Sukses

KPK Tuntut Gubernur Nonaktif Sulsel Nurdin Abdullah 6 Tahun Penjara

Jaksa KPK meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Makassar menyatakan Gubernur nonaktif Sulsel Nurdin Abdullah terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi.

Liputan6.com, Jakarta Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar menyatakan Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi.

Jaksa meminta hakim menjatuhkan pidana 6 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Nurdin Abdullah.

"Kami penuntut umum dalam perkara ini menuntut, menyatakan terdakwa M Nurdin Abdullah telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana," ujar Jaksa KPK dalam surat tuntutannya, Senin (15/11/2021).

"Menjatuhkan kepada terdakwa M Nurdin Abdullah oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan," Jaksa KPK menambahkan.

Selain pidana badan, jaksa menuntut Nurdin membayar uang pengganti sebesar Rp 3,187 miliar dan SGD 350 ribu subsider 1 tahun penjara. Nurdin juga dituntut dicabut hak politik selama 5 tahun.

Dalam menyusun tuntutannya, jaksa KPK mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan. Untuk hal memberatkan, perbuatan Nurdin dianggap bertentangan dengan semangat bangsa dan negara Indonesia dalam pemberantasan korupsi.

Perbuatan Nurdin menciderai harapan dan kepercayaan masyarakat. Apalagi Nurdin pernah meraih penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Awards, yang semestinya mampu memberikan inspirasi untuk mempengaruhi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Sementara hal meringankan yakni Nurdin belum pernah dihukum, sopan di persidangan, dan mempunyai tanggungan keluarga.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dakwaan

Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah didakwa menerima suap dan gratifikasi. Suap diterima Nurdin dari pemilik PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto sebesar SGD 150 ribu dan Rp 2,5 miliar. Uang itu diterima Nurdin melalui Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulawesi Selatan Eddy Rahmat.

Nurdin juga didakwa menerima gratifikasi Rp 6.587.600.000 dan SGD 200 ribu dari beberapa kontraktor. Dari deretan penerimaan gratifikasi yang diterima Nurdin, dalam dakwaan disebutkan jika Nurdin menerima Rp 300 juta dari rekening Sulsel Peduli Bencana.

Berikut daftar penerimaan gratifikasi Nurdin Abdullah seperti dalam dakwaan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

1. Nurdin pada sekitar pertengahan tahun 2020 menerima uang sejumlah Rp 1 miliar dari Robert Wijoyo (Kontraktor/Pemilik PT Gangking Raya dan CV Michella) melalui Syamsul Bahri selaku ajudan yang diterima di pinggir Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Makassar;

2. Nurdin pada tanggal 18 Desember 2020 menerima uang sejumlah Rp 1 miliar dari Nuwardi Bin Pakki alias H. Momo (Kontraktor/Pemilik PT Mega Bintang Utama dan PT Bumi Ambalat) melalui Sari Pudjiastuti selaku Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setda Provinsi Sulawesi Selatan yang diterima di Syahira Homestay samping RS. Awal Bros Jl. Urip Sumoharjo Kota Makassar;

3. Nurdin pada bulan Januari 2021 menerima uang sejumlah SGD 200 ribu dari Nuwardi alias Momo melalui Syamsul Bahri di rumah Syamsul Bahri di Jl. Faisal No. A.7 Banta-Bantaeng Kota Makassar;

4. Nurdin pada bulan Februari 2021 menerima uang sejumlah Rp 2,2 miliar dari Fery Tanriady (Kontraktor/Komisaris Utama PT Karya Pare Sejahtera) melalui Syamsul Bahri yang diterima di Rumah Fery Tanriady di Jl. Boulevard 1 No.9 Kota Makassar;

5. Nurdin pada bulan Februari 2021 menerima uang sejumlah Rp 1 miliar dari Haeruddin (Kontraktor/Pemilik PT Lompulle) melalui Syamsul Bahri yang diterima di rumah Haeruddin di Perumahan The Mutiara Jl. A.P Pettarani Kota Makassar;

6. Nurdin pada bulan Desember 2020 sampai dengan Februari 2021 untuk kepentingannya menerima uang dengan jumlah total Rp 1 miliar dari beberapa pihak di rekening Bank Sulselbar atas nama Pengurus Mesjid Kawasan Kebun Raya Pucak, dengan perincian:

a. pada tanggal 1 Desember 2020 sebesar Rp 100 juta dari Petrus Yalim (Kontraktor/Direktur PT. Putra Jaya),

b. pada tanggal 3 Desember 2020 sebesar Rp 100 juta dari Thiawudy Wikarso (Kontraktor/Pemilik PT. Tris Star Mandiri dan PT Tiga Bintang Griya Sarana),

c. pada tanggal 3 Desember 2020 sebesar Rp 100 juta dari Riski Anreani (Sekretaris Direktur Utama Bank Sulselbar) yang uangnya berasal dari Syamsul Bahri,

d. pada tanggal 8 Desember 2020 sebesar Rp 400 juta dari Direksi PT. Bank Sulselbar yang uangnya berasal dari Dana CSR Bank Sulselbar,

e. pada tanggal 26 Februari 2021 sebesar Rp 300 juta dari Rekening Sulsel Peduli Bencana di nomor rekening Bank Mandiri 1740099959991 an. Sulsel Peduli Bencana yang dipindahkan dananya melalui RTGS oleh Muhammad Ardi selaku Kepala Cabang Bank Mandiri Cabang Makassar Panakkukang.

7. Nurdin pada bulan April 2020 sampai dengan Februari 2021 untuk kepentingannya menerima uang dengan jumlah total Rp 387.600.000 dari Kwan Sakti Rudy Moha (Kontraktor/Direktur CV Mimbar Karya Utama) melalui transfer ke beberapa rekening atas permintaan Nurdin

"Penerimaan gratifikasi yang dilakukan oleh Terdakwa tersebut tidak pernah dilaporkan kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari kerja sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 12 C ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujar Jaksa dalam dakwaan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.