Sukses

Persoalkan Batas Waktu Hak Milik dalam UU Hak Cipta, PT Musica Studios Ajukan JR

Pemohon pada intinya mendalilkan Pasal 18 UU Hak Cipta menghalangi hak milik Pemohon atas suatu karya yang telah dilakukan perjanjian beli putus.

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) pada Senin (13/12/2021) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang perkara yang teregistrasi Nomor 63/PUU-XIX/2021 ini dimohonkan oleh PT Musica Studios yang diwakili oleh Otto Hasibuan selaku kuasa hukum Pemohon.

Materi yang diujikan Pemohon yaitu Pasal 18, Pasal 30, Pasal 122, Pasal 63 ayat (1) huruf b UU Hak Cipta. Menurut Pemohon, ketentuan pasal-pasal yang diujikam tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

Hak cipta yang dimaksudkan Pemohon dalam perkara ini adalah hak ekonomi. Pemohon pada intinya mendalilkan Pasal 18 UU Hak Cipta menghalangi hak milik Pemohon atas suatu karya yang telah dilakukan perjanjian beli putus.

"Sebab pasal tersebut memberikan ketentuan batas waktu atas sebuah karya cipta, yang kemudian suatu karya tersebut harus dikembalikan pada pemilik cipta setelah 25 tahun," ujar Otto Hasibuan secara virtual ke hadapan Majelis Sidang Panel yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams bersama dengan Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih selaku anggota panel.

"Maka, Pemohon menilai ketentuan tersebut merugikan karena hanya berstatus sebagai penyewa dan sewaktu-waktu harus mengembalikan hak tersebut pada pencipta karya," imbuh dia seperti dikutip dari laman mkri.id.

Selain itu, Pemohon mengungkap kehilangan hak ekonomi atas berlakunya ketentuan Pasal 122 UU Hak Cipta. Sebab, dengan dikembalikannya hak cipta kepada pencipta, maka Pemohon tidak dapat mengambil royalti atas eksploitasi yang dilakukan pihak lain atas fonogram dari sebuah karya tersebut. Padahal Pasal 63 ayat (1) huruf b UU Hak Cipta menjamin hak demikian terhadap Pemohon selaku produser untuk mendapatkan hak ekonomi dari eksploitasi fonogram selama 50 tahun sejak lahirnya.

Pemohon dalam petitumnya antara lain meminta MK menyatakan Pasal 18 dan Pasal 122 UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menyatakan Pasal 30 UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Kemudian, menyatakan Pasal 63 ayat (1) huruf (b) UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "selama 70 (tujuh puluh) tahun", sehingga Pasal 63 ayat (1) huruf (b) UU Hak Cipta selengkapnya berbunyi: Perlindungan Hak Ekonomi bagi: Produser fonogram, berlaku selama 70 tahun sejak fonogramnya difiksasi."

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kerugian Konstitusional

Terhadap permohonan ini, Hakim Konstitusi Arief Hidayat memberikan nasihat perbaikan permohonan yang terdiri dari format identitas Pemohon, kewenangan Mahkamah, dan kerugian konstitusional Pemohon. Arief menasihati agar uraian kerugian konstitusional tidak hanya tertuju kepada Pemohon semata tetapi juga semua pihak yang terlibat dengan pengaturan yang dimuat dalam UU Hak Cipta.

"Diharapkan argumentasinya tak hanya kebutuhan Pemohon, tetapi juga yang berlaku universal," sampai Arief.

Selanjutnya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih memberikan nasihat terkait objek permohonan perkara, yakni norma yang diujikan dan ketentuan UUD 1945 yang dijadikan landasan pengujian. Sehingga terlihat jelas kerugian konstitusional yang dianggap Pemohon terlanggar dari hak yang diberikan UUD 1945 atas berlakunya UU Hak Cipta.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.