Sukses

ICJR: Status Tersangka Pasutri Viral Dianiaya Satpol PP di Gowa Harus Dihentikan

Menurut ICJR, oenetapan status tersangka terhadap pasutri oleh Polres Gowa tidak mendasar.

Liputan6.com, Jakarta - The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) kembali angkat suara, soal kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan Satpol PP terhadap pasutri di Gowa, Sulawesi Selatan, yang sempat viral. Diketahui, saat ini pasutri berinisial NH dan RI berstatus tersangka dengan Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan atau Pasal 45 A ayat 2 jo. 28 ayat 2 UU 19 Tahun 2016 perubahan UU 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Penetapan status tersangka oleh Polres Gowa tidak mendasar," kata ICJR dalam keterangan tertulis diterima, Jumat (19/11/2021).

Bukan tanpa sebab, ICJR pun menjelaskan mengapa status yang disandang keduanya harus dipulihkan. Pertama, dikarenakan Penyidik Polres Gowa tidak fokus terhadap unsur penganiayaan yang dilakukan oleh anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Gowa. Padahal, Kepolisian Polres Gowa juga telah menetapkan anggota satpol PP yang melakukan penganiayaan tersebut sebagai tersangka penganiayaan.

"Maka yang perlu ditekankan penanganan perkara adalah kasus ini, dengan mengupayakan pemulihan korban," beber ICJR.

Kedua, ICJR memandang, pasal yang digunakan oleh penyidik, pasal mengenai berita bohong yang tertuang dalam pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 tidak dapat terpenuhi berdasarkan rangkain perbuatan yang ada.

"Dalam menggunakan pasal-pasal berita bohong, terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi, yaitu pertama, adanya niat dengan sengaja untuk menimbulkan keonaran di kalangan rakyat dengan berita bohong. Dan kedua adanya keonaran di tengah masyarakat," ungkap ICJR.

Kendati, melihat fakta kejadian, informasi kehamilan yang diketahui tidak benar, disampaikan semata untuk maksud membela diri agar tidak dianiaya oleh oknum Satpol PP tersebut.

"Dengan begitu maka mens rea atau niat jahatnya tidak ada, sehingga perbuatan tersebut tidak dapat disebut sebagai perbuatan pidana," yakin ICJR.

Soal keonaran, mengutip Pasal 14 UU No. 1 tahun 1946, keonaran yang dimaksudkan di dalam pasal tersebut adalah lebih hebat dari pada kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya. Karenanya insiden hanya menjadi sekedar berita viral dan tidak dapat dijadikan legitimasi adanya keonaran.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harus Dihentikan

Terakhir, penetapan pasal 45 A ayat 2 jo. 28 ayat 2 UU ITE jelas bukan merupakan bentuk ketidakcermatan penyidik dalam menetapkan pasal yang akan digunakan menjerat tersangka. Pasal 45 A ayat 2 jo. 28 ayat 2 UU ITE ditujukan bagi setiap orang yang menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

"ICJR menilai bahwa dalam perbuatan yang dilakukan oleh para tersangka, tidak ada satupun perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan untuk membenci atau memusuhi suatu golongan. Penyidik seperti memaksakan adanya penggunaan pasal UU ITE dalam kasus ini," tegas ICJR.

"Atas hal-hal tersebut, ICJR meminta agar Kapolri memberikan perhatian pada tindakan dari anggotanya di Polres Gowa. Dan dengan begitu, Polres Gowa selaku penyidik dalam hal ini harus segera penghentikan perkara ini," ICJR menandasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.