Sukses

Ikuti Nasihat Hakim Konstitusi, Materi Pengujian UU Polri Diperbaiki Pemohon

Sedangkan mengenai alasan-alasan permohonan dalam posita, tidak mengalami perubahan.

Liputan6.com, Jakarta Sidang dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (6/12/2021) secara daring.

Dalam perbaikan permohonan pada bagian Kewenangan Mahkamah, para Pemohon menuliskan pasal yang diuji dan batu ujinya sesuai nasihat Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih pada sidang pemeriksaan pendahuluan.

"Kami sudah memperbaiki pada halaman 3 untuk poin 5," kata kuasa para Pemohon, Eliadi Hulu kepada Panel Hakim yang terdiri dari Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul (Ketua Panel) didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh (masing-masing sebagai Anggota Panel).

Para Pemohon juga melakukan perbaikan pada bagian kedudukan hukum. Para Pemohon menuliskan pasal-pasal yang bertautan dalam UU Polri ditulis secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan saran Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dalam sidang pendahuluan. Sedangkan mengenai alasan-alasan permohonan dalam posita, tidak mengalami perubahan.

Dikutip dari laman mkri.id, permohonan Nomor 60/PUU-XIX/2021 dalam perkara pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) terhadap UUD 1945, diajukan oleh Leonardo Siahaan dan Fransiscus Arian Sinaga (Para Pemohon).

Materi yang dimohonkan pengujian yaitu Pasal 16 ayat (1) huruf d UU Polri menyatakan, "Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk: d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri."

Eliadi Hulu selaku kuasa para Pemohon menjelaskan kedudukan hukum para Pemohon sebagai perorangan warga negara Indonesia yang melakukan aktivitas sehari-hari di luar rumah. Para Pemohon berpotensi diperiksa oleh aparat kepolisian guna melakukan pengecekan identitas pribadi sesuai dengan amanat Pasal 16 ayat (1) huruf d UU Polri.

"Para Pemohon mendalilkan telah timbul rasa kekhawatiran dan ketakutan dalam diri para Pemohon ketika melakukan aktivitasnya kemudian diberhentikan oleh petugas kepolisian guna pemeriksaan identitas atau tanda pengenal diri sebagaimana amanat pasal a quo," kata Eliadi Hulu secara daring dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Senin (22/11/2021) siang.

Dia menuturkan, kegiatan patroli tersebut sering kali dilakukan pada malam hari. Tidak tertutup kemungkinan dilakukan juga pada siang hari. Saat pemeriksaan juga terdapat tindakan petugas kepolisian yang kerap kali memarahi, membentak, meneriaki orang yang sedang diperiksa, hingga melakukan gerakan-gerakan yang mengarah pada perendahan harkat dan martabat manusia.

Kegiatan patroli petugas kepolisian dapat disaksikan melalui tayangan televisi yaitu dalam Program 86 dan Jatanras yang dinaungi oleh Stasiun Televisi Net TV dan Program The Police yang dinaungi oleh Stasiun Televisi Trans7.

Sedangkan kanal youtube yang menayangkan hasil rekaman video tersebut adalah kanal Trans7 Official dan 86 & Custom Protection serta kanal-kanal lainnya yang menampilkan tindakan-tindakan kepolisian dalam melakukan pemeriksaan yang merendahkan harkat dan martabat manusia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bukan Alasan bagi Polisi

Menurut para Pemohon, lengkap atau tidaknya identitas orang yang sedang diperiksa, di bawah pengaruh alkohol atau tidak, melakukan salah atau tidak, hal tersebut bukan merupakan alasan bagi petugas kepolisian untuk melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada perendahan martabat manusia.

Apalagi tindakan tersebut dilakukan sambil direkam dan ditayangkan di televisi atau youtube atau media lainnya sehingga dapat disaksikan oleh khayalak umum. Para Pemohon juga mengkhawatirkan adanya potensi rusaknya mental para Pemohon yang disebabkan oleh akibat yang ditimbulkan setelah hasil rekaman tersebut diakses oleh khayalak umum.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.