Sukses

Bongkar Kasus Korupsi Malah Jadi Tersangka, LPSK: Ini Preseden Buruk

Nurhayati menyandang status sebagai tersangka usai melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Kepala Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat berinisal S.

Liputan6.com, Jakarta - Nurhayati menyandang status sebagai tersangka usai melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Kepala Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat berinisal S. Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution tutut memberikan komentar.

Menurut dia, Nurhayati seharusnya mendapat apresiasi. Dia menerangkan, penetapan tersangka terhadap pelapor dikhawatirkan menghambat upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Kasus ini membuat para pihak yang mengetahui tindak pidana korupsi tidak akan berani melapor, karena takut akan ditersangkakan seperti Nurhayati,” kata dia dia dalam keterangan tertulis, Minggu (20/2/2022).

Nasution menyebut, status tersangka terhadap pelapor kasus korupsi menciderai akal sehat, keadilan hukum dan keadilan publik.

“Mantan Bendahara Desa Citemu, Nurhayati, yang mengungkap kasus kerugian negara sebesar Rp 800 juta dari 2018 hingga 2020 ditetapkan menjadi tersangka. Ini tentu menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi Dana Desa yang dilakukan oknum Kuwu di Kabupaten Cirebon,” terang dia.

Menurut Nasution, jika benar Nurhayati telah menjalankan tugasnya sebagai bendahara desa sesuai tupoksi, di mana dalam mencairkan uang (Dana Desa) di Bank BJB sudah mendapatkan rekomendasi Camat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), seharusnya yang bersangkutan tidak boleh dipidana.

“Pasal 51 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), menyebutkan, orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana,” tegas Nasution.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dijamin UU Perlindungan Saksi

LPSK, lanjut Nasution, mengingatkan bahwa posisi hukum Nurhayati sebagai pelapor dijamin oleh UU Perlindungan Saksi dan Korban untuk tidak mendapatkan serangan balik, sepanjang laporan itu diberikan dengan itikad baik.

“Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya. Jika ada tuntutan hukum terhadap Pelapor atas laporannya tersebut, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan telah diputus oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap,” beber Nasution.

Bahkan, kata Nasution, dalam PP No.43 Tahun 2018, dikatakan masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam.

Dengan PP 43/2018 tersebut, masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam dan premi yang besarannya maksimal Rp200 juta,” katanya.

“LPSK akan ambil langkah proaktif menemui yang bersangkutan guna menjelaskan hak konstitusional Nurhayati untuk mengajukan permohonan perlindungan kepada negara khususnya kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), jika yang bersangkutan membutuhkan perlindungan,” pungkasnya.

3 dari 3 halaman

Infografis

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.