Sukses

BMKG Sebut Konsep Bangunan yang Buruk Bukti Masyarakat Belum Siap Hadapi Bencana

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan konsep bangunan dan tata ruang kawasan permukiman yang buruk menjadi bukti masyarakat belum siap hadapi bencana.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan sebenarnya bukan gempa bumi yang mengakibatkan korban jiwa. Namun, banyak korban yang meninggal akibat tertimpa bangunan.

Menurut dia, ini adalah bukti bahwa konsep bangunan dan tata ruang kawasan permukiman buruk dan masyarakat belum siap hadapi bencana.

“Bukan gempa bumi yang mengakibatkan korban jiwa maupun luka-luka dalam setiap kejadian. Tapi akibat tertimpa bangunan,” kata Dwikorita di Jakarta, Sabtu, (29/1/2022).

Dwikorita mengatakan, dinamika kegempaan yang tak menentu ditambah tata ruang permukiman tidak dirancang dengan baik dan adaptif terhadap bencana, dapat memperburuk kondisi pada masyarakat akibat gempa bumi.

Berdasarkan hasil kajian BMKG, penyebab runtuhnya bangunan selain lokasi yang berada di atas lapisan tanah dengan klasifikasi tanah lunak (SE) adalah konstruksi bangunan yang tidak memenuhi standar tahan terhadap gempa bumi.

Contohnya, saat gempa Magnitudo 6,6 di Kabupaten Pandeglang, Banten pada Jumat (14/1/2022) lalu kerusakan bangunan cukup parah.

Kerusakan pada banyak bangunan itu kemudian diperparah dengan kepanikan masyarakat karena kurangnya ilmu pengetahuan dan keterampilan mengantisipasi dan menghadapi bencana.

Menurutnya, realitas itu telah membuktikan bahwa Indonesia belum siap menghadapi gempa besar yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Sehingga diperlukan perencanaan dan konsep pembangunan yang diperhitungkan baik secara potensi risikonya, dampak akibat serta bahaya bencana itu di suatu wilayah.

“Gambaran sikap masyarakat yang panik, membawa pesan tersendiri khususnya bagi para stakeholder, para asosiasi profesi bangunan dan kementerian lembaga terkait, terkait perlunya pemahaman kewilayahan terutama yang berpotensi menjadi wilayah terdampak,” ujar dia seperti dikutip dari Antara.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perlu Mitigasi yang Struktural

Dwikorita mengatakan, bila dalam usaha membangun kewaspadaan, kesiapsiagaan dan melakukan mitigasi secara struktural maupun kultural terhadap bencana gempa bumi dan tsunami pada masyarakat, perlu terus ditingkatkan melalui partisipasi aktif dari hubungan pentahelix semua pihak.

Dalam hal ini, dia meminta agar Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) dapat turut serta menyelesaikan masalah tersebut melalui pemberian pemahaman perlunya memperketat penerapan peraturan pembangunan bangunan tahan gempa di wilayah atau zona yang berpotensi terdampak akibat aktivitas suatu sumber kegempaan.

“Saya berharap HAKI bisa turut bersinergi dan berkolaborasi memberikan rekomendasi-rekomendasi positif kepada pemerintah daerah sehingga bisa dapat segera diintegrasikan dalam kebijakan-kebijakan konkrit. Mengingat, langkah dan sistem mitigasi kebencanaan menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah atau kota sesuai Permendagri Nomor 101 Tahun 2018,” katanya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • BMKG adalah singkatan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika yang berstatus Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPN).

    BMKG

  • Bencana