Sukses

Boyamin MAKI Klaim Tak Tahu Aliran Cuci Uang Bupati Banjarnegara ke PT Bumi Redjo

Boyamin Saiman mengaku, sejak tahun 2018 dia menjadi Direktur PT Bumi Redjo yang merupakan perusahaan milik keluarga Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono.

Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengklaim tidak mengetahui dugaan aliran dana pencucian uang yang diterima PT Bumi Redjo dari hasil tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono.

"Saya tidak tahu (aliran dana pencucian uang) itu di PT Bumi Redjo. Dan selama menjadi kuasa hukum (Bumi Redjo), saya mendapatkan honor per bulan Rp 5 juta," ujar Boyamin di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (26/4/2022).

Boyamin diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT Bumi Redjo. Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Budhi Sarwono.

Boyamin mengaku, sejak tahun 2018 dia menjadi Direktur PT Bumi Redjo yang merupakan perusahaan milik keluarga Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono. Namun dia mengklaim diberikan tugas hanya mengurusi utang-utang perusahaan karena kredit macet di sejumlah bank.

"Tugas saya hanya mengurus utang-piutang saja karena perusahaan ini sudah invalid sejak 2012," imbuhnya.

Boyamin mengaku tidak pernah mendapat fasilitas lebih dari PT Bumi Redjo. Menurut Boyamin, dari PT Bumi Redjo dirinya hanya menerima Rp 5 juta per bulan.

"Hahaha yang ongkosi MAKI banyak, klien-klien saya yang kontraknya Rp 50-an juta per bulan saja banyak dan itu memang saya pakai untuk subsidi silang untuk mengurusi MAKI juga," kata Boyamin

Sebelumnya, KPK pernah menyebut Budhi Sarwono mewajibkan setiap pengerjaan proyek di wilayahnya harus membeli barang dari PT Bumi Redjo. Sejumlah pejabat PT Bumi Redjo pernah dipanggil KPK untuk mendalami dugaan itu.

"Diduga para calon peserta lelang diwajibkan untuk mendapatkan dukungan peralatan hanya melalui PT BR (Bumi Redjo)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 27 Agustus 2021.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Budhi Sarwono tersangka pencucian uang

KPK menetapkan Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Budi diduga menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang bersumber dari tindak pidana korupsi. Di antaranya dengan dibelanjakan dalam bentuk berbagai aset baik bergerak maupun tidak bergerak.

Penetapan ini merupakan pengembangan kasus pengerjaan proyek infrastruktur di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara dan gratifikasi. Budhi dijerat bersama pihak swasta Kedy Afandi (KA) yang merupakan orang kepercayaan Budhi.

Kasus ini bermula saat Budhi dilantik menjadi Bupati Banjarnegara pada 2017. Saat itu Budhi memerintahkan Kedy yang merupakan tim suksesnya untuk memimpin rapat koordinasi yang dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara yang bertempat di salah satu rumah makan.

Pada pertemuan tersebut, sebagaimana perintah dan arahan Budhi, Kedy menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan harga perkiraan sendiri (HPS) senilai 20 % dari nilai proyek. Dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen fee sebesar 10 % dari nilai proyek.

Diduga Budhi telah menerima komitmen fee atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara, sekitar sejumlah Rp 2,1 Miliar.

3 dari 4 halaman

KPK Sita Aset Bupati Nonaktif Banjarnegara Diduga Hasil TPPU, Capai Rp 10 Miliar

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita aset Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono senilai Rp 10 miliar. Aset disita tim penyidik lembaga antirasuah lantaran diduga berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Sejauh ini kami telah melakukan penyitaan terkait dengan aset-aset yang diduga milik tersangka ini kurang lebih Rp 10 miliar," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (16/3/2022).

Ali tak merinci aset apa saja yang disita KPK dari Budhi. Namun Ali meyakini aset-aset tersebut dibeli Budhi dari hasil tindak pidana korupsi yang kemudian disamarkan.

"Tentu prosesnya masih panjang, nanti perkembangannya akan kami sampaikan," kata Ali.

KPK menetapkan Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Budi diduga menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang bersumber dari tindak pidana korupsi. Di antaranya dengan dibelanjakan dalam bentuk berbagai aset baik bergerak maupun tidak bergerak. 

Penetapan ini merupakan pengembangan kasus pengerjaan proyek infrastruktur di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara dan gratifikasi. Budhi dijerat bersama pihak swasta Kedy Afandi (KA) yang merupakan orang kepercayaan Budhi.

4 dari 4 halaman

Didakwa Terima Suap Rp18,7 Miliar, Bupati Nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono Membantah

Bupati Nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono didakwa oleh jaksa penuntut umum menerima suap sebesar Rp18,7 miliar dan gratifikasi Rp7,4 miliar yang diduga sebagai fee atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di kabupaten setempat.

Pada sidang yang berlangsung secara hybrid di Pengadilan Tipikor Kota Semarang, Selasa, anggota tim jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Heradian Salipi mengatakan bahwa terdakwa satu Bupati Nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono dan terdakwa dua Kedy Afandi dari pihak swasta mengikutsertakan, serta mengatur agar ketiga perusahaan itu memperoleh pekerjaan proyek yang dibiayai oleh APBD setempat. 

"PT Sutikno Tirta Kencana, PT Buton Tirto Baskoro, dan PT Bumi Redjo, tempat terdakwa satu selaku penerima manfaat dari perusahaan tersebut memperoleh pekerjaan yang seluruhnya berjumlah Rp93,9 miliar serta mendapatkan keuntungan finansial dari paket pekerjaan dengan total Rp18,7 miliar," kata JPU, dikutip Antara.

Selain itu, terdakwa satu Bupati Nonaktif Banjarnegara, Budhi Sarwono bersama terdakwa dua Kedy Afandi juga telah menerima gratifikasi dalam bentuk uang senilai Rp7,4 miliar dari beberapa pihak.

Atas perbuatannya, JPU menjerat kedua terdakwa dengan Pasal 12 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atas dakwaan JPU tersebut, terdakwa Budhi Sarwono yang mengikuti sidang secara daring itu menolak semua dakwaan.

"Saya tidak pernah melakukan seperti apa yang didakwakan JPU," kata Budhi Sarwono yang berada di Gedung KPK, Jakarta.

Majelis hakim yang diketuai Hakim Ketua Rohmad serta hakim anggota NGR Rajendra dan Lujianto menunda sidang dan akan melanjutkan sidang pada hari Jumat (4/2) dengan agenda mendengarkan saksi-saksi yang diajukan JPU.

Secara khusus, Hakim Ketua Rohmad juga meminta JPU agar menghadirkan kedua terdakwa pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Semarang.

Menanggapi permintaan itu, JPU Heradian Salipi berpendapat bahwa terdakwa Budhi Sarwono lebih baik tetap di Rutan KPK pada Kavling C1.

"Pertimbangannya untuk mempermudah penyidikan perkara TPPU (tindak pidana pencucian uang)," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.