Sukses

OPINI: Adidaya Kebudayaan dengan Jalur Rempah

Negeri ini pernah menjadi pemain penting dan pemasok utama dalam perdagangan dunia, jauh sebelum bangsa Eropa melakukan aktivitas perdagangan di Asia Tenggara.

Liputan6.com, Jakarta Muhibah Budaya Jalur Rempah bersama KRI Dewaruci dan Laskar Rempah- 149 generasi muda Indonesia pilihan dari 34 provinsi- akan menempuh jalur perdagangan rempah dari titik Surabaya menuju Makassar, lalu singgah di Bau-Bau dan terus lanjut ke Ternate, kemudian turun ke Banda dan turun lagi menuju Kupang, hingga terus berlayar ke arah Surabaya melalui perairan Sumbawa dan Bali.

Perjalanan budaya ini ingin menegaskan bahwa jejak rempah Indonesia telah menjadi ikon budaya yang mendunia, menjadi jalur diplomasi bidang kebudayaan, dan solusi jangka panjang yang menjadikan budaya sebagai pendorong pembangunan berkelanjutan.

Terlebih lagi, jalur rempah membawa relevansi yang luar biasa di masa kini jika ingin menyempurnakan paradigma pembangunan kita, bahwa fakta geografis dan keindonesian kita terbentuk antara lain oleh karakter budaya bahari dan maritim yang kuat, sekaligus melahirkan sebuah perspektif bio-kultur yang membentuk pengetahuan tradisi dan kearifan lokal, serta kebhinekaan budaya baik di laut dan darat.

Negeri ini pernah menjadi pemain penting dan pemasok utama dalam perdagangan dunia, jauh sebelum bangsa Eropa melakukan aktivitas perdagangan di Asia Tenggara. Begitu pentingnya rempah-rempah dalam kehidupan manusia sehingga ia menjadi komoditas utama yang mampu memengaruhi kondisi politik, ekonomi, maupun sosial budaya dalam skala global. 

Nusantara telah menjadi daerah strategis yang amat penting dan tujuan perdagangan selama ribuan tahun. Posisi geografis yang strategis memudahkan kapal-kapal dari seluruh penjuru dunia berkumpul di perairan Nusantara. Kemudian sejak awal abad Masehi, bahkan diduga jauh sebelumnya, para pedagang India, Arab, dan Tiongkok telah menemukan komoditas penting yang hanya bisa ditemukan di negeri di bawah angin ini, yakni cengkih, pala, dan cendana.

Lalu, mereka membawanya ke pasar perdagangan dunia. Bahkan sejumlah bukti menunjukkan jejak artefak rempah Nusantara banyak ditemukan dalam peradaban klasik dunia, seperti Mesopotamia, Mesir Kuno, India, dan Tiongkok.  

Maraknya perdagangan dalam lintasan jalur rempah ini melahirkan beberapa kerajaan yang termasyhur sejak awal abad Masehi, seperti Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, Majapahit, serta beberapa kerajaan klasik, seperti Jailolo, Ternate, Tidore, dan Bacan, yang berkembang di suatu gugusan pulau yang kemudian dinamai Maluku dari penyebutan Jazirah al Mamluk.

Dengan banyaknya peradaban yang berinteraksi melalui jalur dan jaringan global Nusantara ini; bertukar pengetahuan, pengalaman, dan budaya, maka jalur rempah memiliki sejarah panjang peradaban sampai dengan terbentuknya Indonesia dan rekam jejak turut membentuk peradaban dunia sepanjang tiga milenium. Untuk itu, jalur rempah bukan saja menjadi warisan budaya bagi Indonesia, tetapi juga merupakan warisan budaya bagi dunia.  

Menyadari pentingnya mengangkat isu ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, berupaya menggaungkan Jalur Rempah melalui gerakan berkesinambungan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.

Muhibah Budaya Jalur Rempah berupaya merekonstruksi ulang sejarah dan perkembangan rempah di wilayah Nusantara, bersama kapal legendaris KRI Dewaruci.

Laskar Rempah diajak mencicipi pengalaman para pelaut Indonesia berkelana mengarungi lautan Nusantara untuk menyusun kembali mozaik keindonesiaan kita yang telah terbentuk ratusan tahun lamanya. Berlabuh dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya untuk menapak jejak sejarah dan kebudayaan rempah, serta kearifan lokal terkait dengan perdagangan rempah yang masih dijumpai di kota-kota yang akan disinggahi. Di masing-masing titik singgah, akan ada upacara penyambutan dan pelepasan KRI Dewaruci yang dimeriahkan oleh atraksi seni khas daerah, kunjungan ke cagar budaya, diskusi dan residensi budaya, pemutaran film, penanaman serempak pohon rempah, serta gala dinner bersama gubernur, walikota, dan stakeholder terkait.

Di masa lampau para pelaut mengakses kota-kota pelabuhan dagang di Nusantara dari arah barat dan utara. Dari Sumatra, para pedagang menuju laut Jawa dan singgah di kota pelabuhan (emporium) sepanjang Jawa, antara lain Tuban, Gresik, dan Surabaya. Ada juga yang dari Sumatra menyusur langsung menuju Pontianak di Kalimantan lalu terus berlayar menuju wilayah timur Nusantara.

Sementara dari Jawa, para pedagang meneruskan pelayaran menuju ke Kalimantan atau langsung menuju Sulawesi, untuk singgah di Makassar atau Bau-Bau di Buton. Dari sanalah jalur perdagangan akan tersambung hingga ke kepulauan Maluku di bagian utara lalu menuju ke selatan untuk mencapai Banda. Ada juga para pedagang Jawa yang menempuh jalur perdagangan ke wilayah Timur melalui Bali dan Nusa Tenggara lalu naik menuju Banda.

Muhibah Budaya Jalur Rempah bukan hanya sekedar berlayar, melainkan juga untuk memberikan pengalaman yang komprehensif bagi peserta baik di laut dan darat, dan memberikan dampak tular yang kuat kepada masyarakat luas, terutama di kota-kota yang disinggahi KRI Dewaruci. Diharapkan kesadaran terkait jalur rempah akan terus menjalar ke kota dan wilayah lainnya di Indonesia. Dengan bagian upaya itu, kita ingin mengantarkan jalur rempah diakui sebagai warisan dunia (world heritage) dan Indonesia menjadi negara adidaya kebudayaan.* 

 

Mohamad Atqa

(Alumnus Antropologi UI; Bekerja di Kemendikbud)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini