Sukses

Langkah Moeldoko Bantu Calon Pekerja Migran Dinilai Membuahkan Hasil

Negara penempatan yang masih terkendala adalah Kuwait, karena tidak menerima CPMI yang memiliki jenis vaksin Sinovac.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyatakan, pemerintah terus mencari solusi terbaik dalam membantu calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang akan berangkat ke berbagai negara. Adapun hasil kerja keras tersebut membuahkan hasil dengan dibukanya kembali pintu-pintu negara penempatan bagi para pekerja migran Indonesia (PMI) seperti Taiwan dan beberapa negara lainnya.

"Pembukaan kembali Taiwan merupakan bukti nyata kerja keras pemerintah terutama peran KSP dalam memperhatikan nasib para pekerja migran. Negara benar-benar hadir dalam melindungi hak warga negaranya. Saya sangat berterima kasih," ujar Novlin salah satu CPMI yang awal November lalu bertemu dengan Moeldoko dan berkeluh kesah tentang sulitnya berangkat ke negara penempatan, Kamis (25/11/2021).

Sebelum menemui Moeldoko, Novlin yang merupakan CPMI asal Poso, Sulawesi Tengah sudah menunggu keberangkatan ke luar negeri sejak Maret 2021, tapi belum ada kepastian. Padahal para pekerja migran tersebut sudah memiliki sertifikat vaksin sesuai yang dipersyaratkan.

Mendengar hal tersebut, Moeldoko bersama Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berkolaborasi mencarikan solusi pada permasalahan tersebut hingga akhirnya negara penempatan mau kembali membuka pintunya bagi pekerja migran Indonesia.

Sertifikat vaksin merupakan salah satu isu yang terus dikawal oleh KSP. Bahkan Moeldoko memberikan perhatian khusus terkait penyelesaian isu ini. Untuk itu, KSP kembali menggelar Rapat Koordinasi bersama Kemenkes dan Kemenaker secara daring dari Jakarta. Rakor kali ini membahas bagaimana sertifikasi vaksin bagi para CPMI/PMI.

"Presiden Joko Widodo meminta agar para CPMI/PMI mendapat fasilitas untuk berangkat ke negara tujuan penempatan, karena akan sangat berdampak untuk membantu agenda ekonomi," ujar Deputi II KSP, Abetnego Tarigan.

Abetnego menjelaskan, selama ini, terdapat beberapa kendala yang dialami oleh CPMI ketika ingin berangkat ke negara penempatan. Mulai dari tidak terbacanya QR Code pada aplikasi PeduliLindungi, hingga jenis vaksin CPMI tidak sesuai atau tidak diakui oleh pemerintah negara tujuan penempatan.

Merespons pernyataan Abetnego, perwakilan Kemenaker Yusuf Setiawan memaparkan, negara penempatan yang masih terkendala adalah Kuwait, karena tidak menerima CPMI yang memiliki jenis vaksin Sinovac. Hingga akhirnya keberangkatan dan penempatan 176 CPMI/PMI ke Kuwait tertunda.

Sementara itu, beberapa negara menyaratkan para CPMI/PMI memerlukan booster dengan vaksin sinovac. Korea Selatan, Kuwait, Arab Saudi, Jordania, Uni Emirat Arab menyarankan CPMI untuk melakukan vaksin ulang, sedangkan untuk Qatar belum ada informasi resmi dari Pemerintah Qatar terkait booster.

"Di Indonesia sendiri, keinginan untuk booster baru direncanakan pada tahun 2022, dengan skema berbayar terkecuali untuk PBI (Penerima Bantuan Iuran) tidak perlu membayar apabila memerlukan booster," ungkap Yusuf.

Adapun Direktorat Binapenta Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Kemenaker, Edo menyampaikan, aplikasi PeduliLindungi hanya mencantumkan nomor induk kependudukan (NIK) dan belum mencantumkan nomor paspor pada sertifikat vaksin.

Kemudian pengembangan QR Code selanjutnya akan dilakukan pembahasan terkait pengembangan teknis, agar nantinya dapat terbaca oleh negara penempatan CPMI/PMI.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Opsi Nomor Paspor

Sementara itu, Kepala Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan Anas Ma’ruf mengatakan, nomor paspor belum dapat digenerate ke dalam sertifikat vaksin pada aplikasi PeduliLindungi, sehingga membutuhkan waktu untuk dapat mengentry nomor paspor tersebut.

Anas pun memaparkan beberapa opsi untuk interoperabilitas dan rekognisi vaksin Indonesia di negara lain. Pertama, verifikasi manual di setiap negara menalui masing-masing kedutaan seperti melalui vaksin.dto.kemkes.go.id.

Kedua, verifikasi antarsistem dengan interoperabilitas yang aman. Ada juga opsi verifikasi melalui contoh standar hub: DIVOC (WHO), EU Standard.

"Sehingga sertifikat vaksin Indonesia dapat dihubungkan dengan standar DIVOC. Opsi ini masih dalam proses dan diupayakan akan selesai pada bulan depan," ungkap Anas.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.