Sukses

4 Tanggapan Berbagai Pihak soal Aksi Mogok Perajin Tahu dan Tempe

Para perajin tahu dan tempe sempat dikabarkan akan mogok melakukan produksi lantaran melambungnya harga kedelai sebagai komoditi utama pembuatannya.

Liputan6.com, Jakarta - Para perajin tahu dan tempe dikabarkan melakukan aksi mogok produksi lantaran melambungnya harga kedelai sebagai komoditi utama pembuatan dua produk tersebut.

Sejumlah pihak pun angkat bicara. Salah satunya Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.

Menurut Bhima, mogok kerja perajin tahu dan tempe karena harga kedelai naik ini selalu terjadi setiap tahun. Dia menilai, pemerintah tidak bisa berbuat banyak untuk mengendalikan harga kedelai.

"Ini seperti deJavu, apa yang terjadi dengan kedelai saat ini sama dengan di posisi Januari 2021," kata Bhima saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Minggu 20 Februari 2022.

Sementara itu, Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan produksi kedelai lokal 1 juta ton pada 2022. Target tersebut dicanangkan guna menjawab kebutuhan produksi tahu dan tempe yang terganggu akibat kenaikan harga kedelai impor.

Berikut sederet tanggapan berbagai pihak terkait para perajin tahu dan tempe yang sempat dikabarkan mogok melakukan produksi lantaran melambungnya harga kedelai, dihimpun Liputan6.com:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Ekonom

Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad, menyarankan pemerintah mulai mengurangi ketergantungan impor kedelai. Langkah ini supaya harga kedelai tidak terus-menerus fluktuatif.

"Harusnya kita sudah mulai mengurangi impor, karena memang kita lihat produksi kedelai dari tahun ke tahun mengalami penurunan," kata Tauhid kepada Liputan6.com, Senin (21/2/2022).

Selama ini karena Indonesia tergantung kedelai impor, setiap kenaikan harga kedelai dunia akan berpengaruh kepada komoditas di Indonesia termasuk tempe dan tahu yang berbahan baku kedelai impor.

Menurut Tauhid, terdapat 3 permasalahan yang harus diselesaikan pemerintah terkait mahalnya kedelai yang berimbas kepada produsen dan pedagang tahu dan tempe.

"Pertama, luas lahan bersaing dengan komoditas jagung maupun komoditas lainnya," ujarnya.

Kedua, mengenai produktivitas. Produksi kedelai di dalam negeri hanya mampu mencapai 1-2 juta ton per hektar. Sementara negara lain bisa 4 juta ton per hektar.

"Menurut saya, kita bisa menggunakan bibit kedelai hibrida yang sama dengan impor, sedangkan menggunakan bibit lokal produktivitasnya tidak bisa nendang atau maksimal. Saya kira ada persoalan disitu yang belum ada titik terangnya," jelasnya.

Namun, permasalahan lainnya muncul yaitu pengelolaan penanaman kedelai di Indonesia masih sederhana dibandingkan negara lain yang sudah menerapkan teknologi.

"Ketiga soal insentif, lama kelamaan petani enggan menanam meskipun sudah dipaksa, kita punya masalah dari segi produksi," ucap Tauhid.

Tak bisa dipungkiri, harga kedelai diprediksi dalam beberapa bulan ke depan masih akan tinggi atau mahal. Hal itu disebabkan oleh China yang tingkat permintaan kedelainya jauh lebih tinggi dan mereka memiliki kontrak berjangka lama.

"Kita dengan melihat situasi ini, para pelaku usaha di Indonesia tidak berani melakukan kontrak berjangka, jadi ketika di market belinya segitu," ujar Tauhid.

Menurutnya, Pemerintah harus bisa fasilitasi pembelian kontrak berjangka untuk kedelai, kemudian skema pendanaannya seharusnya telah disiapkan. Daripada harga kedelai sekarang naik turun terus yang pada akhirnya pengrajin dan pedagang mogok produksi dan jualan.

Demikian, yang perlu diwaspadai China akan terus dominan beberapa tahun terakhir, maka Pemerintah Indonesia seharusnya melakukan pendekatan dengan negara lain yang kerjasama dengan Chinanya kurang.

"Saya belum tahu negara mana saja, ada Amerika Serikat, Argentina, Brazil, harusnya kita mulai lakukan kerjasama dengan importir negara itu dalam jangka panjang," pungkasnya.

 

3 dari 6 halaman

2. Direktur Celios

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menjelaskan, mogok kerja perajin tahu dan tempe karena harga kedelai naik ini selalu terjadi setiap tahun. Menurutnya, pemerintah tidak bisa berbuat banyak untuk mengendalikan harga kedelai.

"Ini seperti deJavu, apa yang terjadi dengan kedelai saat ini sama dengan di posisi Januari 2021," kata Bhima saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Minggu 20 Februari 2022.

Apalagi kenaikan harga kedelai juga dipicu inflasi yang terjadi di Amerika Serikat, negara sumber impor kedelai Indonesia. Tak hanya itu, beban biaya logistik selama pandemi jadi bengkak.

Faktor lainnya, pemanfaatan kedelai sebagai pengganti dari minyak sawit di luar negeri. Kenaikan harga sawit nyatanya berdampak pada beralihnya masyarakat di Amerika Serikat, Amerika Latin hingga Eropa mencari alternatif minyak nabati. Pilihan pun jatuh pada kedelai atau dikenal dengan istilah soybean oil.

"Mereka mencari alternatif soybean oil sebagai alternatif minyak nabati lainnya," kata dia.

Selain itu, saat ini permintaan kedelai dari China meningkat signifikan. Di China, kedelai tidak hanya dikonsumsi manusia, melainkan digunakan untuk pakan ternak.

"Jadi ini semuanya karena faktor eksternal yang bermain," katanya.

Di sisi lain, Indonesia sangat ketergantungan terhadap impor kedelai karena kebutuhannya yang tinggi. Sementara sampai saat ini belum ada upaya serius pemerintah untuk melakukan substitusi impor kedelai. Tujuannya untuk mendorong produksi kedelai nasional, peningkatan mutu dan kualitas, serta peningkatan dari jumlah produksi setiap tahunnya.

"Ini tidak ada upaya maksimal ke sana, jadi ketergantungan impor," kata dia.

Sehingga apa yang terjadi di negara penghasil kedelai, akan berdampak sangat signifikan terhadap keberlangsungan pengrajin tahu dan tempe di Tanah Air.

Namun, bukan berarti pemerintah tidak bisa mengambil tindakan atau mencarikan solusi. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, meminta para importir untuk membuat kontrak kerjasama jangka panjang kepada produsen kedelai di luar negeri. Cara ini dianggap bisa membuat harga kedelai lebih stabil.

"Panggil semua importir kedelai untuk menekan produsen menjadi kontrak jangka panjang sehingga stabilitas harga kedelai ini bisa terjamin," kata dia.

Bhima menyebut, selama ini importir dengan produsen kedelai di luar negeri meneken kerjasama jangka pendek. Akibatnya risiko fluktuasi harga kedelai tidak bisa terhindarkan.

"Jadi jangan hanya kontrak jangka pendek. Kontrak jangka panjang bisa meminimalisir terjadinya fluktuasi harga bahan baku kedelai," sambungnya.

Solusi lainnya, dengan memberikan subsidi kepada para pengrajin tahu dan tempe. Hal ini sebagai upaya untuk mencegah para pengrajin mogok produksi. Mengingat tahu dan tempe merupakan sumber alternatif protein yang terjangkau bagi masyarakat kelas bawah.

"Berikan mereka subsidi, cari jalan keluarnya kasih subsidi karena tahu tempe ini alternatif protein yang paling terjangkau lapisan masyarakat ke bawah," katanya.

Pemerintah juga harus memastikan agar tidak ada penimbunan atau manipulasi dari importir kedelai. Apalagi dalam beberapa bulan kedepan memasuki momentum bulan puasa dan lebaran.

Kondisi ini bisa diperparah kalau terjadi fluktuasi nilai tukar rupiah. Termasuk juga rencana tapering off di negara maju yang bisa membuat biaya impor meningkat signifikan.

"Sekarang saja, ketika rupiah stabil harga kedelai sudah mahal. Apalagi ketika terjadi lonjakan atau Depresiasi nilai tukar rupiah, harga kedelai akan melonjak signifikan. Jadi stabilitas nilai tukar ini juga menentukan stabilitas harga kedelai impor," kata dia mengakhiri.

 

4 dari 6 halaman

3. Disperdag Bekasi

Kenaikan harga kedelai impor di pasaran membuat ratusan produsen tahu dan tempe di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, melakukan mogok produksi secara massal mulai hari ini (21/2/2022).

Menanggapi hal ini, Dinas Perdagangan Kabupaten Bekasi menginstruksikan kepada seluruh UPTD Pasar agar rutin memantau aksi mogok massal yang rencananya akan berlangsung hingga tiga hari ke depan.

Upaya ini demi memastikan kondisi tetap kondusif selama para pengrajin tahu tempe menjalankan aksi mogok massal.

"Sudah diinstruksikan ke semua UPTD agar memantau dan mengimbau pedagang tahu dan tempe untuk melakukan aksi mogok secara damai dan tertib," kata Kabid Pengendalian Barang Pokok dan Penting (Gapokting) Dinas Perdagangan Kabupaten Bekasi, Helmi Yenti.

Helmi berujar, pihaknya cukup memaklumi dengan tindakan mogok massal para pengrajin yang dipicu melambungnya harga kedelai impor sebagai bahan baku pembuatan tahu tempe.

Meski begitu, ia berharap para produsen dapat kembali menjalankan produksi tahu tempe, sehingga tetap tersedia di pasaran. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama para pedagang yang memakai kedua pangan tersebut untuk dagangannya.

Untuk produksi di tengah lonjakan harga kedelai, lanjut Helmi, bisa disiasati para produsen dengan memodifikasi ukuran tahu tempe yang disesuaikan dengan harga bahan baku.

"Kalau saya sih berharap para pedagang bisa tetap produksi, misalnya dengan cara mengurangi ukuran tahu tempe di pasaran. Dengan begitu para pedagang bisa tetap menjalankan roda perekonomiannya dan ketersediaan tahu tempe tetap ada di pasaran," imbuhnya.

Selain Kabupaten Bekasi, aksi mogok massal juga dilakoni para produsen tahu tempe di wilayah Jabodetabek. Para pengrajin menuntut harga kedelai impor yang saat ini mencapai Rp 12.000, kembali turun ke harga normal, yakni berkisar Rp 9.500-10.000 per kg.

 

5 dari 6 halaman

4. Kementan

Kementerian Pertanian (Kementan) target produksi kedelai lokal 1 juta ton pada 2022 ini. Target tersebut dicanangkan guna menjawab kebutuhan produksi tahu dan tempe, yang terganggu akibat kenaikan harga kedelai impor.

"Kami sudah mendapat arahan dari pimpinan, tahun ini kami diminta untuk menaikan produksi. Target produksi kami diminta 1 juta ton, selama setahun di 2022," kata Direktur Aneka Kacang dan Umbi Kementan Yuris Tiyanto kepada Liputan6.com, Senin (21/2/2022).

Guna mengejar target tersebut, Yuris menyatakan, Kementan berencana untuk melakukan peningkatan penanaman pada puncak musim tanam, yakni per periode April-Juni.

Selain itu, luas area tanam kedelai lokal juga akan ditingkatkan, sehingga total menjadi 650 ribu ha di tahun ini.

"Untuk mengejar itu, kami sudah merencanakan untuk peningkatan penanaman mulai dari bulan April-Juni. Pada bulan-bulan itu kita ditarget (tanam di) 300 ribu ha. Kemudian sisanya akan dicapai Juli-Oktober," terangnya.

Yuris pun berharap, proyeksi produksi 1 juta ton kedelai tidak terganggu oleh faktor cuaca. Sehingga produksi kedelai lokal bisa naik 800 ribu ton dari 2021 lalu.

"Kita berharap sesuai kebiasaan tahun-tahun sebelumnya, puncak musim tanamnya bulan April-Juni. Itu yang akan kita kejar. Kita merencanakan menanam di 14 provinsi," ungkapnya.

"Tapi yang jelas tahun sebelumnya target hanya tercapai 200 ribu ton. Sekarang kita target 1 juta ton. Itu dalam rangka kebutuhan pabrik tempe/tahu, itu 1 juta ton," tandas Yuris.

6 dari 6 halaman

Harga Kedelai Melambung, Perajin Tahu Tempe Kelimpungan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.