Sukses

Hakim di Surabaya di OTT KPK, MA Periksa Ketua PN Surabaya

Mahkamah Agung telah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan integritas aparatur peradilan melalui pembinaan secara terus menerus dan berjenjang serta pengawasan secara melekat.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA), Sobandi menyampaikan pihaknya tengah memeriksa Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya beserta pimpinan Panitera. Pasca terjaringnya hakim dan panitera dari operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

"Mahkamah Agung tidak berhenti sampai tertangkapnya oknum hakim dan panitera pengganti PN Surabaya," kata Sobandi dalam keterangannya, dikutip Jumat (21/1/2022).

Pemeriksaan tersebut dilakukan langsung Badan Pengawasan Mahkamah Agung, usai Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Itong Isnaeni Hidayat (IIH) serta Panitera Pengadilan Negeri Surabaya Hamdan (HD) ditetapkan sebagai tersangka oleh komisi antirasuah tersebut.

"Hari ini (Jumat) juga Badan Pengawasan Mahkamah Agung mengirim tim untuk memeriksa dan memastikan apakah atasan langsung yaitu ketua pengadilan negeri Surabaya dan panitera pengadilan negeri Surabaya," ujarnya.

Adapun pemeriksaan yang dilakukan nantinya berkaitan penerapan Maklumat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 01/Maklumat/KMA/IX /2017 perihal Pengawasan dan Pembinaan Hakim, Aparatur Mahkamah Agung, dan Badan Peradilan di Bawahnya.

Padahal, Mahkamah Agung telah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan integritas aparatur peradilan melalui pembinaan secara terus menerus dan berjenjang serta pengawasan secara melekat.

Sesuai dengan ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya.

"Tanggal 23 Desember 2021 KPK telah mengumumkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) dimana Mahkamah Agung sebagai lembaga yang disurvei memperoleh indeks integritas nasional 82,61 persen," sebut Sobandi.

Sobandi mengatakan, Indeks Integritas Nasional telah mengukur tingkat risiko korupsi pada kementerian /lembaga/ pemerintah daerah, melalui persepsi dan pengalaman masyarakat. Serta, data objektif dari pihak internal lembaga, masyarakat pengguna layanan, dan para pihak pemangku kepentingan.

"Melihat indeks integritas nasional Mahkamah Agung yg masih 82,61 persen artinya masih ada  sekitar kurang lebih 18 persen utk mencapai 100 persen bersih dari korupsi," ujarnya.

"Sehingga dengan adanya OTT hari ini semoga membantu Mahkamah Agung untuk mempercepat menjadi lembaga yg bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme," tambahnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hakim dan Panitera PN Surabaya Jadi Tersangka

 

Sebelumnya, Tim satgas KPK menangkap lima orang dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur. Lima orang ditangkap tim satgas KPK itu adalah hakim, panitera pengganti hingga pengacara. Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang dimaksud adalah Itong Isnaeni Hidayat.

"Kegiatan tangkap tangan ini atas dugaan tindak pidana korupsi berupa suap pengurusan perkara di PN Surabaya Jawa Timur," ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di Gedung KPK, Kamis, 20 Januari 2022.

Nawawi mengatakan Tim KPK mengamankan 5 orang orang di wilayah Kota Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu tanggal 19 Januari 2022 sekitar jam 15.30 Wib. Lima orang tersebut adalah IIH (Hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya, HD (Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Surabaya), HK (Pengacara dan Kuasa dari PT SGP), AP (Direktur PT SGP) dan DW (Sekretaris HK).

"Tiga orang ditetapkan tersangka yaitu, IIH, HD sebagai penerima dan HK sebagai pemberi suap," jelas Nawawi.

Nawawi mengungkapkan para tersangka saat ini dilakukan penahanan Rutan selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 20 Januari 2022 sampai dengan 8 Februari 2022. "HK ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Pusat. HD ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur dan IIH ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1," jelas dia

Sebagai Pemberi, HK disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sebagai Penerima, HD dan IIH disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.