Sukses

3 Tanggapan Usai Jokowi Tegur Keras Banyaknya Belanja Impor Negara

Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberi peringatan keras kepada para menterinya karena tingginya belanja barang-barang impor.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberi peringatan keras kepada para menterinya karena tingginya belanja barang-barang impor. Dia juga mengancam mencopot direktur utama atau dirut BUMN yang hobi impor.

Peringatan keras serta ancaman Presiden Jokowi itu pun ditanggapi sejumlah pengamat. Salah satunya dari pengamat BUMN Herry Gunawan.

Herry berpandangan, ramainya impor yang dilakukan perusahaan pelat merah bertentangan dengan slogan yang kerap digaungkan pemerintah, Cintai Produk Dalam Negeri.

"Pernyataan presiden ini seperti peluit peringatan terakhir, karena sebelumnya sudah berulang-ulang diingatkan. Kelihatannya presiden geram ke sejumlah menteri, karena gerakan yang disampaikan: cintai produk dalam negeri, seperti jalan di tempat," ujarnya kepada Liputan6.com, seperti ditulis Minggu 27 Maret 2022.

Selain itu, Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita menilai, teguran Presiden Jokowi merupakan sinyal bahwa orang nomor satu di Indonesia tersebut kurang perhatian kepada kondisi struktural perekonomian nasional selama ini.

Berikut sederet tanggapan pengamat usai Presiden Jokowi memberi peringatan keras kepada para menterinya karena tingginya belanja barang-barang impor dihimpun Liputan6.com:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

1. Peringatan Copot Dirut BUMN Jadi Sinyal Buat Menteri

Pengamat BUMN Herry Gunawan menilai, ancaman Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mencopot direktur utama atau dirut BUMN yang hobi impor, juga menjadi peringatan keras bagi sejumlah menteri. Peringatan Jokowi tersebut dinilai jadi bentuk kekesalan RI 1 terhadap para pembantunya.

Herry berpandangan, ramainya impor yang dilakukan perusahaan pelat merah bertentangan dengan slogan yang kerap digaungkan pemerintah, Cintai Produk Dalam Negeri.

"Pernyataan presiden ini seperti peluit peringatan terakhir, karena sebelumnya sudah berulang-ulang diingatkan. Keliatannya presiden geram ke sejumlah menteri, karena gerakan yang disampaikan: cintai produk dalam negeri, seperti jalan di tempat," ujarnya kepada Liputan6.com, seperti ditulis Minggu 27 Maret 2022.

Menurut dia, perintah pencopotan itu jadi pesan penting, terutama bagi perusahaan milik negara di sektor konstruksi dan manufaktur. "BUMN di sektor ini yang berpotensi menggunakan bahan impor," imbuhnya.

Selain itu, Herry menambahkan, selama ini kebanyakan bahan baku setengah jadi yang dipakai BUMN memang mayoritas dari impor. Jika substitusinya belum ada, tentu dalam jangka pendek negara bakal kesulitan.

"Tapi kalau sudah ada, misalnya baja, ya memang harus gunakan produk dalam negeri. Kalau masih gunakan produk impor layak dipertanyakan komitmennya," seru Herry.

Masalah impor ini disebutnya juga bukan hanya urusan BUMN, tapi komitmen pemerintah, antara lain Kementerian Perdagangan. Herry menuntut regulasi yang dibuat juga harus mendukung.

"Kalau barangnya ada di sini, jangan dibuka sebebas-bebasya untuk barang impor masuk," tegas dia.

"Begitu pun Kementerian Perindustrian. Sampai hari ini kan gak terdengar skenario atau kebijakannya untuk mendorong industri substitusi impor. Yang baru terdengar: sudah punya roadmap. Entah realisasinya," kecamnya.

 

3 dari 5 halaman

2. Jangan Sekadar Cari Sensasi, tapi Dibenahi

Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita, menilai keluhan Jokowi soal pengadaan barang dan jasa di institusi pemerintah dan BUMN yang lebih didominasi oleh barang impor, adalah sinyal bahwa Jokowi kurang perhatian kepada kondisi struktural perekonomian nasional selama ini.

Ronny pun mempertanyakan, mengapa baru di tahun kedelapan masa jabatan presiden Jokowi mengeluhkan keberadaan barang-barang impor tersebut.

Bukankah proyek-proyek infrastruktur yang digadang-gadang Jokowi selama ini barang-barang modalnya diimpor semua. Sampai-sampai industri baja nasional nyaris tepar dan industri semen nasional overproduction.

"Selayaknya, kali ini Jokowi tidak sekadar mencari sensasi ekonomi dengan kritiknya tersebut, tapi bisa dijadikan landasan dasar dalam membenahi struktur perekonomian nasional ke depan. Karena pembangunan ekonomi tidak saja soal infrastruktur, tapi juga soal penguatan kapasitas produksi nasional," kata Ronny, dalam keterangannya, Senin (28/3/2022).

Menurutnya, keberadaan satu dua barang produksi dalam negeri belum cukup untuk mempengaruhi pilihan para pembuat keputusan di level teknis pengadaan barang, jika barang impor dari China atau manapun ternyata lebih murah.

Sehingga keputusan mengimpor barang menjadi sangat rasional, jika harga produk dalam negeri tidak kompetitif.

Untuk itu, Jokowi tidak cukup hanya bergantung pada satu produk dalam negeri untuk kategori tertentu, tapi harus bertumpu pada banyak produk yang sama yang didukung ekosistem industri yang kompetitif.

Sehingga kebutuhan atas barang-barang tertentu bisa benar-benar disubstitusi, dengan mudah dan dengan harga yang tidak merugikan keuangan negara.

"Jadi persoalannya bukan hanya pada keberadaan para importir yang doyan mencari rente dari kuota impor, yang memang merusak kesehatan ekonomi nasional, tapi juga pada ekosistem industri nasional yang nyaris terlupakan oleh Jokowi selama ini karena terlalu terpaku pada proyek-proyek infrastruktur," ujarnya.

Oleh karena itu, tidak sekedar mengkritik, pemerintah sudah waktunya mulai menginventarisir produk-produk kebutuhan domestik yang bisa diproduksi di dalam negeri dengan harga yang kompetitif alias tidak kalah bersaing dengan harga produk impor dan kualitasnya yang juga bagus.

 

4 dari 5 halaman

3. Tiga Hal yang Harus Dilakukan Pemerintah

Jokowi mengeluhkan soal pengadaan barang dan jasa di institusi pemerintah dan BUMN yang lebih didominasi oleh barang impor. Ronny menilai itu merupakan sinyal bahwa Jokowi kurang perhatian kepada kondisi struktural perekonomian nasional selama ini.

"Karena itu, tidak sekedar mengkritik, pemerintah sudah waktunya mulai menginventarisir produk-produk kebutuhan domestik yang bisa diproduksi di dalam negeri dengan harga yang kompetitif alias tidak kalah bersaing, dengan harga produk impor dan kualitasnya yang juga bagus," kata Ronny.

Dia pun mengusulkan 3 hal yang harus dilakukan Pemerintah, agar pengadaan barang dan jasa di dalam negeri tidak melulu impor. Pertama, pemerintah harus tetap fokus pada keunggulan komparatif industri nasional di segala sektor. Semua produk dan barang yang hanya ada di Indonesia harus diberi penekanan lebih dan didorong untuk muncul ke level nasional dan global.

Kedua, setelah itu, membuka semua peluang untuk strategi substitusi impor, memilah-milah barang dan produk yang bisa dialihkan ke dalam negeri dengan biaya yang kompetitif dan kualitas yang tetap bagus.

Ketiga, mulai memikirkan strategi keunggulan kompetitif untuk barang-barang produksi domestik yang bisa dibawa bersaing dengan produk global lainya.

Sampai saat ini, nyaris tidak ada produk industri nasional yang muncul sebagai brand global, mayoritas adalah bahan-bahan mentah.

"Bukankah sangat disayangkan. Pendeknya, ketiga strategi ini harus dijalankan secara paralel agar Indonesia tidak tertinggal. Pemerintah harus merumuskan ketiga strategi ini mulai dari konsep sampai ke tataran teknis dengan jangka waktu yang juga masuk akal," pungkasnya.

5 dari 5 halaman

Poin Penting Pidato Politik Jokowi di HUT ke-49 PDIP

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.