Sukses

Pengamat Desak Panglima Buat Kebijakan Konkret Terkait Keturunan PKI Masuk TNI

Anton mengatakan, kebijakan pelarangan keluarga PKI berkarier dalam lembaga negara merupakan bentuk diskriminasi. Apalagi, menurut Anton, dalam TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1996 tak disebutkan pelarangan bagi keturunan anggota PKI.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Militer, Anton Aliabbas, mengapresiasi gebrakan Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa yang memperbolehkan keturunan PKI mendaftarkan diri menjadi prajurit TNI.

Meski demikian, Anton yang merupakan Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) ini meminta gebrakan dari Panglima TNI tersebut diikuti dengan pembuatan kebijakan yang lebih konkret.

"Namun, ada baiknya pernyataan tersebut diikuti dengan pembuatan kebijakan yang konkret sebagai bentuk pelembagaan atas sikap antidiskriminasi di lingkungan TNI. Hal ini penting dilakukan guna menghindari adanya dugaan lip service atau keputusan yang bersifat ad-hoc semata," ujar Anton dalam keterangannya, Jumat (1/3/2022).

Anton mengatakan, kebijakan pelarangan keluarga PKI berkarier dalam lembaga negara merupakan bentuk diskriminasi. Apalagi, menurut Anton, dalam TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1996 tak disebutkan pelarangan bagi keturunan anggota PKI.

"Ketetapan MPRS tersebut secara tegas melarang organisasi PKI dan aktivitas penyebaran ajaran komunisme. Tidak ada satu pun kalimat yang menyatakan pengikut PKI dilarang beraktivitas ataupun bergabung pada institusi pemerintahan," kata Anton.

Menurut Anton, para keturunan PKI tidak seharusnya menanggung beban yang ditinggalkan orangtua mereka. Lagipula, menurut Anton, ada beberapa organisasi pemberontakan lainnya di Indonesia, namun tak mendapat perlakuan sama seperti PKI.

"Pelarangan keturunan bergabung ke TNI hanya berlaku untuk PKI saja, sementara kalau kita berbicara terkait pemberontakan di Indonesia ada banyak seperti DI/TII, PRRI/Permesta dan lain-lain," kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Melanggar HAM

Anton berpandangan, pelarangan keturunan juga berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) dan UUD 1945, karena menjadikan tidak semua warga negara sama kedudukannya di muka hukum dan memiliki kesempatan sama untuk mendapatkan pekerjaan layak.

"Tidak ada manusia yang bisa memilih untuk dilahirkan oleh keluarga siapa. Karena itu, langkah membebankan keturunan atas tindakan pendahulunya tidak memiliki dasar hukum kuat," kata dosen Universitas Paramadina ini.

Selain itu, menurut Anton, ideologi komunis sudah gagal berkembang, baik pada level nasional maupun internasional. Lagipula, dalam perekrutan prajurit, sejatinya TNI memiliki mekanisme dan standar bakunya sendiri.

3 dari 3 halaman

Evaluasi Berkala

"Penting kiranya Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa membuat kebijakan adanya evaluasi berkala terhadap mekanisme seleksi termasuk Tes Wawasan Kebangsaan yang dimiliki TNI," ujarnya.

"Hal ini penting dilakukan untuk terus mengkontekstualkan ancaman kontemporer yang dihadapi TNI secara organisasi. Kepekaan atas perkembangan ancaman kekinian akan berkontribusi dalam pembangunan profesionalisme TNI," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.