Sukses

Jeda Waktu Pilpres 224 dan Pelantikan Bisa Hasilkan Presiden Bebek Lumpuh

Hal itu disampaikan Azyumardi dalam Webinar Moya Institute bertajuk Pemisahan Pilpres Dengan Pileg: Tinjauan Strategis yang digelar pada, Jumat 24 Juni 2024.

Liputan6.com, Jakarta Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra mengatakan, jeda waktu yang lama dari Pemilihan Presiden (Pilpres) 14 Februari 2024 hingga pelantikan presiden terpilih pada 20 Oktober 2024 akan menciptakan keunikan dalam sistem pemerintahan.

Keanehan itu yakni Indonesia akan memiliki dua presiden, yakni presiden yang masih menjabat, dan presiden terpilih hasil Pilpres 2024. Dalam situasi itu, kata Azyumardi, presiden yang sedang menjabat tak ubahnya seperti lame duuck atau bebek lumpuh.

Hal itu disampaikan Azyumardi dalam Webinar Moya Institute bertajuk Pemisahan Pilpres Dengan Pileg: Tinjauan Strategis yang digelar pada, Jumat 24 Juni 2024.

"Yang dimaksud di sini sebagai bebek lumpuh adalah presiden yang sedang menjabat tak bisa lagi mengeluarkan kebijakan yang efektif dan strategis, karena sudah ada presiden dan wakil presiden baru, meskipun belum dilantik," ujar Azyumardi seperti dikutip Sabtu (25/6/2022).

Apalagi, kata Azyumardi, apabila pasca-pemilu terjadi gugatan hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan MK mengesahkan terpilihnya presiden dan wakil presiden hasil Pilpres 2024, maka legitimasi presiden yerpilih menjadi lebih kuat lagi.

"Sebaliknya, untuk presiden yang sedang menjabat, akan semakin menjadi bebek lumpuh," kata dia.

Situasi semacam itu, lanjut Azyumardi, akan mengakibatkan kevakuman pemerintahan selama delapan bulan.

Namun, Azyumardi menyadari, keputusan ini susah diubah. Sehingga hal ini menjadi pelajaran penting bagi para anggota parlemen hasil Pileg 2024.

"Semoga para anggota Parlemen hasil Pileg 2024 nantinya akan memperbaiki hal ini, agar praktik demokrasi kita semakin membaik," ujar Azyumardi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Akan Menurun

Dalam kesempatan sama, Direktur Eksekutif SMRC Sirojuddin Abbas membenarkan bahwa segera setelah Pilpres, baik putaran satu atau dua, pengaruh atau posisi tawar presiden yang sedang menjabat kemungkinan besar akan menurun di kalangan sekutu politiknya.

Periode lame duck pun akan terjadi selama 8 bulan atau 4 bulan.

"Pada saat itulah sekutu politik akan pergi ke pemenang atau presiden terpilih. DPR juga mulai tidak responsif terhadap keinginan presiden petahana," ujar Sirojudin.

Pengaruh lainnya, lanjut Sirojudin, adalah penurunan pengaruh presiden yang menjabat di organisasi pemerintahan, terutama di kementerian yang dipimpin dari kalangan berlatar-belakang parpol. Kerja birokrasi pun menjadi terhambat.

"Birokrasi kita cenderung mendekat kepada kabinet bayangan atau tim pemenang," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Penggunaan APBN

Sementara itu, Pemerhati isu-isu strategis Imron Cotan mengatakan lame duck akan berimplikasi pada penggunaan APBN, state procurement.

Pemerintah yang lame duck, menurut Imron tidak akan optimal menggunakan anggaran negara. Dan bila itu terjadi, perekonomian negara akan terganggu.

"Belanja negara itu penting untuk memutar perekonomian nasional, karena Indonesia dan negara-negara di dunia lain juga sedang menghadapi disrupsi market, akibat dari beberapa hal, seperti pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina," ujar Imron.

Maka, ujar Imron, yang harus menjadi perhatian bersama adalah agar implementasi APBN pada Tahun Anggaran 2024 tidak terganggu, sebagai akibat dari pemerintahan yang Lame duck, diperlukan collective wisdom dari para elite, untuk menyatukan sikap mengatasi periode bebek lumpuh tersebut.

Sebab, bila hal ini tidak diantisipasi, maka Indonesia berpotensi terjerumus pada krisis ekonomi dan sosial, yang tidak diinginkan semua pihak.

"Kita mendengar Presiden Jokowi menyatakan bahwa sudah ada 60 negara yang menuju krisis ekonomi saat ini, dan bahkan beberapa diantaranya sudah bangkrut. Seperti Sri Lanka, disana sudah tak ada pemerintahan, sudah tak ada lagi pelayanan publik. Jangan sampai Indonesia mengarah ke sana, ini yang harus kita waspadai," ujar Imron.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.