Sukses

HEADLINE: Menanti Ketuk Palu Pemilu 2024, Masih Ada Pekerjaan Rumah?

Hari H Pemilu 2024 disebut menemukan titik terang. Baik Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemerintah dan DPR juga disebut telah sepakat dengan tanggal 21 Februari.

Liputan6.com, Jakarta Hari H Pemilu 2024 disebut menemukan titik terang. Baik Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemerintah dan DPR juga disebut telah sepakat dengan tanggal 21 Februari.

Klaim tersebut disampaikan langsung oleh Komisioner KPU Pramono Ubaid. Menurutnya, semua pihak menghormati kewenangan lembaganya dalam menetapkan tanggal pemungutan suara.

Sebagai tindak lanjut dan penetapan tanggal, KPU telah menyurati Komisi II DPR agar menindaklanjuti pembahasan jadwal Pemilu 2024

KPU pun telah mengirimkan surat permohonan konsultasi dalam forum rapat dengar pendapat (RDP) untuk membahas rancangan Peraturan KPU tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu 2024.

Pramono mengatakan, dalam surat tersebut KPU berharap RDP bisa dilaksanakan pada tanggal 7 Desember atau paling lambat sebelum memasuki masa reses.

Dia menjelaskan, sifatnya masih berkonsultasi untuk menemukan aturan di Pemilu 2024, meskipun drafnya sudah disiapkan.

"Ya belum (disepakati). Kan baru kita kirimkan surat permohonan konsultasinya. Tapi nanti kan proses pembahasan kan masih berlangsung dalam RDP nanti. Ya kita menunggu undangan RDP dari DPR," kata Pramono kepada Liputan6.com, Rabu (1/12/2021).

Dia menuturkan, dasar penyusunan PKPU yang nanti akan dibahas tetap menggunakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Karena kan memang telah disepakati tidak ada revisi.

"Tapi kan untuk teknis-teknis tahapannya nanti kan KPU diberi kewenangan untuk mendetailkan itu melalui peraturan KPU, nah salah satunya peraturan KPU soal tahapan program dan jadwal yang kita ajukan untuk konsultasi itu," jelas Pramono.

Dia menyadari, bahwa tantangan Pemilu 2024 tak mudah, lantaran adanya Pilkada serentak juga. Karena itu, pihaknya berupaya untuk membuat jarak lebar antar kedua kontestasi tersebut agar tak mempengaruhi atau memberi dampak, terlebih pada Pilkada.

"Kita Ingin bagaimana ragulasi yang dibutuhkan untuk Pemilu itu disiapkan jauh-jauh hari. Jadi tidak mepet-mepet Pemilu. Makanya PKPU itu kita siapkan dari jauh hari itu dalam rangka untuk mengurangi kompleksitas itu," kata Pramono.

Dia pun menuturkan, soal adanya penerapan teknologi informasi di dalam pelaksanaan tahapan Pemilu, Misalnya untuk pendaftaran partai politik, lalu kemudian untuk rekapitulasi hasil penghitungan suara.

"Nah itu bagian dari upaya kita mengurangi kompleksitas penyelenggaraan Pemilu 2024 yang akan datang," jelas Pramono.

Meski demikian, dia menampik bahwa KPU untuk Pemilu 2024 menyiapkan pemungutan suara melalui metode elektronik.

"Yang kita siapkan bukan e-voting atau penghitungan suara elektronik atau e-counting, tetapi e-rekapitulasi. Jadi rekapitulasi hasil penghitungan suara secara elektronik nah itu yang kita siapkan," kata Pramono.

Senada, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, dalam rancangan PKPU nanti ada yang sifatnya perubahan, baru, atau kodifikasi.

"Proses pembentukan PKPU dilaksanakan sesuai mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Data sementara KPU ada sekitar 19 rancangan PKPU untuk Pemilu dan 14 rancangan PKPU untuk Pilkada," kata I Dewa Kade kepada Liputan6.com, Rabu (1/12/2021).

Menurut dia, jumlah PKPU tersebut tidak stagnan sampai di sana. "Nanti bisa berkembang sesuai kebutuhan," jelas I Dewa Kade.

Diyakininya, kompleksitas Pemilu 2024 yang berbarengan Pilkada membuat semua harus dijalankan dengan baik. Selain itu, perlu rencana yang matang untuk bisa berjalan dengan sempurna.

Karenanya, I Dewa Kade melihat ada sejumlah agenda penting dan strategis yang perlu mendapat atensi sejak awal, salah satunya PKPU tersebut.

"Perlu dipersiapkan dan dibentuk secara partisipatif dan progresif sehingga mampu menjawab kebutuhan," kata I Dewa Kade.

Selain itu, peningkatan kapasitas SDM dan konsolidasi kelembagaan Penyelenggara. Ini penting sekali.

"Penguatan aplikasi dan sistem IT KPU, perencanaan anggaran dan logistik, antisipasi Pandemi yang belum berakhir, faktor cuaca dan iklim, serta koordinasi dengan segenap stake holder," kata I Dewa Kade.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Harus Berinovasi

Sementara, Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiarti mengatakan,terkait aturan Pemilu sebenarnya tidak ada banyak yang berubah secara teknis lantaran tidak ada revisi UU Pemilu.

"Hanya yang paling mendesak dan penting untuk diatur secara teknis saat ini menurut saya adalah jadwal tahapan Pemilu dan penyederhanaan tata kelola pelaksanaan pemilu," kata Putri kepada Liputan6.com, Rabu (1/12/2021).

Menurut dia, kedua hal itu penting dalam konteks meminimalkan kerumitan teknis dan risiko pelaksanaan Pemilu serentak. "Apalagi kalau belajar dari pengalaman Pemilu sebelumnya," jelas Putri.

Dia pun mencontohkan, Pemilu sebelumnya banyak petugas TPS sakit hingga meninggal dunia lantaran kerumitan teknis Pemilu.

"Dan persoalan ini bisa diminimalkan risikonya dengan penyederhanaan teknis pelaksanaan kepemiluannya, termasuk misalnya dengan digitalisasi," jelas Putri.

Dia pun melihat, KPU sudah mengembangkan e-rekapitulasi. "Hal ini jika serius ingin dikembangkan, maka harus diatur teknisnya sejak awal, meski di tengah jalan sangat mungkin dikembangkan," tutur Putri.

Sementara, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati melihat selain PKPU dan jadwal Pemilu, KPU juga harus bisa melakukan simulasi-simulasi terkait tahapan Pemilu, termasuk jika ada gagasan atau inovasi yang akan diterapkan pada Pemilu 2024 nanti.

"Menurut kami memang idealnya ada perubahan di level UU. Terutama terkait tata kelola manajemen pemilunya saja, jadi kalaupun ada revisi sifatnya terbatas saja, bukan revisi besar. Atau pemerintah mengeluarkan Perppu. Misalnya untuk hal terkait penggunaan teknologi informasi. Apalagi baru-baru ini ada Putusan MK No 16/2021 yang menyatakan bahwa untuk memperbaiki manajemen Pemilu, kita perlu dilakukan pembenahan dari sisi UU," kata Khoirunnisa kepada Liputan6.com, Rabu (1/12/2021).

Namun, karena tidak ada perubahan UU, artinya secara sistem tetap sama dengan Pemilu 2019, sehingga yang perlu disiapkan adalah teknis manajemennya. Misalnya soal proses rekapitulasi suara yang berdasarkan pemilu 2019 menjadi beban yang cukup besar.

"KPU ada inovasi untuk melakukan rekapitulasi secara elektronik untuk memudahkan dan meringankan beban kerja, tetapi masalahnya penggunaan teknologi informasi tidak diatur dalam UU Pemilu," ungkap Khoirunnisa.

Terkait pandemi Covid-19 juga, perlu diatur regulasinya, karena memang tak ada yang tahu bagaimana situasi di tahun 2024 nanti.

"Misalnya soal alternatif pemberian suara, karena saat ini pemilih untuk memberikan suara harus datang ke TPS. Tidak ada alternatif lain, misalnya dengan pemilihan pendahuluan, dengan pos, atau waktu di TPS yang diperpanjang. Hal seperti ini harus diatur di UU," kata Khoirunnisa.

Dia menyadari, memang ada Pilkada 2020 yang digelar di tengah pandemi sebagai salah satu contoh dalam penerapannya, namun masih terasa kompleksitasnya.

"Misal soal sanksi pelanggar protokol kesehatan saat kampanye, belum lagi petugas dan peserta yang terdampak karena pandemi. Memang menyelenggarakan pemilu/pilkada di tengah pandemi bisa saja. Tapi kan tidak mudah dan tidak murah. Makanya harus siap dari sisi regulasi, khususnya di level UU" kata Khoirunnisa. 

3 dari 4 halaman

KPU Punya Hak

Sementara, Anggota Komisi II DPR Djarot Saiful Hidayat menyatakan sepakat dengan usulan KPU tersebut.

Menurutnya, lembaga tersebut memang punya hak untuk menentukan penjadwalan dan waktu untuk Pemilu 2024, yang memang telah diatur oleh undang-undang.

"Sesuai dengan undang-undang, memang KPU mempunyai kewenangan untuk menentapkan jadwal Pemilu setelah berkoordinasi dengan Pemerintah dan DPR," kata Djrarot saat dikonfirmasi, Rabu (1/12/2021).

Dia pun juga sepakat dengan KPU yang meminta agar DPR membahas kelanjutan penetapan jadwal Pemilu 2024 pada 7 Desember 2021.

"Memang sebaiknya sebelum reses DPR sudah ada kesepakatan bersama antara KPU, Pemerintah dan DPR tentang waktu pelaksanaan Pemilu 2024," kata Djarot.

Senada, Politikus PKB Luqman Hakim Al-Jambi juga memandang tepat jika Pemilu 2024 dilakukan 21 Februari. Menurutnya tak bisa ditawar lagi.

"PKB memiliki banyak pertimbangan, utamanya adalah agar pemilu 2024 sungguh-sungguh bisa menjadi sarana konstitusional bagi rakyat menggunakan kedaulatannya atas negara ini untuk membentuk pemerintahan," kata Luqman.

 

4 dari 4 halaman

Salah Satu Pekerjaan Rumah

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan pemutakhiran data, sinkronisasi, dan kerja bersama untuk Satu Data Indonesia. Hal ini agar tidak muncul data palsu yang bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum politik sehingga hasil Pemilu bisa termanipulasi.

"Jangan sampai data-data palsu digunakan untuk pendaftaran partai politik, calon independen atau kepala daerah, sehingga mengantarkan orang-orang yang tidak mewakili pilihan rakyat bisa jadi pemimpin," tegas Moeldoko dikutip dari siaran pers, Rabu (1/12/2021).

Presiden Joko Widodo atau Jokowi sendiri mengeluarkan kebijakan Satu Data Indonesia (SDI) yang diatur dalam Perpres Nomor 39 tahun 2019. Kebijakan ini diharapkan menjadi kunci dari berbagai permasalahan data di Indonesia.

Mulai dari, sulitnya mendapatkan data termutakhir dan berkualitas akibat tidak adanya koordinasi antar institusi sehingga data yang dihasilkan sering tumpang tindih dan tidak sinkron. Moeldoko mengaku pihaknya kesulitan mendapat data mutakhir

"Kami (KSP) dalam proses debottlenecking sering kesulitan mendapat data mutakhir, sehingga KSP bersama Bappenas dan Kementerian/Lembaga kunci menginisiasi dan merumuskan kebijakan SDI (Satu Data Indonesia) ini," jelas dia.

Mantan Panglima TNI itu menyampaikan kebijakan SDI yang dikomandani Menteri PPN/Kepala Bappenas itu menjadi langkah pemerintah untuk melakukan strukturisasi kerangka regulasi dan institusi, serta menyediakan data dalam format terbuka. Dengan begitu, data pemerintah menjadi terpadu dan dapat dibagikan satu sama lain.

"Kebijakan pemerintah harus berbasis data, dan ini sekaligus upaya untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas kerja pemerintah," kata Moeldoko.

Dia ingin pengumpulan dan pemutakhiran data oleh KPU tidak hanya diperuntuhkkan bagi penyelenggaraan Pemilu 2024. Namun, juga untuk program-program pemerintah.

"KSP siap bekerjasama dan mendukung KPU untuk integrasi manajemen data," ujar Moeldoko.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.