Sukses

Densus 88 Polri Endus Ada 181 Lembaga Nonprofit Terkait dengan Terorisme

Berdasarkan data intelijen Densus 88 Antiteror Polri per Juni 2021, ditemukan 181 lembaga nonprofit yang dibentuk dan berafiliasi dengan kelompok teror.

Liputan6.com, Jakarta - Kasubditanalis Prod Ditintelijen Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, Kompol I Made Wisnu Wardhana mengungkap, terdapat 181 lembaga nonprofit yang terindikasi terkait dengan kelompok teroris sampai Juni 2021.

"Berdasarkan data intelijen per Juni 2021 ada 181 nonprofit organization dari berbagai macam bentuk yang dibentuk oleh kelompok teror, terafiliasi oleh individu atau kelompok teror dan yang ketiga disalahgunakan oleh kelompok teror," kata Wisnu dalam sebuah webinar, Selasa (7/12/2021).

Wisnu menjelaskan, tren pembentukan lembaga amal oleh kelompok teror mengalami musim semi pasca 2013. Di mana banyak tumbuh lembaga-lembaga amal yang diciptakan untuk menyokong pendanaan kelompok terorisme.

Wisnu mengungkapkan, era awal pembentukan badan amal untuk pendanaan teroris kali pertama diciptakan oleh kelompok Jamaah Islamyiah (JI).

Kala itu tercatat ada tiga organisasi nonprofit yang terkait dengan pendanaan teroris, yakni Al Haramain Foundation Indonesia, Komite Aksi Penanggulangan Krisis (Kompak), dan Hilal Ahmar Society Indonesia.

Sementara pascatahun 2013, Wisnu mencatat ada dua lembaga amal yang terkait dengan JI, yakni Syam Organizer dan Baitul Maal Abdurrahman bin Auf.

"Mereka ini menggunakan beberapa metode cara pengumpulan dana seperti broadcast di sosial media, melakukan direct donation, yaitu pada setiap acara keagamaan mereka akan berkeliling untuk meminta donasi," papar dia.

Yang menarik dari itu semua adalah mereka menggunakan kotak amal yang ditebar di sejumlah tempat umum seperti warung makan, restoran, dan toko-toko kelontong.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

2013 Titik Awal Pergesaran Tren

Wisnu melihat, penggunaan lembaga nonprofit untuk mendulang dana bagi kelompok teror menandai pergeseran mekanisme pendanaan mereka.

Sebelum 2013, di saat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme belum disahkan, mekanisme pendanaan kelompok teror banyak mengandalkan bantuan dari luar atau bersifat dependen.

"Kemudian beralih menjadi kelompok independen dan mandiri dalam upaya pengumpulan dana untuk mendukung aksi terorisme," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.