Sukses

Menanti Langkah Konkret Polri Urus Brotoseno

Kembalinya eks penyidik KPK AKBP Raden Brotoseno sebagai polisi aktif menjadi polemik lantaran statusnya yang merupakan mantan terpidana kasus korupsi. Polri bahkan harus merevisi Perkap agar bisa meninjau kembali putusan sidang etik terhadap Brotoseno.

Liputan6.com, Jakarta - Polemik tentang mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) AKBP Raden Brotoseno yang masih aktif berdinas di Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memasuki babak baru. Lewat Peraturan Kapolri (Perkap) terbaru, Polri akan meninjau kembali putusan sidang etik terhadap mantan terpidana kasus korupsi tersebut.

Polemik ini berawal dari surat Indonesia Corruption Watch (ICW) yang ditujukan kepada Asisten Sumber Daya Manusia (SDM) Polri Irjen Wahyu Widada setelah mendengar kabar Raden Brotoseno kembali bekerja di Institusi Bhayangkara. Surat dikirim sejak awal Januari 2022.

"Perihal permintaan klarifikasi status anggota Polri atas nama Raden Brotoseno. Hal ini kami sampaikan karena diduga keras yang bersangkutan kembali bekerja di Polri dengan menduduki posisi sebagai Penyidik Madya Dittipidsiber Bareskrim Polri," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulis, Senin (30/5/2022).

Kurnia mengatakan Brotoseno sudah divonis bersalah dalam kasus suap menunda perkara korupsi cetak sawah pada 2012-2014. Brotoseno divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta dalam kasus itu.

Menurut Kurnia, jika benar Brotoseno yang merupakan mantan narapidana kembali bekerja di Polri, maka hal tersebut tak bisa diterima. Atas dasar itulah ICW menyurati Polri untuk meminta klarifikasi.

Untuk diketahui, Brotoseno divonis Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta karena dinilai sah dan meyakinkan terlibat tindak pidana korupsi cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat. Dia dijatuhi hukuman penjara selama 5 tahun dan denda Rp 300 juta subsider pidana kurungan 3 bulan.

Brotoseno kemudian bebas bersyarat sejak Februari 2020 dan bebas murni pada akhir September 2020. Selain mendapat program pembebasan bersyarat, mantan penyidik KPK itu juga menerima remisi 13 bulan 25 hari.

Asisten SDM Polri Irjen Pol Wahyu Widada kemudian berjanji akan mengecek status Brotoseno setelah surat dari ICW mencuat ke publik. Namun, dia pun mempertanyakan apakah yang bersangkutan memang sudah dipecat apa belum.

"Apa pernah dipecat? Nanti saya cek dulu di Propam. Kita cek," kata dia saat dikonfirmasi, Senin (30/5/2022).

Menurut Wahyu ini merupakan kewenangan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propram) Polri. Meski demikian, dirinya mempertanyakan kembali siapa yang menyebut bahwa Brotoseno telah dipecat dari institusinya.

"Yang bilang dipecat siapa? Putusan kode sidang etik nanti tanya ke Kadiv Propam, yang berwenang menjelaskan di sana," ungkap dia.

Meski tak dirinci oleh Wahyu, sepengetahuannya bahwa pada sidang Brotoseno tidak ada poin pemecatan. "Dia sudah disidang tapi tidak ada pemecatan. Yang saya tahu itu dia tidak dipecat," jelas dia.

Wahyu juga menuturkan, tak semua anggota yang pernah dihukum penjara lantas dipecat. Karena, pemecatan merupakan kewenangan dari hasil sidang kode etik terhadap anggota yang bermasalah.

"Ya itu tergantung sidang kode etiknya, tergantung sidang yang ada disana, kalau sidang kode etiknya mengatakan dipecat ya dipecat, kalau mengatakan tidak dipecat ya tidak dipecat. Tidak otomatis," kata dia.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tak Dipecat Karena Berprestasi

Polri melalui jubirnya, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyatakan bahwa Raden Brotoseno telah menjalani sidang kode etik profesi. Dia menyebut, Brotoseno kini berdinas di Divisi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Polri.

Hal ini sekaligus membantah anggapan yang menyebut Brotoseno kembali bertugas sebagai penyidik. "Staf. Bukan penyidik. (Dia) belum ada jabatan," kata Ramadhan.

Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo menyampaikan, bahwa hasil dari putusan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Brotoseno sudah final.

"Hasil Penegakan Bentuk Pelanggaran KEPP AKBP R Brotoseno adalah tidak menjalankan tugas secara profesional, proporsional dan prosedural dengan wujud perbuatan saat menjabat Kanit V Subdit III Dittipidkor Bareskrim Polri yakni menerima suap dari tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi," tutur Ferdy dalam keterangannya, Senin (30/5/2022).

Menurut dia, Penegakan Pelanggaran KEPP itu telah dilaksanakan melalui Sidang KKEP dengan putusan Nomor: PUT/72/X/2020 tanggal 13 Oktober 2020, bahwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 13 ayat (1) huruf a, pasal 13 ayat (1) huruf e Peraturan Kapolri Nomor 14 tentang KEPP.

"Dan dijatuhi sanksi berupa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan atau secara tertulis kepada pimpinan Polri serta direkomendasikan dipindahtugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat demosi," jelas dia.

Adapun hasil putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri itu mempertimbangkan sejumlah hal, yakni rangkaian kejadian penyuapan terhadap AKBP R Brotoseno dari terpidana lain atas nama Haris Artur Haidir selaku penyuap, dalam sidang Kasasi dinyatakan bebas dengan Nomor Putusan:1643-K/pidsus/2018 tanggal 14 November 2018.

Brotoseno pun menjalani masa hukuman 3 tahun 3 bulan dari putusan PN Tipikor 5 tahun, dikarenakan berkelakuan baik selama menjalani hukuman di Lapas.

"Adanya pernyataan atasan AKBP R Brotoseno dapat dipertahankan menjadi anggota Polri dengan berbagai pertimbangan prestasi dan perilaku selama berdinas di kepolisian. Dalam pada itu, AKBP R Brotoseno menerima keputusan sidang KKEP dimaksud dan tidak mengajukan banding," ucap Ferdy menandaskan.

Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Joshua Mamoto menyoroti polemik AKBP Raden Brotoseno. Dia pun mengingatkan agar Polri bisa lebih berhati-hati lagi dalam melaksanakan sidang etik terhadap anggota yang bermasalah.

"Jadi memang menurut saya, Polri perlu peka ya. Ini jadi isu yang sensitif, karena ini juga menjadi kejahatan serius yang sangat disorot oleh publik, ketika putusannya ringan saja kita sudah lihat di media, ketika pengadilan mutus ringan saja sudah ribut. Oleh sebab itu, menurut kami ke depan Polri perlu lebih hati-hati ketika sidang kode etik dilaksanakan," kata Benny.

3 dari 3 halaman

Kapolri Revisi Perkap

Polemik Raden Brotoseno akhirnya sampai juga ke telingan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Pucuk pimpinan Polri ini menyatakan akan merevisi Perkap yang lama. Hal ini disampaikan Kapolri usai rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, Rabu (8/6/2022).

Menurut Kapolri, pihaknya telah mendengar aspirasi berbagai pihak dan masukan masyarakat terkait dengan komitmen Polri dalam memberantas korupsi. Karena itu, Peraturan Kapolri (Perkap) nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik akan direvisi.

“Kami berdiskusi dengan para ahli dan kami sepakat untuk melakukan perubahan atau meresivisi Perkap (peraturan Kapolri) tersebut. Jadi saat ini kami sedang merubah Perkap tersebut dengan masukan berbagai ahli yang kita minta sebagai wujud bahwa Polri transparan, Polri memperhatikan apa yang menjadi aspirasi masyarakat,” kata Listyo.

“Salah satunya di dalam perubahan Perkap tersebut kami jadikan satu dengan Peraturan Kepolisian, kami menambahkan klausa mekanisme peninjauan kembali terhadap putusan-putusan yang telah dikeluarkan oleh sidang kode etik,” sambungnya.

Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Kemenkumham dan Kompolnas terkait kasus AKBP Brotoseno.

“Ini akan memberikan ruang kepada saya selaku Kapolri untuk meminta adanya peninjauan kembali atau melaksanakan sidang peninjauan kembali terhadap putusan AKBP Brotoseno. Tentunya, langkah-langkah yang kami lakukan ini harapan kami menjawab berbagai pertanyaan dan penyampaian masyarakat terhadap komitmen Polri terhadap penanganan pidana korupsi dan ini tentunya akan terus kami perbaiki,” pungkasnya.

Polri pun bergerak cepat. Kurang dari sepekan, Perkap tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri telah selesai direvisi. Perkap Nomor 7 Tahun 2022 itu diteken Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada Selasa, 14 Juni 2022.

Lantas kapan Perkap baru ini akan digunakan Polri untuk mengurus Brotoseno?

"Nanti secara khusus Kadiv Propam akan menyampaikan. Tentu komitmen Polri, buat apa kita melakukan revisi kalau tidak akan kita tindaklanjuti?," kata Sigit saat ditemui di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta, Minggu (19/6/2022) lalu.

Terkait waktu berlaku dan teknisnya seperti apa penggunaan Perkap baru itu untuk mengurus polemik Brotoseno, Listyo Sigit kembali menyatakan bahwa semuanya akan dijelaskan oleh Kadiv Propam Polri.

"Dalam waktu dekat, tunggu saja, nanti disampaikan," ucap dia singkat.

Kini, Polri telah membentuk tim khusus dalam rangka meneliti hasil sidang etik AKBP Brotoseno. Kembalinya eks penyidik KPK itu sebagai anggota polisi aktif menjadi sorotan publik lantaran statusnya yang merupakan mantan terpidana kasus korupsi.

Kadiv Propam Polri Irjen Ferdi Sambo menyampaikan, pembentukan tim tersebut sesuai dengan Pasal 84 Peraturan Kepolisian No 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

"Kapolri Jenderal Listyo Sigit telah membentuk tim untuk melakukan penelitian terhadap Putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Nomor: PUT/72/X/2020 tanggal 13 Oktober 2020 terhadap pelanggar AKBP Brotoseno," tutur Ferdy dalam keterangannya, Rabu (22/6/2022).

Menurut dia, tim peneliti tersebut dibentuk melalui Surat Perintah Kapolri No sprin/1426/VI/RES/1.24/2022 tertanggal 22 Juni 2022.

"Tim peneliti berjumlah 12 personel yang terdiri dari personel Inspektorat Umum Polri, personel SDM Polri, personel Div Propam Polri, personel Divkum Polri, dan diketuai oleh Inspektur Wilayah V Itwasum Polri Brigjen Hotman Simatupang," kata Ferdy membeberkan.

Dia menegaskan, tim peneliti akan bergerak profesional sesuai dengan tugas yang telah diberikan dalam rangka mengkaji kembali hasil sidang etik AKBP Brotoseno.

"Tim peneliti dimaksud bekerja dalam jangka waktu paling lama 14 hari sejak Surat Perintah Kapolri diterbitkan. Tim peneliti akan melaporkan hasil penelitian dengan memberikan saran dan pertimbangan kepada Kapolri untuk membentuk Komisi Kode Etik Peninjauan Kembali (KKEP PK)," ucap Ferdy menandaskan.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.