Sukses

Journal: Vaksinasi Usia di Bawah 12 Tahun, Urgensi Kejar Herd Immunity dan Perlindungan Anak

Vaksinasi anak krusial dalam mengejar target kekebalan komunal. Sebab, populasi anak-anak cukup besar di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Patricia (40) masih enggan melepas anaknya ke sekolah. Ia tak berani ambil risiko. Baginya, kesehatan lebih penting dari pendidikan.

Wanita yang bekerja sebagai karyawan swasta itu mengakui, proses belajar anaknya kurang maksimal dari rumah. Namun, menurut dia, lebih baik pendidikan anaknya terganggu daripada mengambil risiko tertular Covid-19.

"Masih takut. Karena anak-anak kan beda dengan orang dewasa soal ketaatan prokes. Takutnya kenapa-kenapa di sekolah, jadi belum siap," kata dia.

Patricia mengaku baru akan melepas anaknya ke sekolah jika vaksin usia di bawah 12 tahun sudah tersedia. "Kalau ada vaksin, bawaannya lebih tenang, lebih berani, karena ada proteksinya. Mudah-mudahan segera ya," ucap dia.

Hal senada dikatakan Rusdi. Ia belum ikhlas anaknya mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas. Pria 40 tahun itu merasa situasinya belum aman. Apalagi anaknya baru berumur enam tahun dan belum divaksin.

"Kalau nanti ada (vaksin anak), mau langsung ikut. Karena kasihan juga sudah hampir dua tahun terkurung karena pandemi. Harusnya umur sekarang mereka aktif, main di luar, cuma karena kondisi ini harus sekolah online," ucapnya.

Tenaga kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 pada warga Kelurahan Malaka Jaya di RPTRA Bunga Rampai, Jakarta, Jumat (9/7/2021) (merdeka.com/Imam Buhori)

IDAI Dorong Vaksinasi di Bawah 12 Tahun

Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K), mendorong vaksinasi di bawah 12 tahun segera dilakukan. Ia berkaca pada vaksinasi remaja yang telah dilakukan dan tak memiliki banyak masalah.

"Tidak ada laporan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) yang berarti untuk remaja. Jadi kami pikir harus diperluas lagi di bawah 12 tahun," kata Piprim kepada Liputan6.com.

Ia menjelaskan, vaksinasi anak penting dan harus segera dilakukan, terutama setelah adanya pelonggaran mobilisasi. Anak-anak di bawah 12 tahun, kata dia, butuh perlindungan kuat.

"IDAI sangat mendukung vaksinasi, apalagi sekarang ada pelonggaran anak-anak dibawa ke mal dan sebagainya. Itu kan sangat riskan kalau anak-anak tadi belum divaksinasi."

"Dari awal, kami concern dengan keselamatan anak. Bukan tidak mungkin anak mengalami kasus berat. Walaupun persentasenya kecil, tapi kalau persentasenya kecil kena keluarga kita, kan jadi besar ya. Kita enggak mau ada anak-anak jadi korban. Yang paling penting adalah melindungi anak-anak kita."

Piprim juga berharap para orang tua bisa lebih bijak. Meski sudah mulai ada pelonggaran anak bisa masuk ke mal, bioskop hingga tempat wisata, namun ia mau para orang tua berpikir panjang dan tak ambil risiko. "Sebisa mungkin keluar itu kalau hanya untuk urusan penting. Orang tua harus paham risiko terburuk yang bisa didapatkan anak," ucap dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Kejar Herd Immunity

Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan vaksinasi anak sangat penting dalam mengejar target kekebalan komunal atau herd immunity. Sebab, populasi anak-anak cukup besar di Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ada sekitar 62 juta penduduk Indonesia dengan usia di bawah 14 tahun pada sensus 2020.

Itu artinya, persentasenya mencapai 23,14 persen dari total populasi 270 juta jiwa. Hal ini menjadikan anak-anak harus diprioritaskan untuk mendapatkan vaksin.

Populasi penduduk Indonesia dan sasaran vaksinasi (Liputan6.com / Triyasni)

"Sebetulnya urgensi vaksinasi untuk di bawah 12 tahun sudah ada. Kalau bicara herd immunity, ya kan berarti bicara jumlah proporsinya juga dibanding populasi total. Itu sebabnya, mencapai herd immunity, ya tentu pada gilirannya mengarah ke anak di bawah 12 tahun," kata Dicky kepada Liputan6.com.

Meski penting, Dicky berharap Indonesia tetap melakukan riset data tentang keamanan dan efektivitas vaksin bagi anak. Pemerintah juga bisa menggunakan data penelitian dari negara lain.

"Vaksin anak itu tidak bisa disamakan dengan dewasa. Kalau anak makin kecil, makin spesifik. Dosisnya itu sesuai berat badan. Nanti 5 ke 12 tahun dan di bawah 5 tahun itu akan berbeda dosisnya."

Salah satu vaksin yang digunakan oleh beberapa negara untuk anak di bawah 12 tahun adalah Pfizer. Dalam uji klinisnya, Pfizer mengevaluasi data keamanan dari total 3.000 peserta yang divaksinasi.

Efek samping paling umum ringan adalah nyeri di tempat suntikan, kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, dan kedinginan.

Dicky menjelaskan, toleransi efek samping vaksin pada anak berbeda dengan dewasa. Pada dewasa, efek samping seperti pegal atau demam, mungkin dianggap biasa. Tapi pada anak akan berbeda.

"Kalau pegal, apalagi anak yang masih kecil, akan berpengaruh saat dia berjalan. Jadi toleransi efek sampingnya lebih kecil untuk anak dibanding dewasa dalam penelitian. Karena itu butuh riset lebih lama."

Sambil menunggu vaksin anak tersedia, kata Dicky, pemerintah harus tetap fokus dengan cakupan vaksinasi di atas 12 tahun. "Jadi jangan ingin mulai vaksinasi anak, tapi yang di atas 12 tahun ditinggalkan. Sementara sambil menunggu adanya vaksin yang tepat untuk anak, ya kita memperkuat yang di atas 12 tahun. Itu masih jadi PR besar kita."

Anak-anak bermain di wahana permainan Lotte Shopping Avenue, Jakarta, Rabu (20/10/2021) (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Perlindungan Anak

Di tengah vaksinasi anak yang belum dijalankan, pemerintah mulai melonggarkan mobilisasi, termasuk untuk anak. Saat ini anak di daerah PPKM level II dan III, boleh masuk mal dan bioskop.

"Walau risiko keparahannya lebih kecil dibanding dewasa, tapi ya kita tidak boleh menempatkan anak dalam posisi rawan, termasuk masuk mal, bioskop dan sebagainya. Sebaiknya dibatasi dulu karena belum memiliki proteksi dalam artian vaksinasi," ucap Dicky.

Hal senada dikatakan dr. Piprim. Menurut Ketum IDAI periode 2021-2024 itu, selama anak belum divaksinasi, maka orang tua harus cerdas memilih untung rugi saat membawa anaknya keluar rumah.

"Jangan hanya mau enaknya saja jalan ke mal atau bioskop. Kalau anak sampai kena Covid-19 berat, nanti skenarionya bagaimana? Harus ke rumah sakit mana? Kalau masuk ICU, nanti seperti apa? Kalau butuh obat mahal, biayanya cukup atau enggak? Jadi ini semua harus dimengerti orang tua," ucap dia.

3 dari 5 halaman

BPOM Kaji Sinopharm, Tunggu Kelengkapan Data Sinovac

Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Penny Lukito, mengatakan saat ini ada beberapa platform yang sudah mengirimkan hasil uji klinisnya untuk dipakai sebagai vaksin di bawah 12 tahun, seperti Sinovac dan Sinopharm.

Akan tetapi, Izin Penggunaan Darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) belum bisa dikeluarkan BPOM. Sebab, masih ada data-data yang belum dilengkapi.

"Kami tentunya menunggu data yang sedang dikembangkan. Dari Sinovac masih ada data yang harus dilengkapi, sementara Sinopharm sedang diproses, sudah kami terima datanya," kata Penny di YouTube BPOM.

Ia menjelaskan, BPOM tak mau gegabah soal vaksin anak. Aspek keamanan menjadi prinsip nomor satu.

"Tentunya kami sangat mendukung dan juga mengharapkan supaya kita bisa memberikan Emergency Use Authorization untuk penggunaan vaksin untuk usia anak-anak dan itu sudah juga menjadi target program pemerintah untuk memberikan vaksinasi anak-anak. Tapi karena usia anak-anak adalah usia yang rentan, sehingga memang di dalam pengembangan dunia science, pengujian evaluasi untuk hasil uji klinis untuk vaksin itu sangat hati-hati, jadi aspek keamanan menjadi sangat penting."

"Tentunya dikaitkan juga dengan imunogenisitas dan efikasinya. Namun, aspek keamanan menjadi sangat penting, sehingga masih dibutuhkan data-data yang lebih lengkap. Mudah-mudahan data-datanya segera dilengkapi dan kita bisa mengeluarkan Emergency Use Authorization."

Penny mengakui, Sinovac dan Sinopharm punya catatan bagus di Indonesia. Sejak dipakai untuk program vaksinasi pada awal tahun ini, keduanya tak menimbulkan masalah. Meski demikian, prinsip kehati-hatian tetap dipegang teguh BPOM.

"Demikian juga untuk vaksin-vaksin dengan platform lainnya karena Sinovac dan Sinopharm itu inactivated virus. Tentunya dengan pengalaman kita sudah panjang, aspek keamanannya juga mungkin lebih bisa dipercaya. Namun, tetap kehati-hatian sangat dipentingkan demi kepentingan anak-anak. Jadi kami masih menunggu kelengkapan data. Demikian juga platform vaksin lainnya," ucap dia.

Prediksi Awal 2022

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, memperkirakan vaksinasi anak di bawah 12 tahun baru akan dimulai pada awal 2022. Namun, kepastian ini masih menunggu hasil uji klinis tahap tiga.

“Rencananya kalau itu sudah keluar hasil uji klinisnya, kita bisa mulai gunakan di awal tahun depan,” ucap Budi di kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Mantan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini menyebut selain Sinovac dan Sinopharm, platform vaksin lain yang sedang ditunggu uji klinisnya adalah Pfizer. Ia berharap pada akhir tahun hasil uji klinis ketiganya sudah selesai.

“Kita sekarang bekerja sama dengan BPOM juga untuk memastikan kita bisa mengeluarkan sesegera mungkin, sesudah di negara asalnya ketiga vaksin tersebut bisa digunakan untuk anak-anak usia 5 sampai 11 tahun,” ucap dia.

4 dari 5 halaman

Bagaimana Negara Lain?

Beberapa negara sudah mulai melakukan vaksinasi untuk anak di bawah usia 12 tahun. Kuba jadi negara pertama di dunia yang melakukannya pada September lalu.

Kuba menyuntikkan vaksin Covid-19 pada anak usia dua tahun menggunakan vaksin Abdala dan Soberana. Keduanya merupakan vaksin buatan Kuba sendiri yang sebenarnya belum diakui WHO.

Keputusan Kuba untuk melaksanakan vaksinasi COVID-19 pada balita dan anak-anak dilakukan karena tiga alasan. Meningkatnya angka infeksi COVID-19 di Kuba, penurunan ekonomi, dan urgensi untuk mengembalikan anak ke sekolah.

Selain Kuba, Slovakia juga sudah mengizinkan vaksinasi anak. Menteri Kesehatan Slovakia, Vladimir Lengvarsky, mulai mengizinkan pemberian vaksin Covid-19 untuk anak di bawah 12 tahun atas persetujuan orang tua dan dokter anak. Anak-anak di Slovakia mendapatkan 1/3 dari dosis biasa vaksin Pfizer.

Lengvarsky mengatakan, keputusan untuk memvaksinasi anak di bawah usia 12 tahun didasarkan pada tuntutan dari para ahli, dokter anak, dan dokter lain yang juga merawat anak.

"Ini akan membantu melindungi kelompok anak-anak yang sangat sensitif, yang dapat memiliki beberapa masalah jika mereka bersentuhan dengan virus COVID-19 apabila mereka tidak divaksinasi," kata Lengvarský seperti dikutip Spectator.

Orang tua menemani anak mereka yang akan menerima vaksin COVID-19 Soberana-02 di sebuah klinik di Havana, Kuba, Kamis (17/9/2021) (AP Photo/Ramon Espinosa)

Di Asia Tenggara, Kamboja menjadi negara pertama yang mulai memberikan vaksin Covid-19 untuk anak berusia enam tahun ke atas. Anak-anak di Kamboja disuntik dua dosis Sinovac yang akan dilanjutkan dengan booster.

Perdana Menteri Kamboja, Samdech Techo Hun Sen, mengatakan Kamboja memiliki hampir 1,9 juta anak dalam kelompok usia 6-12 tahun. Menurutnya, vaksin sangat efektif untuk mengurangi infeksi, rawat inap, dan kematian akibat Covid-19.

"Kita harus mengambil langkah maju untuk melindungi kehidupan anak-anak kita dan memungkinkan mereka kembali ke sekolah dengan selamat. Jika kita tidak dapat membuka kembali sekolah dasar, itu seperti kehilangan fondasi sistem pendidikan kita," kata Hun Sen seperti dilansir Xinhua.

Seperti dilansir Reuters, Cile juga melakukan hal serupa. Pemerintah Cile menyetujui program vaksinasi Covid-19 untuk anak enam tahun ke atas menggunakan Sinovac.

Vaksin ini telah menjadi andalan dalam kampanye vaksinasi Covid-19 di Cile. "Ini adalah berita bagus untuk anak-anak usia sekolah dan mereka yang tidak termasuk dalam rencana vaksinasi sebelumnya," kata Menteri Kesehatan, Enrique Paris.

5 dari 5 halaman

INFOGRAFIS

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.