Sukses

DPD RI Paparkan Peran Nyata Pondok Pesantren di Hari Santri Nasional

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai pondok pesantren masih menjadi institusi yang paling konkret dalam memberikan sumbangsih bagi masyarakat dan negara.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai pondok pesantren masih menjadi institusi yang paling konkret dalam memberikan sumbangsih bagi masyarakat dan negara.

Penilaian tersebut disampaikan LaNyalla pada Peringatan Hari Santri Nasional sekaligus Rapat Kerja Nasional DPP FOKSI, di Jakarta, Sabtu (23/10/2021).

Dalam sambutan yang disampaikan secara virtual, dia menilai, pondok pesantren dengan kiai dan santrinya tetap hidup mandiri, memberi solusi, serta mampu menjaga kearifan lokal dalam pembangunan.

"Kalau kita bedah dari analisa ideologi, ekonomi, sosial dan budaya, pondok pesantren merupakan salah satu institusi yang paling nyata berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa di Indonesia ini," ujar LaNyalla melalui keterangan tertulis, Sabtu (23/10/2021).

Dia melanjutkan, dari sisi ideologi, Pancasila secara jelas menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa di sila pertama dan di Pasal 29 Ayat 1 Konstitusi bahwa negara ini berlandaskan Ketuhanan.

Hal itulah, menurut LaNyalla, yang menjadi domain utama pondok pesantren sebagai penjaga akhlak dan adab atau moral generasi bangsa Indonesia.

"Artinya dengan melaksanakan ajaran agama, sisi penghayatan dari sila pertama Pancasila akan terwujud. Dan ini akan melahirkan manusia yang beradab dan berakhlak," terang dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pesantren Bantu Ekonomi

Menurut LaNyalla, aari sisi ekonomi, selain sebagai institusi mandiri, pondok pesantren sudah memasuki ruang ekonomi melalui koperasi pondok pesantren dan usaha-usaha di sektor pertanian, peternakan, dan lainnya.

"Bahkan beberapa pesantren telah mencatat sukses mengembangkan sektor usaha melalui koperasi. Meskipun hanya perlu dilakukan secara lebih luas," ucap dia.

Sebab, lanjut LaNyalla, belum semua dari pondok pesantren di Indonesia mampu membesarkan skala bisnisnya, meski sudah memiliki potensi.

"Yang perlu dimanfatkan adalah peluang pasar Produk Halal karena pasarnya bisa menembus manca negara, khususnya negara-negara yang membutuhkan produk halal. Memang hal ini masih membutuhkan dukungan dan keberpihakan pemerintah, baik daerah maupun pusat. Saya kira ini perlu disinergikan agar terwujud," papar dia.

Dari sisi sosial, lanjut Nyalla, pondok pesantren sudah pasti menjadi penjaga nilai-nilai kearifan lokal.

Di mana, kata dia, di tengah gencarnya arus dan gaya hidup global, pondok pesantren berperan sebagai penyeimbang, sekaligus penjaga moral generasi penerus.

"Dari sisi budaya, pondok pesantren masih menjadi garda depan lembaga pendidikan di Indonesia. Perannya sangat besar dan fundamental karena mengajarkan nilai-nilai adab dan budi pekerti yang menjadi bekal kehidupan bagi para alumni Santri dalam menjalani kehidupan di masyarakat. Sebab inti pendidikan adalah menghasilkan anak didik yang berakhlak dan bermoral," beber LaNyalla.

 

3 dari 3 halaman

Kontribusi Pesantren Sudah Dari Dahulu Kala

Menurut LaNyalla, kontribusi pesantren sudah dilakukan sejak era sebelum kemerdekaan. Pondok pesantren adalah prototipe dari masyarakat madani atau entitas civil society. Pesantren hidup mandiri sekaligus menjadi solusi bagi masyarakat di sekitar.

"Ada yang sakit, minta doa ke kiai. Ada yang tidak punya beras, datang ke pondok pesantren. Ada yang punya masalah, minta nasehat kiai, dan seterusnya. Begitulah kenyataannya kalau kita baca sejarah," tutur LaNyalla.

Peran ulama dan kiai-kiai pengasuh pondok pesantren saat itu juga tidak bisa dihapus dari sejarah kemerdekaan Indonesia.

Termasuk, lanjut dia, peran para ulama dan kiai se-Nusantara dalam memberikan pendapat dan masukan kepada BPUPKI atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yang kemudian menjadi PPKI atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

"Termasuk sikap legowo para ulama dan kiai, yang demi keberagaman, setuju menghapus anak kalimat Piagam Jakarta yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dengan kalimat Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa," tutup LaNyalla.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.