Sukses

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlunya Pembentukan Pansus Mafia Tanah

Politisi Fraksi PDIP Perjuangan ini menyebut pihaknya akan mengusulkan kepada Pimpinan DPR untuk membentuk Pansus Mafia Tanah.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus mafia tanah makin merajalela, bahkan diduga banyak melibatkan oknum pegawai BPN sendiri. Hal ini menjadi pertanda mendesaknya evaluasi menyeluruh atas kepemimpinan Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Djalil.

Anggota Komisi II DPR, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, bahkan menyerukan perlunya pembentukan Pansus Mafia Tanah di tengah derasnya desakan agar Sofyan Djalil di-reshuffle.

“Saya kira dengan adanya kasus-kasus sekarang ini memang harus menyatakan bahwa kinerja kementerian ATR BPN bermasalah,” terangnya, kepada wartawan, Jumat (26/11).

Politisi Fraksi PDIP Perjuangan ini menyebut pihaknya akan mengusulkan kepada Pimpinan DPR untuk membentuk Pansus Mafia Tanah. Sebab keberadaan Panja tidaklah mencukupi untuk melakukan penelusuran secara holistik.

“Karena panja levelnya masih Komisi II DPR RI di mana objek pengawasannya hanya Kementerian ATR BPN. Kalau pansus tentu kita bisa melibatkan stakeholder dari lebih luas, seperti aparat penegak hukum dan seterusnya,” terangnya.

Sementara itu, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga menilai, mengemukanya kerja sama oknum internal ATR/BPN dengan mafia tanah mengindikasikan tidak berhasilnya revolusi mental di lembaga negara tersebut. Hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab Menteri ATR/BPN.

Karena itu, kata dia, seharusnya Menteri Sofyan Djalil mundur dari jabatannya agar penggantinya dapat membenahi mental internal ATR/BPN.

“Kalau tidak mundur, sebaiknya Jokowi mereshuffle Sofyan Djalil. Harapannya agar ATR/BPN nantinya diisi menteri yang mumpuni dalam melakukan revolusi mental di internalnya dan berani memberantas mafia tanah,” sebut Jamiluddin dalam keterangannya.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah juga menyarankan agar Presiden Joko Widodo mengganti Sofyan Djalil. Alasannya, Menteri ATR/BPN gagal memanajemen tubuh Kementerian ATR/BPN.

Sofyan dianggapnya gagal memilih pimpinan ATR/BPN di wilayah yang berintegritas. Sebab sejumlah kepala wilayah (kanwil) BPN turut menjadi bagian sindikat mafia tanah.

"Menterinya harus diganti. Karena banyak sekali kecolongan-kecolongan di tubuh kementerian yang dipimpinnya," kata Trubus, kepada wartawan, Kamis 25 November 2021.

Peneliti Ahli Utama Kebijakan Publik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syafuan Rozi Soebhan mengingatkan, kasus mafia tanah merupakan masalah yang berlangsung secara sistematis. Kasus seperti ini tidak hanya menimpa selebriti seperti Nirina Zubir, maupun Dino Patti Jalal, namun juga masyarakat umum lainnya.

“Sangat menjadi keprihatinan di masyarakat, duplikasi sertifikat terjadi di mana-mana,” ujarnya, Jumat (25/11).

Jadi, kinerja Menteri ATR/BPN secara proses politik dapat dievaluasi, yakni pertama melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR RI. Para legislator, kata dia, bisa mempertanyakan apa strategi atau langkah konkret menyelesaikan pemalsuan dan mafia tanah ini.

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tindak Oknum BPN Terkait Mafia Tanah

Syafuan menilai, pimpinan BPN bisa menindak oknum yang memang terbukti terkait dengan mafia tanah. Peran dari inspektorat, penindakan hingga pemberhentian dinilainya perlu dilakukan.

“Namun daripada menyalahkan anak buah, Menteri ATR/BPN semestinya mengusulkan perubahan sistem sertifikat, misalnya arsip blockchain yang punya sidik jari atau DNA sehingga tidak bisa dipalsukan. Selama ini kan cetak, di mana cap dan tanda tangan bisa dipalsukan, serta verifikasinya sulit. Kita harus pakai teknologi arsip yang punya mekanisme enkripsi yang bisa dilacak asli dan palsunya,” tuturnya.

Sehingga, lanjut Syafuan, jika ada sertifikat tandingan atau ganda, bisa dilacak asalnya dari mana. Sementara sertifikat kertas biasa tidak bisa.

Bagi Komisioner KASN, Sri Hadiyati Wara Kustriani, banyaknya kasus di BPN/ATR dapat dikaitkan dengan kegagalan reformasi, terutama dalam hal perubahan mindset ASN yg diharapkan bisa profesional, berintegritas dan melayani.

“Sedangkan untuk ASN BPN/ATR yang terlibat sebaiknya dilakukan investigasi dan kalau memang ditemukan bukti ya harus dilakukan penjatuhan sanksi,” sebutnya.

Untuk diketahui, Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra pada Jumat (26/11) menyampaikan, pihaknya telah memberikan sanksi mutasi sampai pemecatan kepada 125 pegawainya yang terlibat praktik mafia tanah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.