HAM) bagi korban kekerasan seksual di Indonesia.

Menurut Luluk, berdasarkan, UU Nomor 12 tahun 2022 tentang TPKS mengamanatkan pembentukan sepuluh turunan Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai pedoman teknis pelaksanaan UU TPKS. Namun sampai saat ini belum adan PP dan Perpres yang dibuat oleh pemerintah.

"Meskipun UU memberikan waktu hingga dua tahun dari sejak ditetapkannya sebagai UU, namun mengingat urgensi dan kedaruratan situasi dan kondisi kekerasan seksual di tanah air, maka mestinya pemerintah menyegerakan dan memprioritaskan PP dan Perpres tersebut," kata Luluk kepada wartawan, Jumat (8/7/2022).

Lebih lanjut, legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengungkapkan, bahwa hingga saat ini publik menilai tidak cukup ada sosialisasi yang dilakukan pemerintah terkait UU TPKS.

Sosialisasi justru lebih banyak dilakukan oleh kelompok masyarakat sipil ataupun individu-individu yang sejak awal melakukan pengawalan terhadap pembentukan UU TPKS.

"Padahal ini mestinya menjadi tanggung jawab pemerintah," tegasnya.

Bahkan, menurut Luluk aparat penegak hukum di lapangan juga kesulitan menjadikan UU TPKS sebagai rujukan dalam penanganan kasus kekeraaan seksual karena tidak adanya sosialisasi, standar operasional prosedur atau SOP, pelatihan dan bimbingan teknis terkait hukum acara yang digunakan dalam UU TPKS.

Sehingga, Luluk menilai para korban kekerasan seksual pasca disahkannya UU TPKS tidak bisa ditangani menggunakan hukum acara sesuai UU tersebut. Hal ini karena tidak adanya pedoman teknis yang dikeluarkan oleh pemerintah.

"Ini seharusnya menjadi atensi serius bagi pemerintah, jangan terkesan masih memiliki waktu dua tahun lalu tidak ada alasan untuk menyegerakan PP dan Perpres," ungkapnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kekerasan Seksual Masih Sering Terjadi

Luluk berujar berbagai peristiwa kekerasan seksual terjadi akhir-akhir ini, terutama korban anak-anak, baik yang terjadi di lingkung keluarga, ataupun korban di bawah pelindungan suatu lembaga pendidikan. Seperti kejadian di Depok, Cianjur, dan terbaru di Jombang, Jawa Timur masih terus terjadi dengan intensitas yang mengerikan.

"Hal ini semestinya dapat dicegah seandainya ada sosialisasi yang intens dan upaya pencegahan melalui sistem sebagaimana semangat UU TPKS," tegasnya.

"Belum lagi kebuntuan prosedur penanganan TPKS karena koordinasi yang belum terpadu antar-institusi, yang pada akhirnya korban kekerasan seksual akan tetap menderita karana tidak segera mendapat pendampingan dan pemulihan," tambah Luluk.

Luluk pun berharap agar pemerintah segera melakukan langkah cepat menyangkut problem teknis ini dengan mengintensifkan koordinasi antar-kelembangaan dan lembaga terkait.

Sehingga menurut Luluk, dalam waktu enam bulan sejak RUU TPKS ditetapkan sebagai UU, pemerintah sudah siap dengan PP dan Perpres. Termasuk juga segera dipercepat juga pelatihan bagi aparat penegak hukum.

"Namun yang terjadi justru adanya kebingungan di lapangan. Akhirnya cara-cara dan prosedur lama yang tetap dilakukan, begitu pun rujukannya, masih menggunakan UU lama. Ini patut disayangkan. Karena berpotensi merugikan korban," imbuhnya.

 

Reporter: Alma Fikhasari 

Sumber Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.