Sukses

3 Hal Terkait Rencana Ditjen Dukcapil Kemendagri Bakal Tarik Biaya Akses NIK

Rencananya, setiap akses nomor induk kependudukan (NIK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bakal memungut biaya sekitar Rp 1.000.

Liputan6.com, Jakarta - Rencananya, setiap akses nomor induk kependudukan atau NIK Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bakal memungut biaya sekitar Rp 1.000.

Dijelaskan Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh, pemungutan biaya tidak dilakukan sembarangan, melainkan lantaran ada kebutuhan untuk menjaga dan memelihara data kependudukan.

"Dari PNBP (penerimaan negara bukan pajak) ini diharapkan dapat membantu Ditjen Dukcapil dalam melakukan pemeliharaan dan pengembangan sistem dalam jangka panjang," ujar Zudan dalam keterangannya, dikutip Kamis 14 April 2022.

Kemudian menurut Zudan, biaya Rp 1.000 saat akses NIK diterapkan kepada kementerian atau lembaga.

"Yang dipungut penerimaan negara bukan pajak itu lembaga seperti bank, asuransi, pasar modal. Dalam konteks yang lain sebenarnya masyarakat nabung di bank juga ada biaya administrasi, ambil uang di ATM, beli pulsa lewat e-banking, semua ada biayanya," ucap dia.

Zudan menegaskan, pelayanan publik dari pemerintahan tetap gratis dan tidak berbayar.

"Masyarakat mengira dia yang akses NIK terus membayar. Yang layanan publik dari pemerintah tetap gratis," kata Zudan menambahkan.

Dengan adanya rencana tersebut, Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyatakan, mekanisme Kemendagri itu juga akan dicermati oleh pihaknya, terutama terkait dana yang dihimpun dari masyarakat tersebut.

"Komisi II DPR akan mencermati dana yang dihimpun dan ditarik oleh Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) agar bisa dikelola dengan baik dan akuntabel sesuai dengan aturan perundang-undangan yang ada," ujar Rifqi di Jakarta, seperti dilansir Antara, Minggu (17/4/2022).

Berikut deretan hal terkait rencana nantinya setiap akses NIK bakal dipungut biaya Rp 1.000 oleh Ditjen Dukcapil Kemendagri dihimpun Liputan6.com:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

1. Alasan Pemungutan Biaya Rp 1.000

Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan bakal memungut biaya sekitar Rp 1.000 untuk tiap akses nomor induk kependudukan (NIK).

Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, pemungutan biaya tidak dilakukan sembarangan, melainkan lantaran ada kebutuhan untuk menjaga dan memelihara data kependudukan.

"Dari PNBP (penerimaan negara bukan pajak) ini diharapkan dapat membantu Ditjen Dukcapil dalam melakukan pemeliharaan dan pengembangan sistem dalam jangka panjang," ujar Zudan dalam keterangannya dikutip Kamis 14 April 2022.

Zudan mengatakan, pelayanan administrasi kependudukan (Adminduk) di Ditjen Dukcapil difasilitasi oleh Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) SIAK Terpusat. Pelayanan Adminduk ini menghasilkan output berupa 24 dokumen penduduk dan database kependudukan.

Database hasil operasionalisasi SIAK Terpusat ini dikelola Ditjen Dukcapil dan dimanfaatkan oleh 4.962 lembaga pengguna atau user yang telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Ditjen Dukcapil.

"Semua ini memerlukan dukungan perangkat keras yang terdiri dari server, storage dan perangkat pendukung yang memadai," kata dia.

Zudan mengatakan, perangkat keras data kependudukan usianya sudah lebih dari 10 tahun. Zudan mengatakan, Kemendagri sedang menyusun regulasi tentang PNBP layanan pemanfaatan data adminduk oleh user yang saat ini sudah memasuki tahap paraf koordinasi antar kementerian/lembaga.

"Sudah saatnya server-server ini mengalami peremajaan agar pelayanan publik menjadi lebih baik dan menjaga pemilu presiden dan pilkada serentak 2024 agar bisa berjalan baik dari sisi penyedian daftar pemilih," jelas dia.

 

3 dari 4 halaman

2. Tegaskan Layanan Publik Tetap Gratis

Kemudian Zudan menyebut, biaya Rp 1.000 saat akses nomer induk kependudukan (NIK) diterapkan kepada kementerian atau lembaga.

"Yang dipungut penerimaan negara bukan pajak itu lembaga seperti bank, asuransi, pasar modal. Dalam konteks yang lain sebenarnya masyarakat nabung di bank juga ada biaya administrasi, ambil uang di ATM, beli pulsa lewat e-banking, semua ada biayanya," ujar Zudan.

"Masyarakat mengira dia yang akses NIK terus membayar. Yang layanan publik dari pemerintah tetap gratis," kata Zudan menambahkan.

Zudan meminta masyarakat tidak khawatir dengan keadaan tersebut. Dia menyebut pembiayaan Rp 1.000 hanya dikenakan kepada lembaga bukan perorangan.

"Tidak perlu khawatir. Pemerintah sudah mengkaji mendalam. PNBP (penerimaa negara bukan pajak) diterapkan pada industri yang bersifat profit oriented seperti bank, asuransi, pasar modal. Untuk BPJS kesehatan, bantuan sosial, pelayanan publik pemerintah tetap gratis," tegas dia.

 

4 dari 4 halaman

3. DPR Akan Awasi

Kebijakan Kemendagri dalam menarik biaya untuk mengakses Nomor Induk Kependudukan atau NIK sebesar Rp 1.000 bakal diawasi oleh Komisi II DPR RI.

Anggota Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan, mekanisme Kemendagri itu juga akan dicermati oleh pihaknya, terutama terkait dana yang dihimpun dari masyarakat tersebut.

"Komisi II DPR akan mencermati dana yang dihimpun dan ditarik oleh Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) agar bisa dikelola dengan baik dan akuntabel sesuai dengan aturan perundang-undangan yang ada," ujar Rifqi di Jakarta, seperti dilansir Antara, Minggu (17/4/2022).

Rifqi menuturkan, langkah itu dilakukan supaya tujuan Kemendagri menarik tarif untuk pengembangan dan perawatan "server" teknologi informasi dapat terwujud.

Menurut dia, kebijakan penarikan biaya dalam akses NIK itu akan diatur sebaik-baiknya oleh Kemendagri karena sebagian besar dilakukan oleh kementerian/lembaga.

"Karena sebagian besar yang mengakses adalah kementerian/lembaga yang selama ini aksesnya gratis. Karena itu bisa saja tidak membebankan masyarakat namun kementerian/lembaga tersebut," jelas Rifqi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.