Sukses

Kemenag Susun Mitigasi Cegah Kasus Kekerasan Seksual di Pesantren

Kementerian Agama (Kemenag) terus berupaya menggencarkan mitigasi dalam rangka mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) terus berupaya menggencarkan mitigasi mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren. Terlebih, sejumlah kasus tercatat terjadi di tempat sebenarnya tidak memenuhi unsur kriteria pondok pesantren, sehingga mencoreng nama baik lembaga pendidikan tersebut.

"Pemahaman kepada pesantren, pesantren merupakan tempat yang memungkinkan terjadinya aktivitas kejahatan seksual, saya ingin menyampaikan bahwa sepenuhnya itu tidak benar," tutur Dirjen Pendidikan Kemenag M Ali Ramdhani di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (3/2/2022).

Menurut Ali, lokasi terjadinya kekerasan seksual yang belakangan menjadi sorotan publik sangatlah sedikit dibandingkan jumlah total pondok pesantren yang ada di Indonesia.

"Karena kalau kita berbasis pada fakta-fakta, kepada angka yang menunjukkan yang menyebut dirinya menjadi bagian pada pesantren, itu jumlahnya kalau dibandingkan dengan seluruh jumlah pesantren yang tercatat 32 ribu, dia hanya bagian kecil," jelas dia.

Meski begitu, Ali menyatakan rasa kecewa dan sedih lantaran kasus kekerasan seksual tidak seharusnya terjadi di sebuah tempat yang mestinya menjadi pusat perlindungan diri anak bangsa.

"Pada saat ini kami tengah menyusun berbagai mitigasi, termasuk dengan ruang-ruang yang memungkinkan menutup kemungkinan terjadinya pelecehan seksual di lembaga pendidikan keagamaan. Hari ini kita menyusun yang mana melibatkan berbagai pihak," kata Ali.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ruang Gelap

Ali menyatakan, sejauh ini peristiwa kejahatan seksual yang terjadi banyak diakibat oleh adanya ruang gelap di lingkungan lembaga pendidikan tersebut. Sehingga pada akhirnya membangun peluang bagi pimpinannya atau siapa pun untuk melakukan tindak pidana kejahatan seksual.

"Yang saya maksud ruang gelap itu adalah apabila sebuah lembaga pendidikan menutup diri dari monitoring stakeholder, khususnya orang tua. Kita berharap agar seluruh orang tua yang menitipkan siswanya ke sebuah lembaga itu memiliki akses yang kuat. Sebuah lembaga pendidikan harus memberikan ruang yang cukup untuk orang tua memantau, melihat. Orang tua berhak untuk melakukan melihat perkembangan anaknya," ujar Ali.

Lembaga pendidikan harus dapat termonitor oleh lingkungan masyarakat sekitar. Baik misalnya ruangan dengan kaca yang tidak dicat, sehingga semua orang dapat memantau yang terjadi di dalam sebuah lembaga pembelajaran tersebut.

"Salah satu impiannya memperkenankan stakeholder, terutama orang tua, pemuka agama, masyarakat, siapa pun untuk menelisik sebuah lembaga pendidikan. Tidak boleh sebuah lembaga pendidikan bersifat eksklusif, tetapi bersifat inklusif. Semua orang dimungkinkan memantau secara langsung proses pendidikan," Ali menandaskan.

3 dari 3 halaman

Infografis

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.