Sukses

Bantahan Bendahara PBNU Mardani Maming Terima Rp89 Miliar dalam Kasus Suap Izin Tambang

Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Bendum PBNU) Mardani H. Maming disebut menerima uang Rp89 miliar saat menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu karena menandatangani izin IUP.

Liputan6.com, Jakarta - Sidang lanjutan pengurusan izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Jumat (13/5). Sidang menghadirkan Christian Soetio, adik dari mantan Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) almarhum Henry Soetio, sebagai saksi. Menurut kesaksian Christian, Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Bendum PBNU) Mardani Maming disebut menerima uang Rp89 miliar saat menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu karena menandatangani izin IUP.

Menaggapi hal itu, kuasa hukum Mardani Maming, Irfan Idham, membantah kesaksian tersebut. Dia menegaskan, kliennya tidak pernah menerima aliran dana terkait.

“Sama sekali tidak ada aliran dana kepada Pak Mardani Maming,” tegas Irfan saat dikonfirmasi awak media, Jumat (13/5/2022) malam.

Tidak sekedar membantah, Irfan juga menilai keterangan Christian tidak berdasarkan hukum. Sebab urutan kejadian yang tidak logis.

"Christian dalam keterangannya baru masuk di management PT PCN tahun 2021 setelah Henry Soetiyo meninggal dunia, sehingga dari mana informasi yang tidak berdasar itu?,” tutur Irfan.

Irfan meyakini, telah terjadi upaya penggiringan fakta yang tidak benar oleh Christian. Sebab, kliennya sama sekali tidak ada di dalam urusan perusahaan-perusahaan yang disebutkan Christian dalam kesaksiannya, seperti PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).

"Sehingga kami sangat keberatan dengan keterangan yang disampaikan Christian,” pungkas pengacara Titah Law Firm ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jalannya Persidangan

Diberitakan sebelumnya, Christian dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa eks Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo. Dalam sidang tersebut, Christian meyakini dirinya tahu tentang adanya aliran dana kepada Mardani melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).

Christian juga menyebut, Mardani adalah pemilik saham PT PAR dan PT TSP. Menurut Christian, PT PAR dan TSP bekerja sama dengan PT PCN dalam mengelola pelabuhan batu bara dengan PT Angsana Terminal Utama (ATU).

Chirstian menyatakan, pengetahuannya tentang aliran dana itu karena pernah membaca pesan WhatsApp (WA) dari kakaknya Almarhum Henry Soetio yang ditujukan kepada Resi, seorang pegawai bagian keuangan PT PCN.

"Resi diperintahkan mentransfer duit ke Mardani lewat PT PAR dan TSP," ujar Chirstian di muka sidang.

"Ada berapa kali perintah itu?," tanya hakim.

"Yang saya tahu di WA berkali-kali yang mulia," jawab Christian.

"Berapa totalnya? (uang yang diduga dikirim ke Mardani)," tanya hakim.

"Total yang sesuai TSP dan PAR itu nilainya Rp 89 miliar yang mulia," jawab Christian lagi.

3 dari 3 halaman

Latar Belakang Penandatanganan SK

Diketahui, dugaan suap dalam kasus penerbitan IUP kepada PT PCN terjadi saat Mardani menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu tahun 2011. Mardani sebelumnya juga sudah dihadirkan sebagai saksi untuk menjelaskan ihwal ini di muka persidangan.

Dalam kesaksiannya, Mardani membenarkan telah meneken IUP tersebut dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu tang bernomorr 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara.

Namun Mardani membantah, jika dirinya terlibat praktek dugaan suap penerbitan SK terkait. Sebab sebelum meneken SK itu, sudah ada rekomendasi yang menjadi dasar penerbitan SK.

"Saya tidak akan memberikan tandatangan seandainya tahu izin itu bertentangan dengan hukum," tegas Mardani dalam keterangannya, Senin 25 April 2022.

Mardani menjelaskan, sebelum menandatangani SK tersebut, sudah ada paraf dari kepala dinas terkait, dalam hal ini Dwijono Putrohadin yang sekarang duduk di kursi terdakwa. Sehingga saat itu Mardani meyakini membubuhkan tanda tangannya terhadap SK tersebut.

“Yang saya cek adalah paraf kepala dinas. Kalau sesuai aturan, maka saya tandatangani," kata Mardani.

“Setelah diparaf oleh kabag Hukum, kemudian asisten atau sekda maka saya menyatakan bahwa proses ini sudah berjalan sesuai dengan aturan dan makanya saya memberikan tanda tangan. Kalau tidak sesuai dengan aturan, harusnya proses itu tidak sampai ke meja saya,” Mardani menutup.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.