Sukses

Negara Miliki Utang Dinilai Wajar, Partai Garuda Minta Isu Politik Jelang Pemilu 2024 Dihentikan

Jelang Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 mulai bermunculan serangan-serangan terkait utang negara. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi.

Liputan6.com, Jakarta - Jelang Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 mulai bermunculan serangan-serangan terkait utang negara. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi.

Teddy menegaskan, suatu negara yang berutang itu bukanlah hal yang aneh. Menurut dia, negara memiliki utang itu merupakan hal yang biasa.

"Negara berutang itu bukan aib, bahkan negara-negara adidaya, negara-negara yang maju pun berhutang, jumlahnya pun gila-gilaan. Jadi itu hal biasa, tinggal manfaatnya, apakah hutang itu dipergunakan untuk kemaslahatan atau tidak, itu saja, jadi bukan soal berutangnya," ujar Teddy melalui keterangan tertulis, Senin (17/4/2023).

Bahkan, lanjut dia, Indonesia sendiri pernah mengalaminya, ada pimpinan negara terdahulu yang berutang.

"Kita sendiri sudah pernah mengalaminya, ada rezim yang berutang tapi tidak kelihatan apa hasil dari utang itu. Yang ada malah menimbulkan kerusakan di mana-mana, baik secara infrastruktur, ekonomi maupun secara sosial masyarakat, sehingga menjadi beban pemerintah setelahnya," papar Teddy.

Di mana, lanjut dia, rezim setelahnya harus memperbaiki berbagai kerusakan, harus menormalkan keadaan, sekaligus harus membuat progress pembangunan ke depan.

"Baik secara infrastruktur, ekonomi, maupun secara sosial masyarakat. Banyak yang harus dilaksanakan, tentu memeras tenaga, pemikiran dan biaya yang tidak sedikit," terang Teddy.

"Jadi hentikan narasi-narasi soal utang negara, karena siapapun yang memimpin pasti akan berutang. Apalagi jika dinarasikan oleh orang-orang yang dulu ikut terlibat dalam rezim yang berutang tapi tidak kelihatan hasilnya, malah membuat kerusakan di negara ini," jelas Teddy.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Komisi III DPR Apresiasi Polri Bangun Rumah Kebangsaan Guna Redam Politik Identitas Selama Pemilu 2024

Sebelumnya, reduksi politik identitas dalam Pemilu 2014 dan 2019, serta Pilkada 2017 menjadi tantangan bagi Polri. Anggota Komisi III DPR I, Santoso mengapresiasi program Polri dalam upaya menciptakan kedamaian menjelang sampai dengan pasca-Pemilu 2024 dengan membentuk Rumah Kebangsaan di setiap daerah.

"Efektifitas Rumah Kebangsaan itu harus dapat diwujudkan dalam menciptakan kedamaian antar warga bangsa dalam menghadapi Pemilu 2024," kata Santoso, Minggu 16 April 2023.

Dipaparkan Santoso, sudah menjadi tugas Polri untuk menciptakan kedamaian serta ketertiban di masyarakat. Sehingga ada atau tidak ada program ini, Polri harus menciptakan perasaan aman masyarakat.

Santoso juga berpesan agar progran itu jangan sampai malah dimanfaatkan untuk memenangkan salah satu kontestan Pileg & calon di Pilpres 2024.

Dengan Rumah Kebangsaan, kata Santoso, Polri harus makin menunjukan netralitasnya dalam Pemilu 2024 serta makin besar perannya dalam menciptakan ketenagan dan ketertiban bagi masyarakat jelang Pemilu 2024 dimana capres cawapresnya adalah para pendatang baru.

 

3 dari 4 halaman

Jelang Pemilu 2024, Penyelenggara Diminta Jauhi Sikap Partisan

Pemilu 2024 dinilai sebagai tahapan sejarah yang penting untuk mewujudkan cita-cita mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Karena itu, setiap gagasan yang mendorong perubahan ke arah perbaikan bangsa harus dihormati oleh semua pihak.

Dengan demikian, keinginan dan harapan publik untuk menghadirkan figur yang membawa gagasan perubahan seharusnya tak dihalang-halangi, apalagi dengan cara-cara yang dapat merusakan tatanan hidup berbangsa dan bernegara.

Hal tersebut diungkapkan oleh Kyai Muhammad Mustafid, tokoh muda Nahdlatul Ulama dan pengasuh Pondok Pesantren Aswaja Nusantara, Yogyakarta, dalam keterangan tertulis kepada redaksi, Jumat 14 April 2023.

"Pemilu harus mampu menampung berbagai harapan masyarakat. Setiap suara rakyat, seperti apapun, tak boleh diciderai. Jadi, jaminan bahwa Pemilu 2024 diselenggarakan secara demokratis, jujur, adil dan akuntabel, sangat diperlukan," ujarnya.

Mustafid bersama hampir 50 pegiat komunitas keumatan yang berasal dari beragam latar belakang dan wilayah, Sabtu (9/4/2023) lalu menyelenggarakan Pertemuan Lintas Basis Komunitas di Jakarta. Mereka membahas berbagai persoalan bangsa di tahun politik.

 

4 dari 4 halaman

Hasil Pertemuan

Selain Mustafid, pegiat komunitas yang hadir antara lain Muhammad Nurkhoiron (aktivis NU, mantan Komisioner Komnas HAM, Jakarta), Bambang Haryanto (pegiat KAHMI, DIY), A. Rois (santri pengusaha, Jawa Tengah), Solihin Nurodin (aktivis pedesaan, Jawa Barat), dan Khoirul Ibrahim (pegiat pendidikan, Jawa Timur).

Pertemuan tersebut menghasilkan dokumen ’Risalah Jakarta’ yang berisi beberapa seruan moral terkait penyelenggaraan Pemilu 2024, yang ditandatangani 21 perwakilan peserta.

Salah satu topik yang menjadi keprihatinan dalam ’Risalah Jakarta’ adalah isu profesionalisme dan indepensi penyelenggara Pemilu. Sebagaimana diketahui, KPU dan Bawaslu akhir-akhir ini mendapatkan sorotan tajam dari masyarakat sehubungan dengan beberapa kasus aktual yang terjadi.

Sikap Bawaslu yang dinilai tidak konsisten dan terkesan kurang adil dalam menangani kasus-kasus dugaan politisasi agama dan politik uang, mengundang keprihatinan dari para peserta. Inkonsistensi sikap Bawaslu dalam menangani kasus-kasus itu dinilai dapat menggerus kepercayaan publik terhadap netralitas penyelenggara Pemilu.

"Kami menyerukan agar penyelenggara Pemilu dapat bertugas secara profesional serta menjauhi sikap partisan. Dalam kompetisi apapun, wasit sewajarnya bersikap netral dan tidak berpihak," kata Bambang Haryanto, pegiat Kahmi DIY yang juga berprofesi sebagai pebisnis.

Peserta pertemuan yang mayoritas merupakan warga NU dan warga Muhammadiyah itu juga menyoroti situasi kebebasan sipil yang menurun. Tren penurunan kebebasan bersuara itu diyakini dapat didobrak dengan penyelenggaraan Pemilu yang penuh dengan suasana riang gembira.

"Pemilu harus dilangsungkan secara gembira, jauh dari ketakutan dan tekanan. Untuk melawan berbagai kekhawatiran, komunitas-komunitas perlu membangun suasana menyenangkan melalui berbagai cara kreatif," pungkas Bambang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.