Sukses

KPK Ancam Pidana Pihak yang Menyembunyikan Tersangka Suap Alfamidi

KPK mengimbau Kepala Perwakilan Regional Alfamidi Kota Ambon Amri kooperatif terhadap proses hukum kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau Kepala Perwakilan Regional Alfamidi Kota Ambon Amri kooperatif terhadap proses hukum kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail AlfaMidi tahun 2020 di Kota Ambon.

KPK meminta Amri segera memenuhi panggilan saat menerima undangan pemeriksaan tim penyidik.

"Berdasarkan dan sesuai ketentuan dan peraturan perundangan, KPK memerintahkan kepada saudara AR (Amri) untuk segera memenuhi kewajiban untuk hadir di dalam panggilan KPK," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangannya, Sabtu (14/5/2022).

Firli mengingatkan kepada semua pihak agar tak mencoba menyembunyikan keberadaan Amri. Firli mengingatkan ancaman pidana dalam Pasal 21 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

"Dan tentu juga kami himbau jangan pernah ada pihak yang menyembunyikan keberadaan AR karena sesungguhnya menghambat, menghalangi proses penyidikan juga termasuk tindak pindana korupsi sebagaimana dimaksud Pasal 21," kata Firli.

Pasal 21 UU Tipikor menyatakan, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta."

Firli Bahuri menyebut Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy menerima suap untuk pembangunan 20 cabang Alfamidi di Kota Ambon.

Firli mengatakan, karyawan Alfamidi bernama Amri yang berpangkat Kepala Perwakilan Regional ini aktif berkomunikasi hingga bertemu dengan Richard agar proses perizinan Alfamidi bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Atas permintaan itu, Richard memerintahkan Kepala Dinas PUPR Pemkot Ambon memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya surat izin tempat usaha (SITU), dan surat izin usaha perdagangan (SIUP)

"Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, RL (Richard) meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp 25 juta menggunakan rekening bank milik AEH (Andrew Erin Hehasnussa) yang adalah orang kepercayaan RL," ujar Firli dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/5/2022).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Terima Suap

Tak hanya itu, Richard juga diduga menerima suap sekitar Rp 500 juta dari Amri. Suap itu terkait persetujuan pembangunan untuk 20 gerai Alfamidi di Kota Ambon.

"Khusus untuk penerbitan terkait persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, AR (Amri) diduga kembali memberikan uang kepada RL (Richard) sekitar sejumlah Rp 500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik AEH," kata Firli.

Selain suap, KPK menduga Richard juga menerima gratifikasi dari sejumlah pihak. Namun, KPK belum dapat menyampaikan lebih jauh mengenai dugaan penerimaan gratifikasi ini karena masih dalam proses pendalaman.

"RL diduga pula juga menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih akan terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," kata Firli.

Dalam kasus ini KPK menjerat Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy sebagai tersangka kasus dugaan suap izin pembangunan Alfamidi dan gratifikasi di Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon.

Selain Richard, KPK juga menjerat dua tersangka lainnya. Yakni Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrw Erin Hehanussa dan pihak swasta dari Alfamidi bernama Amri.

"Setelah pengumpulan berbagai informasi dan data terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, KPK menelaah, menganalisa, dan melanjutkan ke tahap penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, sehingga KPK sejak awal April 2022 meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan," ujar Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/5/2022).

 

3 dari 3 halaman

Dijemput Paksa

Firli mengatakan, Richard baru saja dijemput paksa tim penyidik lantaran tak kooperatif terhadap proses hukum. Richard dijemput paksa di sebuah rumah sakit di Jakarta Barat.

Sebelum dijemput paksa, Richard terlebih dahulu meminta penundaan pemanggilan dan pemeriksaan karena mengaku tengah menjalani perawatan medis.

Namun tim penyidik berinisiatif mengecek kesehatan Richard secara langsung. Dari hasil tersebut, tim penyidik menilai Richard dalam kondisi sehat dan layak dilakukan pemeriksaan oleh KPK.

"Tim Penyidik selanjutnya membawa RL (Richard) ke Gedung Merah Putih KPK guna dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," kata Firli.

Richard dan Andrew yang menjadi tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Amri yang menjadi tersangka pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.