Sukses

Wacana Pj Gubernur dari TNI-Polri Ingatkan Dwifungsi ABRI di Era Orde Baru

Dalam pasal 201 undang-undang Pilkada, jabatan gubernur akan diisi oleh orang yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur. Sedangkan posisi bupati dan wali kota akan diisi olej pejabat pimpinan tinggi pratama

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah tak setuju dengan rencana pemerintah menjadikan perwira tinggi TNI dan Polri sebagai penjabat (Pj) kepala daerah menjelang Pilkada 2024. Dia menilai hal tersebut mengingatkan pada dwifungsi ABRI yang berjaya pada pemerintah orde baru.

"Nanti ini menjadi entry point (pintu masuk) bagi masuknya dwifungsi ABRI. Artinya, keterlibatan TNI/Polri di sektor-sektor sipil sebenarnya kan engak boleh," jelas Trubus kepada Liputan6.com, Senin (27/9/2021).

"Dwifungsi ABRI kan sudah dihapus, jadi enggak boleh ada sektor-sektor, termasuk dalam hal ini Pj. Apalagi, gubernur bupati itu ditangan mereka," sambungnya.

Sebagai informasi, akan ada 101 kepala daerah yang akan habis masa jabatannya pada 2022. Sementara itu, sebanyak 171 kepala daerah akan habis masa jabatannya pada 2023. 

Jika merujuk pada Undang-Undang Pilkada, kekosongan jabatan itu akan diisi oleh penjabat kepala daerah.

Dalam pasal 201 undang-undang Pilkada, jabatan gubernur akan diisi oleh orang yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur. Sedangkan posisi bupati dan wali kota akan diisi olej pejabat pimpinan tinggi pratama.

Beberapa tahun lalu, Kemendagri pernah menunjuk perwira TNI atau Polri aktif menjadi penjabat kepala daerah. Mereka adalah Komjen M Iriawan, menjadi Penjabat Gubernur Jawa Barat, Irjen Carlo Brix Tewu menjadi Pj Gubernur Sulawesi Barat, dan Mayjen Soedarmo sebagai Pj Gubernur Aceh.  

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengaruhi Pelayanan Publik

Trubus mengatakan, apabila Pj kepala daerah diisi perwira TNI/Polri akan menimbulkan berbagai persoalan. Mulai dari, timbul kecemburuan di pemerintah daerah hingga mempengaruhi pelayanan terhadap publik.

"Menimbulkan kecemburuan di internal TNI/Polri maupun di pemda-pemdanya. Itu bisa menjadi intrik-intrik disitu dan menimbulkan protes dari masyarakat juga. Jadi, pelayanannya bisa jadi mempengaruhi pelayanan publik," katanya.

Kendati begitu, Trubus tak bisa mencegah apabila pemerintah ingin menjadikan TNI/Polri sebagai Pj kepala daerah. Hanya saja, dia menyarankan sebaiknya TNI/Polri menjadi Pj di daerah-daerah yang memiliki birokrasi yang lemah.

"Jadi kalau birokrasinya lemah, diisi aja oleh TNI/Polri gitu. Tapi tidak semua TNI/Polri masuk semua disitu, hanya yang sifatnya mendesak," ujar Trubus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.