Sukses

Ikatan Dokter Hewan Indonesia Gugat UU Cipta Kerja ke MK

Ikatan Dokter Hewan Indonesia menggugat UU Cipta Kerja ke MK berkaitan dengan perizinan berusaha di bidang pelayanan kesehatan hewan.

Liputan6.com, Jakarta - Ikatan Dokter Hewan Indonesia (IDHI) bersama dengan pemohon lainnya melakukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, berkaitan dengan perizinan berusaha di bidang pelayanan kesehatan hewan ke Mahkamah Konstitusi (MK), pada Rabu (5/1).

Dimana sidang Perkara 64/PUU-XIX /2021 tersebut telah diajukan IDHI selaku pemohon I; Jeck Ruben Simatupang pemohon II; Dwi Retno Bayu Pramono pemohon III; Deddy Fachruddin Kurniawan pemohon IV; Oky Yosianto Christiawan pemohon V; Desyanna pemohon VI yang diwakili kuasa hukum Putu Bravo Timothy.

Putu menjelaskan jika para pemohon, dalam kapasitasnya sebagai profesi dokter hewan maupun sebagai pengguna jasa dokter hewan, merasa bahwa hak konstitusionalnya atas pekerjaan dan penghidupan yang layak telah dilanggar.

"Menurut para Pemohon, Perubahan UU PKH dalam UU Hak Cipta telah mengalami pergeseran, bahwa setiap orang yang bekerja di bidang pelayanan kesehatan, yang semula wajib memiliki izin usaha, kini wajib memenuhi izin usaha," kata Putu seperti dikutip pada website mkri.id, Kamis (6/1).

Putu menerangkan jika Ikatan Dokter Hewan Indonesia selaku pemohon I adalah badan hukum swasta yang merupakan perkumpulan profesi dokter hewan di Indonesia guna mewakili kepentingan profesi dokter hewan/dokter hewan.

Sementara, pemohon lainnya adalah perseorangan warga negara Indonesia, baik dalam kapasitasnya sebagai profesi dokter hewan maupun sebagai pengguna jasa dokter hewan.

"Para Pemohon sebagai representasi profesi veteriner dan pengguna jasa veteriner pada akhirnya tidak dapat memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak," ujarnya.

Menurutnya, berlakunya Pasal 34 angka 16 ayat (2) dan Pasal 34 angka 17 ayat (1) UU Hak Cipta. Sedangkan kata 'Izin Usaha' memerlukan persyaratan yang bertentangan dengan gagasan kemudahan dalam proses permohonan izin usaha sebagaimana Pasal 27 ayat (2) UUD 1945.

Padahal, lanjut Putu, Frasa 'Izin Usaha' sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 angka 16 ayat (2) dan Pasal 34 angka 17 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta merupakan izin usaha berbasis risiko.

Sehingga, Putu menilai perizinan usaha tersebut dipandang memiliki konsekuensi perizinan usaha di subsektor peternakan dan kesehatan hewan yang memiliki tingkat risiko dan peringkat skala kegiatan usaha yang tinggi, termasuk UKM dan/atau usaha besar.

"Sedangkan kegiatan usaha pada subsektor pertanian dan kesehatan hewan tergolong usaha kecil," ujarnya.

"Maka, paling sedikit setiap orang yang bekerja di bidang pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan hewan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan hewan harus memiliki modal usaha lebih dari Rp 1 miliar untuk memulai maupun melanjutkan pekerjaannya," lanjutnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tanggapan Hakim MK

Menanggapi gugatan para pemohon, Ketua Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menegaskan, hal terpenting yang menjadi perhatian para Pemohon dalam membuat permohonan adalah mendeskripsikan identitas para Pemohon, Kewenangan MK, kedudukan hukum , alasan permohonan atau posita, dan petitum. atau materi yang dicari.

“Itu harus jelas dalam sebuah aplikasi. Jadi, tidak perlu ada kata pembuka atau pengantar dalam aplikasi tes hukum,” jelas Manahan

Sedangkan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mengatakan bahwa selain menguraikan kedudukan hukum , permohonan harus memuat konstitusi badan hukum privat yang menyebutkan tidak hanya pengurusnya, tetapi juga siapa yang berhak mewakili badan hukum tersebut di dalam dan/atau di luar pengadilan. .

“Kedua, di petitum ada kata primer dan subsider. Ini sebenarnya tidak perlu. Kemudian, Anda tidak hanya mengatakan, 'tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat'. Tidak ada arahan bahwa pasal yang dimintakan pengujian bertentangan dengan UUD 1945. Untuk menyatakan inkonstitusional harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945,” kata Wahiduddin.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh turut menyoroti wewenang MK. Dimana para pemohon dinilai tidak menggunakan sistematika berdasarkan Undang- undang MK terbaru. Termasuk tidak menjelaskan status badan hukum organisasi.

“Apa forum tertinggi dalam anggaran dasar Ikatan Dokter Hewan Indonesia? Apakah kongres, munas, atau apa. Agar dapat diberikan informasi untuk Ikatan Dokter Hewan Indonesia ini forum pengambilan keputusan yang mana yang tertinggi,” kata Daniel.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.