Sukses

6 Respons PPATK Usai Beredar Kabar Dugaan Penyelewengan Dana ACT

Ramai kasus dugaan penyelewengan dana dari lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) langsung mendapat perhatian dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Liputan6.com, Jakarta - Ramai kasus dugaan penggelapan dana dari lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) langsung mendapat perhatian dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

PPATK mengindikasikan adanya transaksi yang dilakukan oleh ACT yang diduga berkaitan dengan aktivitas terorisme. Hal tersebut disampaikan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.

Menurut Ivan, hasil pemeriksaan yang dilakukannya itu telah diserahkan ke sejumlah lembaga aparat penegak hukum seperti Detasemen Khusus (Densus) 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

"Transaksi mengindikasikan demikian (untuk kegiatan terorisme). Namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait," kata Ivan saat dihubungi, Selasa 5 Juli 2022.

Ivan mengatakan, pihaknya sudah mengendus adanya indikasi dugaan penyelewengan penggunaan dana yang diterima dari para donatur ke lembaga pengelola dana masyarakat untuk kegiatan kemanusiaan.

Menurut dia, hal itu terjadi sejak adanya laporan masyarakat yang disampaikan oleh Penyedia Jasa Keuangan/PJK kepada PPATK. Ivan pun meminta masyarakat lebih berhati-hati.

"Ada beberapa transaksi yang yang melanggar peraturan perundangan, saya menghimbau kepada penyumbang, lebih berhati-hati," kata Ivan.

Selain itu diungkapkan Ivan, PPATK menemukan adanya dugaan aliran dana dari anggota ACT ke pihak yang diduga terafiliasi dengan kelompok paramiliter jihad Al Qaeda.

"Transaksi yang dilakukan itu bisa langsung atau tidak langsung transaksi itu. Dan beberapa nama yang PPATK kaji berdasarkan hasil koordinasi dan kajian dari data yang PPATK miliki, itu ada yang terkait dengan pihak yang ini patut diduga yang bersangkutan pernah ditangkap menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait dengan Al Qaeda, penerimanya ya," tutur Ivan.

Berikut sederet tannggapan PPATK terkait dugaan penggelapan dana dari lembaga kemanusiaan ACT dihimpun Liputan6.com:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

1. Dugaan Penyelewengan Dana ke Teroris, PPATK Sudah Sampaikan ke Densus 88 dan BNPT

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengindikasikan adanya transaksi yang dilakukan oleh lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang diduga berkaitan dengan aktivitas terorisme.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, hasil pemeriksaan yang dilakukannya itu telah diserahkan ke sejumlah lembaga aparat penegak hukum seperti Detasemen Khusus (Densus) 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

"Transaksi mengindikasikan demikian (untuk kegiatan terorisme). Namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait," kata Ivan saat dihubungi, Selasa 5 Juli 2022.

Ivan menyebut, berdasarkan temuan pihaknya terkait dengan transaksi. Dana masyarakat yang masuk ke ACT diduga digunakan untuk kepentingan pribadi, bahkan ada dugaan digunakan untuk aktivitas terlarang.

"Indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," sebutnya.

Walaupun perihal temuan itu, PPATK masih masih melakukan proses analisis. Barulah, nantinya hasil itu akan diserahkan ke aparat penegak hukum.

"Proses masih kami lakukan hasilnya segera akan kami serahkan kembali ke aparat penegak hukum," ucapnya.

 

3 dari 7 halaman

2. Temukan Transaksi Anggota ACT ke Negara, Berisiko Tinggi Pendanaan Terorisme

Ivan kemudian menyampaikan organisasi kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) memang menyalurkan aliran dana ke dalam dan luar negeri. Meski begitu, tidak hanya dalam bentuk yayasan saja, namun juga secara individu.

"Laporan 2014 sampai 2022 terkiat entias yang kita diskusikan, kita melihat ada 10 negara yang terbesar terkait incoming, menerima atau pun keluar ya. PPATK melihat ada lebih dari 2 ribu kali pemasukan dari entitas asing ke yayasan ini. Angkanya di atas Rp 64 miliar. Lalu Kemudian ada ke luar dari entitas ini ke luar negeri, lebih dari 450 kali angkanya Rp 52 miliar sekian, jadi kegiatan dari entias ini ada aktivitas dengan luar negeri," tutur Ivan.

Ivan sedikit merinci setidaknya ada 10 negara besar yang terdeteksi dalam aliran dana ACT, antara lain Jepang, Turki, Inggris, Malaysia, Singapura, Amerika, Jerman, Hongkong, Australia, Belanda. Adapun angka tertinggi Rp 20 miliar.

"Banyak teman-teman menanyakan mengenai transaksinya. Namun kita tidak bicara sesuatu yang ada salah dulu di sini," ucap dia.

Kemudian, lanjut Ivan, pihaknya turut melihat transkasi yang dilakukan yayasan kepada pihak tertentu, yang apabila dipatok pada Rp 700 juta ke atas, maka ada sekitar 16 pihak luar negeri baik individu atau pun lembaga asing yang menerima dana dari ACT.

"Kemudian 10 negara terbesar yang terafiliasi, terbesar keluar antara lain adalah Turki, Thailand, China, Palestina, kemudian beberapa negara lain. Dan ada beberapa transaksi lainnya yang perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut oleh aparat penegak hukum, terkait diduga terkait aktivitas terlarang di luar negeri sana, baik langsung dan tidak langsung. PPATK sudah memberikan hasil analisis terhadap teman-teman penegak hukum terkait," ujar Ivan.

Selanjutnya, PPATK mendalami lebih lanjut terkait sosok pemberi aliran dana secara individu yang merupakan anggota ACT ke beberapa negara dan pihak lainnya. Termasuk terkait dengan kepentingan dari transaksi tersebut.

"Misalnya salah satu pengurus melakukan pengiriman dana periode 2018-2019 hampir senilai Rp 500 juta ke Turki Kazakhstan, Bosnia, Albania, dan India oleh para pengurus. Kemudian ada juga salah satu karyawan yang dilakukan selama periode 2 tahun, mengirim ke negara-negara beresiko tinggi terkait pendanaan terorisme dengan 17 kali transaksi dengan nominal Rp 1,7 miliar, antara Rp 10 juta sampai Rp 552 juta, jadi kita lihat beberapa melakukan sendiri-sendiri ke beberapa negara," papar Ivan.

 

4 dari 7 halaman

3. Aliran Dana Anggota ACT Diduga Masuk ke Pihak Terkait Al Qaeda

Lalu menurut Ivan, PPATK menemukan adanya aliran dana dari anggota ACT ke pihak yang diduga terafiliasi dengan kelompok paramiliter jihad Al Qaeda.

"Transaksi yang dilakukan itu bisa langsung atau tidak langsung transaksi itu. Dan beberapa nama yang PPATK kaji berdasarkan hasil koordinasi dan kajian dari data yang PPATK miliki, itu ada yang terkait dengan pihak yang ini patut diduga yang bersangkutan pernah ditangkap menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait dengan Al Qaeda, penerimanya ya," ucap dia.

Meski begitu, Ivan menyatakan pihaknya masih melakukan pendalaman lebih lanjut atas temuan tersebut.

"Tapi ini masih dalam kajian lebih lanjut apakah ini memang ditujukan untuk aktivitas lain atau ini secara kebetulan. Selain itu ada yang secara tidak langsung terkait dengan aktivitas-aktivitas yang memang patut diduga melanggar peraturan perundang-undangan," jelas dia.

Adapun para anggota ACT yang melakukan transaksi keuangan secara individu ke pihak-pihak di luar negeri sendiri berasal dari berbagai kalangan dan jabatan.

"Ada adminnya, ada staf akuntan, ada karyawan. Negara-negara tadi sudah saya sampaikan ada Turki, Kazakhstan, Bosnia, Albania, dan India. Ada juga ke Banglades, Nepal, Pakistan," ujar Ivan.

 

5 dari 7 halaman

4. Sebut Dana Donasi ACT Dikelola Pengurus untuk Bisnis

Lalu, PPATK menemukan bahwa sejumlah dana donasi kemanusiaan ACT ada yang tidak langsung disalurkan, namun diduga diputar terlebih dahulu untuk pembiayaan usaha atau bisnis.

Ivan menyampaikan, pihaknya menelusuri mulai dari perputaran dana ACT senilai Rp 1 triliun per tahun, hingga soal struktur kepemilikan yayasan, pengelolaan pendanaan, dan lainnya.

"Memang PPATK melihat entitas yang lagi kita bicarakan ini memang berkaitan dengan kegiatan usaha yang dimiliki oleh pendirinya, ada beberapa PT di situ. Lalu kemudian ada yayasan-yayasan lain tidak hanya terkait zakat, namun ada juga terkait kurban, dan tentunya terkait wakaf, dan lainnya. Juga ada lapisan perusahaan terkait investasi dan di bagian bawah ada yayasan terkait dengan ACT," tutur Ivan di Gedung PPATK, Jakarta, Rabu 6 Juli 2022.

"Ada transaksi memang yang dilakukan secara masif, tapi terkait dengan entitas yang dimiliki oleh si pengurus tadi. Jadi kita menduga ini merupakan transaksi yang dikelola business to business, jadi tidak murni penerima menghimpun dana, kemudian disalurkan. Tapi dikelola dulu di dalam bisnis tertentu dan di situ tentunya ada revenue, ada keuntungan," sambungnya.

Menurut Ivan, ada perusahaan milik pengurus Aksi Cepat Tanggap yang dalam waktu dua tahun melakukan transaksi lebih dari Rp 30 miliar dengan ACT, dan pemilik perusahaan itu terdeteksi terafiliasi dengan pengurus ACT.

"Kami kemudian melakukan pendalaman lebih lanjut dan sekaligus terkait data-data milik penyedia jasa keuangan. PPATK menghentikan sementara atas 60 rekening atas nama entitas yayasan tadi di 33 penyedia jasa keuangan," kata dia.

 

6 dari 7 halaman

5. Telisik Pengelolaan ACT dan Blokir 60 Rekening

Ivan mengatakan, pihaknya menemukan adanya aliaran dana yang masuk dan keluar setiap tahun mencapai Rp1 triliun.

"PPATK sudah lakukan kajian data, kami melihat terkait dana masuk dan keluar dari entitas (ACT) tersebut pada periode yang dikaji nilainya luar biasa besar. Sekitar Rp1 trilun-an per tahun. Bisa dibayangkan itu memang banyak," kata Ivan.

Ivan mengungkapkan, salah satu fokus yang ditangani PPATK adalah mendalami struktur ACT dalam kepemilikan yayasan dan juga mengenai pengelolaan pendanaan.

"PPATK dalami bagaimana struktur entitas kepemilikan yayasan, kelola pendanaan. Kami melihat entitas ini terkait beberapa kegiatan yang dimiliki langsung pendirinya. Ada yayasan lain, terkait zakat, kurban, wakaf, investasi, yayasan ACT," sebutnya.

"Ada transaksi dilihat dilakukan masif, tapi terkait yang dimiliki pengurus tadi. Ini transaksi be to be. Tidak murni himpun dana, kemudian disalurkan tapi dikelola dulu dalam bisnis tentu ada revenue. Contoh ada satu entitas perusahaan yang dalam waktu 2 tahun transaksi dengan yayasan tadi lebih dari Rp 30 miliar. Pemilik dari perusahaan terafiliasi dari pengurus tadi," sambungnya.

Ivan pun menyebut, PPATK memblokir sebanyak 60 rekening terkait dengan aliran dana umat atau donasi ACT.

"PPATK menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening atas nama entitas yayasan tadi di 30 penyedia jasa keuangan," tutur Ivan.

Menurut Ivan, pihaknya memang sudah cukup lama melakukan kajian berdasarkan database PPATK terkait aliran dana ACT. Hasilnya, memang terlihat aliran dana masuk dan keluar dengan perputaran nilai Rp 1 triliun per tahunnya.

"PPATK juga mendalami bagaimana struktur kepemilikan yayasan, bagaimana pengelolaan pendanaan, dan sebagainya. Memang PPATK melihat entitas yang lagi kita bicarakan ini memang berkaitan dengan kegiatan usaha yang dimiliki oleh pendirinya, ada beberapa PT di situ," jelas dia.

Menurut Ivan, yayasan lain yang terafiliasi dengan ACT tidak hanya terkait dengan donasi bantuan hingga zakat, namun juga ada perusahaan, dan lainnya yang bersinggungan dengan investasi.

"Dan di bagian bawah ada yayasan terkait ACT. Ada transaksi yang kita lihat dilakukan secara masif, namun entitas terkait si pengurus tadi. Jadi kami menduga transaksi dari bisnis ke bisnis dan dikelola. Jadi ada keuntungan," kata Ivan.

 

7 dari 7 halaman

6. Minta Donatur Hati-Hati saat Menyumbang

Lalu, Ivan mengatakan, pihaknya sudah mengendus adanya indikasi dugaan penyelewengan penggunaan dana yang diterima dari para donatur ke lembaga pengelola dana masyarakat untuk kegiatan kemanusiaan.

Menurut dia, hal itu terjadi sejak adanya laporan masyarakat yang disampaikan oleh Penyedia Jasa Keuangan/PJK kepada PPATK.

"Ada beberapa transaksi yang yang melanggar peraturan perundangan, saya menghimbau kepada penyumbang, lebih berhati-hati," kata Ivan.

Ivan melanjutkan, bukan tidak mungkin dana yang sudah dikirimkan kepada pihak pengelola tidak sampai pada target sasaran dan berujung disalahgunakan oleh oknum untuk tujuan yang tidak baik.

Ivan mengungkap, ada modus lain yang pernah ditemukan oleh PPATK, seperti penghimpunan sumbangan melalui kotak amal yang terletak di kasir toko perbelanjaan yang identitasnya kurang jelas.

"Menyumbang dan berbagi memang dianjurkan oleh seluruh ajaran agama, akan tetapi para donatur hendaknya waspada dalam memilih kemana atau melalui lembaga apa sumbangan itu akan disalurkan," wanti dia.

Ivan menyarankan, kepada para donatur untuk bisa lebih memperhatikan kepada lembaga apa dana mereka didonasikan, baik online maupun secara langsung. Donatur juga diminta untuk lebih mengenal lembaga atau komunitas yang melakukan penggalangan dana dan donasi, seperti kredibilitas dari lembaga atau komunitas itu melalui database Kementerian Sosial.

"Apakah telah terdaftar atau tidak, serta siapa saja nama pengelolanya," urai Ivan.

Poin berikutnya, Ivan mendorong agar masyarakat yang suka berdonasi juga dapat melihat ketersediaan kanal-kanal informasi dan publikasi dari penggalang dana seperti dari situs lembaganya, media sosial, dan kanal publikasi mereka yang resmi serta terverifikasi.

"Masyarakat harus dapat mengakses berbagai informasi terkait laporan keuangannya serta laporan pertanggungjawaban secara komprehensif oleh penggalang dana dan donasi melalui kanal resmi, seperti melalui website ataupun dalam bentuk lainnya yang dapat diakses secara luas oleh publik. Biasanya beberapa laporan yang baik telah mendapat audit dari akuntan publik," jelas dia.

Terakhir, agar tidak disalahgunakan, Ivan meminta para donatur untuk melakukan kroscek pada salah satu program yang tengah digalang danakan dan donasinya yang mungkin ada di sekitar, seperti melakukan kunjungan pada program tersebut, atau mendapatkan informasi melalui sumber informasi sekunder yang valid.

"Melalui upaya ini masyarakat dapat melakukan pengecekan kebenaran program tersebut, serta dapat menanyakan lebih lanjut perihal program yang tengah digalangkan apakah telah berjalan sesuai atau ditemukan ketidaksesuaian," Ivan memungkasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.