Sukses

Masih PTM, Waspada Omicron Ancam Anak-Anak

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi mengungkapkan sekitar 12 persen dari total kasus Omicron di Indonesia merupakan anak-anak.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi mengungkapkan sekitar 12 persen dari total kasus Omicron di Indonesia merupakan anak-anak. Saat ini, total kasus Omicron sebanyak 2.980.

"Kalau anak-anak positif Omicron ada 12 persen," katanya di Jakarta, Rabu (2/2/2022).

Menurut Nadia, anak-anak yang terjangkit Omicron ini berusia di bawah 14 tahun.

"Anak-anaknya usia di bawah 14 tahun," ucapnya.

Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman meminta pemerintah agar mengurangi mobilitas masyarakat dengan berlakukan pembelajaran secara daring dan lakukan kebijakan WFH.

"Melindungi anak-anak ini adalah dengan cara bukan hanya vaksinasi tapi juga membatasi mobilitas interaksi mereka," kata dia.

"Misalnya PTM dihentikan sementara, paling tidak sampai awal Maret bisa dibuka lagi. Kalau ini dilakukan, yang menerima manfaat tidak hanya anak, tapi juga adik-adiknya yang belum divaksin," lanjutnya.

Selain itu, pemerintah melakukan percepatan vaksinasi bukan hanya pada anak, tetapi dewasa.

"Inilah yang secara tidak langsung melindungi anak-anak," kata dia.

Jangan sampai kebijakan pemerintah ini terlambat dilakukan.

"Kalau sudah terjadi peningkatan di RS ini telat. Untuk memperbaikinya perlu 2 minggu. Selama ini akan jatuh terus kematiannya," tandas Dicky.

Sementara Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mengusulkan opsi PTM dibuat 50 persen saja, setidaknya sampai varian Omicron mereda.

"Saya sarankan baiknya dibikin 50 persen lagi, dengan opsi daring sebagian lagi sampai mereda Omicron ini. Diperkirakan bulan Maret," kata dia kepada wartawan, Rabu (2/2/2022).

Dede telah mengusulkan ini kepada Mendikbudristek Nadiem Makarim agar segera evaluasi karena ada ancaman varian baru. Ketika itu tidak ada tanggapan cepat dari yang bersangkutan.

Nadiem berpegangan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri dan melemparkan kepada pemerintah daerah untuk memutuskan penyelenggaraan pembelajaran tatap muka. Dalam SKB itu, daerah dengan PPKM level I dan II dapat menyelenggarakan PTM 100 persen.

"Mendikbud tetap berpegangan pada SKB 4 menteri, dan melempar kepada pemda untuk memutuskan, sementara pemda juga bingung dan masih menunggu instruksi PPKM dari pusat," ujar Dede.

"Bahkan saya dengar banyak Kadisdik daerah yang menegur sekolah jika tidak laksanakan PTM," sambung politikus Demokrat ini.

Dede menyambut baik sikap Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang meminta PTM kembali dievaluasi. Khususnya di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Menurutnya, tidak perlu penyelenggaraan PTM ini terus mengacu pada SKB 4 Menteri.

"Artinya dalam suasana ketidakpastian ini kita harus cepat tanggap dengan respon yang ada di publik. Tidak usah mengacu kepada SKB semua," kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Permintaan Anies Baswedan

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengusulkan agar pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) dihentikan selama satu bulan ke depan menyusul kasus Covid-19 di wilayahnya naik.

Adapun usulan ini disampaikannya kepada Ketua Satgas Covid-19 Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan.

"Tadi siang, (saya) berkomunikasi dengan pak Luhut B Pandjaitan sebagai Ketua Satgas Covid-19 Jawa-Bali, (saya) menyampaikan usulan agar untuk Jakarta, PTM atau Pembelajaran Tatap Muka ditiadakan selama satu bulan ke depan," kata Anies di Taman Benyamin Suaeb, Jakarta, Rabu (2/2/2022).

Menurut dia, nanti siswa bisa kembali melakukan pembelajaran jarak jauh sembari memantau perkembangan Covid-19 di Jakarta.

"Jadi selama satu bulan ke depan, pembelajaran 100% jarak jauh atau belajar di rumah saja sambil nanti kita pantau kondisi Covid-19 seperti apa," kata Anies.

Dia mengatakan, bahwa keputusan PTM kali ini berbeda dengan masa pembatasan masyarakat sebelumnya. Saat pembatasan mobilitas masyarakat dengan penggunaan istilah PSBB, kewenangan PTM ada pada kepala daerah.

Saat pembatasan masyarakat menggunakan istilah PPKM khususnya di Jawa-Bali, kewenangan keputusan PTM ada di pemerintah pusat.

Karena itu, pihaknya akan menunggu hasil dari pemerintah pusat. "Nanti hasilnya seperti apa, kita update kemudian," kata Anies.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.