Sukses

PDIP Klaim Kenaikan Harga BBM di Era Jokowi Lebih Rendah Dibanding Era Soeharto dan SBY

Aksi demonstrasi yang akan berlangsung Senin 11 April 2022 di berbagai kota di Indonesia, salah satu tuntutannya terkait kenaikan harga BBM. Adian berpendapat, kenaikan harga BBM jenis pertamax lebih berdampak langsung ke ekonomi menengah ke atas.

Liputan6.com, Jakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sekaligus Sekjen Persatuan Nasional Aktivis 98 (PENA 98), Adian Napitupulu, mengklaim kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) lebih rendah dibanding era Presiden Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Aksi demonstrasi yang akan berlangsung Senin 11 April 2022 di berbagai kota di Indonesia, salah satu tuntutannya terkait kenaikan harga BBM. Adian berpendapat, kenaikan harga BBM jenis pertamax lebih berdampak langsung ke ekonomi menengah ke atas.

Harga BBM jenis Pertamax naik dari Rp 9.000 menjadi Rp 12.500. Adian mengatakan, pengguna pertamax umumnya adalah mobil atau motor pribadi yang masuk kategori menengah ke atas.

"Jadi kalau ada aksi menolak kenaikan harga Pertamax maka tentu yang sangat terbela dan diuntungkan bukan tukang ojek, supir angkutan Umum, angkutan sayur mayur dan ekonomi lemah lainnya, tetapi sekitar 14 persen kelas menengah ke atas pengguna Pertamax, yang pendapatannya boleh jadi di kisaran Rp15 juta per bulan hingga tak terhingga," kata Adian dalam keterangan resminya, Minggu (10/4/2022).

Dia juga membandingkan harga BBM dari tiga presiden berbeda yakni Jokowi, SBY, dan Soeharto. Perbandingan ini kata Adian, dibuat dengan beberapa catatan yaitu, pertama, harga BBM yang dibandingkan adalah jenis Premium dan atau Pertalite. Perbandingan juga memakai UMR Jakarta dalam beberapa kurun waktu terakhir. Seperti pada tahun 1991 harga Premium Rp 150,- per liter sementara UMR saat itu Rp 18.200 per bulan. Dengan perbandingan itu maka upah pekerja dalam satu bulan hanya mampu membeli sekitar 121 liter Premium.

Pada 1998, Premium naik sekitar 700% dari tahun 1991. Dari Rp 150 per liter menjadi Rp 1.200,- perliter sementara UMR naik menjadi Rp 154.000 per bulan. Jadi upah satu bulan setara dengan 128 liter Premium.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kenaikan Era SBY

Pada saat SBY dilantik menjadi Presiden harga Premium Rp 1.810,- sementara UMR saat itu Rp 672.000 per bulan. Perbandingan upah 1 bulan setara dengan 371 liter Premium.

Di akhir pemerintahan SBY pada 2014 harga Premium menjadi Rp 6.500 per liter atau naik sekitar 259% dari harga awal SBY di lantik. Pada tahun terakhir SBY menjabat UMR berada di angka Rp 2.441.000. Dengan besaran UMR tersebut di banding harga Premium maka upah satu bulan setara dengan 375 liter premium.

Pada saat Jokowi dilantik harga Premium Rp 6.500 lalu naik menjadi Rp 7.500 tetapi turun lagi menjadi Rp 6.450 perliter. Pada saat itu UMR perbulan Rp 2.700.000,- atau setara dengan 360 liter Premium.

Jelang delapan tahun pemerintahan Jokowi Premium berkurang drastis dan digantikan dengan Pertalite yang secara kualitas lebih tinggi dari Premium namun harga juga naik menjadi Rp 7.650 perliter. Jadi kenaikan harga Premium 2014 ke Pertalite 2022 berada di kisaran 16%. Di saat harga Pertalite Rp 7.650 perliter, tingkat UMR saat ini Rp 4.453.000 perbulan. Dengan demikian maka 1 bulan upah setara dengan 582 liter Pertalite.

Singkatnya di pemerintahan Soeharto BBM naik 700% sementara dalam 10 tahun pemerintahan SBY BBM naik 259%. Sedangkan di 8 tahun pemerintahan Jokowi kenaikan BBM Premium ke Pertalite naik sekitar 16% saja.

"Akhir kata, saya berharap semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua hingga dapat melihat permasalahan lebih logis dan terang benderang," paparnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.