Sukses

PDIP Jakarta Sebut Rapor Merah LBH Layak Berikan ke Anies Baswedan

LBH Jakarta menyerahkan catatan rapor merah selama empat tahun pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menilai, rapor merah dari Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta untuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merupakan cerminan dari kinerja selama empat tahun menjabat.

Salah satunya yakni rapor merah terkait pembangunan yang melanggar aturan, misalnya Kampung Akuarium, Jakarta Utara.

"Pembangunan-pembangunan yang melanggar peruntukan, itu kan pelanggaran. Misalnya yang di Kampung Akuarium, ini contoh teladan yang tidak baik yang diberikan kepada warga ibu kota, hanya sekedar untuk menunaikan janji mereka," kata Gembong saat dihubungi, Selasa (19/10/2021).

Lalu, Gembong juga menyinggung soal penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta. Hal tersebut bertentangan dengan janji kampanye Anies Baswedan di Pilkada DKI 2017.

"Jadi saya pikir sangat layak diberikan oleh LBH Jakarta kepada Pemprov DKI. Saya kira sudah pas itu," jelas Gembong.

Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyerahkan catatan rapor merah selama empat tahun pemerintahan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Catatan tersebut terdiri dari 10 laporan.

"LBH Jakarta menyoroti sepuluh permasalahan yang berangkat dari kondisi faktual warga DKI Jakarta dan refleksi advokasi LBH Jakarta selama empat tahun masa kepemimpinan," kata pengacara LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait dalam keterangan tertulis, Senin (18/10/2021).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

10 Catatan Merah Rapor 4 Tahun Anies Baswedan oleh LBH Jakarta

Pertama yakni terkait buruknya kualitas udara Jakarta yang melebihi baku mutu udara ambien nasional (BMUAN) yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999. Menurut Jeanny menyebut hal tersebut disebabkan abainya Pemprov DKI untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan.

Kedua yaitu sulitnya akses air bersih di Jakarta akibat swastanisasi air. Permasalahan utamanya dapat ditemui pada pinggiran-pinggiran kota, wilayah padat penduduk, dan lingkungan tempat tinggal masyarakat tidak mampu.

Lalu, catatan ketiga terkait penanganan banjir yang belum mengakar pada beberapa penyebab banjir. Beberapa tipe banjir Jakarta masih disikapi Pemprov DKI sebagai banjir karena luapan sungai. Lalu beberapa Peraturan Kepala Daerah masih ditemukan potensi penggusuran dengan adanya pengadaan tanah di sekitar aliran sungai.

Permasalahan keempat yang disoroti LBH yaitu penataan kampung kota yang belum partisipatif. Salah satu contoh penerapan penataan Kampung Kota dengan menggunakan pendekatan CAP adalah Kampung Akuarium. Namun, dalam penerapannya tidak seutuhnya memberikan kepastian hak atas tempat tinggal yang layak bagi warga.

Kelima yakni ketidakseriusan Pemprov DKI Jakarta dalam memperluas akses terhadap bantuan hukum. Hal tersebut dapat dilihat dengan kekosongan aturan mengenai bantuan hukum pada level Peraturan Daerah di DKI Jakarta.

3 dari 3 halaman

Selanjutnya

Keenam mengenai sulitnya memiliki tempat tinggal di Jakarta. Pada awal masa kepemimpinannya, Anies Baswedan mengeluarkan kebijakan penyelenggaraan rumah uang muka atau DP 0 persen ditargetkan membangun sebanyak 232.214 unit.

Ketujuh, belum ada bentuk intervensi yang signifikan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait permasalahan yang menimpa masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki karakteristik dan kompleksitas kerentanan yang jauh berbeda dengan masyarakat yang tinggal di wilayah lain.

Kedelapan, penanganan pandemi yang masih setengah hati. Sayangnya capaian 3T Pemprov DKI justru masih rendah di masa krisis.

Kesembilan yaitu penggusuran paksa masih menghantui warga Jakarta. Ironisnya, perbuatan tersebut dijustifikasi dengan menggunakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak memiliki perspektif HAM.

Kesepuluh, reklamasi yang masih terus berlanjut. Ketidakkonsistenan mengenai penghentian reklamasi dimulai ketika pada 2018. 

Anies menerbitkan Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang menjadi indikasi reklamasi masih akan berlanjut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.