Sukses

Kejagung Usut Kasus Korupsi Penyerobotan Lahan Duta Palma Group, Libatkan DPO KPK

PT Duta Palma telah membuat dan mendirikan lahan seluas 37 ribu hektare itu tanpa dilandasi oleh hak yang melekat atas kepemilikan, alias tanah tersebut tidak memiliki legalitas surat apapun.

Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penyidikan atas kasus dugaan tindak pidana korupsi penyerobotan lahan kawasan hutan PT Duta Palma Group.

Perkara tersebut pun nyatanya melibatkam seorang buronan yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kejaksaan melakukan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi penyerobotan lahan kawasan hutan PT Duta Palma Group dengan uraian singkatnya, PT Duta Palma melakukan pengelolaan lahan seluas 37.095 hektare secara tanpa hak, melawan hukum, yang menyebabkan kerugian dan perekonomian negara," tutur Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (27/6/2022). 

Menurut Burhanuddin, PT Duta Palma telah membuat dan mendirikan lahan seluas 37 ribu hektare itu tanpa dilandasi oleh hak yang melekat atas kepemilikan, alias tanah tersebut tidak memiliki legalitas surat apapun.

"Kemudian pemiliknya adalah, PT Duta Palma ini pemiliknya masih dalam posisi DPO oleh KPK. Selama dia melakukan perbuatan itu, bahkan selama DPO, perusahaan ini menggunakan profesional, tetapi keuangannya langsung dikirim ke DPO itu berada," jelas dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Lakukan Penyitaan Lahan

Adapun tindak lanjut dalam penanganan kasus tersebut, Kejagung telah melakukan penyitaan terhadap lahan itu sekitar 2 minggu lalu. Tim penyidik pun menitipkan lahan tersebut ke PTPN V di daerah Riau.

"Artinya ya kenapa saya mengundang Pak Menteri (Erick Thohir) untuk di sini. Kami menitipkan lahan-lahan itu, sehingga nanti di dalam pengelolaannya, dan menurut informasi yang kami terima, dalam sebulan itu sekitar Rp600 miliar hasil pendapatan dari perkebunan itu dalam satu bulan. Kemudian berapa akan kami hitung kerugiannya.

"Tentunya sejak perusahaan itu didirikan, menghasilkan, dari situ lah kerugian negara dan nanti akan saya minta Pak BPKP untuk melakukan perhitungannya," Burhanuddin menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.