Sukses

PPATK Bekukan Sementara Transaksi 300 Rekening ACT

PPATK memberikan perhatian lebih terkait dugaan penyalahgunaan dana bantuan kemanusiaan yang dikelola oleh yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Sampai dengan saat ini sebanyak 300 rekening yang telah diblokir terkait ACT

Liputan6.com, Jakarta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) turut memberikan perhatian terkait dugaan penyalahgunaan dana bantuan kemanusiaan yang dikelola oleh yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, sejauh ini lembaga yang ia pimpin tersebut telah menghentikan dan membekukan sebanyak transaksi 300 rekening yang dimiliki ACT.

"Saat ini PPATK telah melakukan penghentian sementara transaksi di 141 CIF pada lebih dari 300 rekening yang dimiliki oleh ACT, yang tersebar di 41 Penyedia Jasa Keuangan (PJK)," tutur Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam keterangannya, Kamis (7/7/2022).

Menurut Ivan, berdasarkan data transaksi dari dan ke Indonesia periode 2014 hingga dengan Juni 2022 terkait ACT, diketahui terdapat dana masuk yang bersumber dari luar negeri sebesar total Rp64.946.453.924 dan dana keluar dari Indonesia sebesar total Rp52.947.467.313.

Lebih lanjut Ivan mengungkapkan, salah satu respons PPATK atas hasil penilaian risiko tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, dan teridentifikasinya beberapa kasus penyalahgunaan yayasan untuk sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme, pemerintah telah mengeluarkan atau menetapkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017.

"Yang pada intinya meminta setiap ormas yang melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran sumbangan untuk mengenali pemberi (know your donor) dan mengenali penerima (know your beneficiary) serta melakukan pencatatan dan pelaporan yang akuntabel mengenai penerimaan bantuan kemanusiaan tersebut," jelas dia.

PPATK berharap, berbagai pihak yang melakukan kegiatan pengumpulan dan penyaluran dana bantuan kemanusiaan agar tidak resisten untuk memberikan ruang pengawasan oleh pemerintah. Sebab, aktivitas yang dilakukan oleh penggalang dana dan donasi melibatkan masyarakat luas, juga reputasi negara.

"PPATK berkomitmen untuk bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait, termasuk aparat penegak hukum dan Kementerian Sosial (Kemensos) selaku Pembina Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dalam menyikapi permasalahan yang menarik perhatian masyarakat ini," Ivan menandaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tuai Polemik, Kemensos Cabut Izin ACT

Adapun Kemensos resmi mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Tahun 2022. Hal tersebut menyusul dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh pihak Yayasan ACT.

Pencabutan tersebut berdasarkan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy.

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi "Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan".

 

3 dari 3 halaman

Tak Sesuai Ketentuan

Sedangkan dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan pihaknya menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan.

Angka 13,7 persen tersebut kata Muhadjir tidak sesuai dengan ketentuan batasan maksimal 10 persen. Sementara itu, PUB Bencana seluruhnya disalurkan kepada masyarakat tanpa ada biaya operasional dari dana yang terkumpul.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.