Sukses

Komnas HAM Panggil 3 Pegawai KPI Terkait Kasus Perundungan dan Pelecehan MS

Komnas HAM turut mengusut kasus dugaan perundungan dan pelecehan seksual yang dialami MS di lingkungan kerja KPI selama bertahun-tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah memanggil tiga pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Ketiganya dipanggil terkait kasus dugaan perundungan dan pelecehan seksual yang dialami pegawai KPI berinisial MS.

"Kami memanggil 3 orang staf berdasarkan rilis yang disebarkan MS dan keterangan pimpinan KPI yang minggu lalu menyampaikan kepada Komnas HAM. Tiga orang staf, satu bagian hukum, dan mendampingi," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, Rabu (22/9/2021).

"Kami merujuk apa yang disampaikan MS dari rilis, tapi ada rotasi atau perpindahan divisi dari divisi A B itu juga diceritakan. Tidak semua rilis itu dikonfirmasi ada bagian-bagian yang bersangkutan itu tidak tahu. Jadi konstruksinya begitu," sambungnya.

Ia menyebut, dari tiga orang yang dipanggil oleh Komnas HAM, seorang di antaranya merupakan pegawai satu divisi dengan MS.

"Ada kira-kira satu bagian dengan MS untuk memberi keterangan situasi dan kondisi kerja," kata Beka.

Ia menjelaskan, pemanggilan terhadap para pegawai tersebut juga untuk mengetahui kondisi atau situasi kerja di lingkungan KPI.

"Kedua terkait dengan respons yang ada dari pegawai KPI terhadap peristiwa yang terjadi. Ketiga, pihak-pihak yang dia tahu persis atau mendengar adanya kejadian tersebut, lebih ke sana," jelasnya.

Berdasarkan pemeriksaan, disebutkan bahwa suasana kerja di KPI secara umum baik-baik saja dan penuh keakraban.

"Dijelaskan bahwa secara umum suasana kerjanya baik-baik saja, artinya penuh keakraban dekat. Tapi enggak dekat banget, saling mendukung, dalam konteks umum ya, tidak terkait kasusnya. Kemudian ngobrol bareng terkait pekerjaan, situasi kerja curhat-curhatan itu yang disampaikan pegawai KPI tadi," ujarnya.

Ternyata, staf yang dipanggil ini mengaku pernah mendengar langsung dari MS terkait kasus yang saat ini dialaminya. Sehingga, mereka pun memberikan saran kepada MS untuk membuat sejumlah langkah.

"Jadi mereka kemudian menjelaskan bahwa mendengar, hanya mendengar kasus yang ada dan kemudian mereka memberi saran kepada MS untuk melakukan langkah-langkah yang memang diperlukan," jelasnya.

Menurutnya, meski sudah melakukan pemanggilan terhadap sejumlah pegawai KPI. Akan tetapi, apa yang disampaikan oleh mereka yang dipanggil tersebut belum bisa dibandingkan.

"Kami mendasarkan permintaan keterangan dari rilis terbuka yang disampaikan oleh MS, kami kemudian mengkonfirmasi apakah yang bersangkutan tahu atau tidak tahunya seberapa dan kapan kira-kira seperti itu. Materi selanjutnya kita terus mengembangkan menganalisa. Kita belum pada level membandingkan keterangan a b," paparnya.

"Ada (mereka mendengarkan ada detailnya) tapi belum bisa disampaikan sekarang. Nanti kita akan buka secara lengkap konstruksi peristiwanya perannya dalam rekomendasi Komnas secepatnya," imbunya.

Selain itu, nantinya Komnas HAM berencana akan melakukan pemanggilan terhadap pegawai KPI lainnya jika memang dibutuhkan. "Kami merencanakan ada (pemanggilan pegawai KPI lain) tapi ini dikembangkan dulu," ucapnya.

Namun begitu, Komnas HAM belum berencana memeriksa terduga pelaku.

"Kami belum melihat keperluan itu (terduga diperiksa). Kami akan terus mengembangkan keterangan atau meminta keterangan dari banyak pihak yang ada di KPI maupun juga tindak lanjut dari apa yang disampaikan kepolisian," tutupnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Korban Pernah Mengadu ke Komnas HAM

Korban berinisial MS, dalam pesan berantai yang beredar, mengaku apa yang dialaminya itu telah ia adukan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 11 Agustus 2017 silam melalui surat elektronik (email).

Dikonfirmasi terpisah, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara membenarkan jika MS telah mengirimkan surat elektronik (email) yang berisi aduan kepada pihaknya.

"Benar yang bersangkutan mengadu ke Komnas HAM via email sekira Agustus-September 2017. Dari analisis aduan, korban disarankan untuk melapor ke polisi karena ada indikasi perbuatan pidana," kata Ulung dalam keterangannya, Rabu (1/9).

Ulung menegaskan, pihaknya bakal menangani kasus tersebut apabila MS yang merasa menjadi korban dugaan pelecehan seksual mengadukan kembali kejadian itu ke Komnas HAM.

"Komnas HAM akan tangani kasus tersebut apabila yang bersangkutan mengadu lagi ke Komnas HAM terkait perkembangan penanganan kasus yang ada setelah dari kepolisian maupun pihak lain," tegasnya.

Ia mengaku sudah melakukan koordinasi dengan pihak KPI untuk menyelesaikan kasus tersebut.

"Sudah koordinasi dengan komisioner KPI untuk penyelesaian kasus ini. Semoga kasus ini segera terang, ketemu solusinya dan korban dipulihkan," tutupnya.

Pelecehan Berlangsung Sejak 2012

Dalam pengakuan yang ditulisnya, korban MS mengaku mengalami pelecehan sepanjang 2012-2014.

"Selama 2 tahun saya dibully dan dipaksa untuk membelikan makan bagi rekan kerja senior. Mereka bersama sama mengintimidasi yang membuat saya tak berdaya. Padahal kedudukan kami setara dan bukan tugas saya untuk melayani rekan kerja. Tapi mereka secara bersama sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh."

MS yang bekerja di kantor KPI Pusat sejak 2011 juga mengaku dipukul, dimaki dan direndahkan terus menerus dan berulang-ulang sehingga merasa tertekan, stres dan sakit.

"Puncaknya pada tahun 2015, mereka beramai ramai memegangi kepala, tangan, kaki, menelanjangi, memiting, melecehkan saya dengan mencorat-coret buah zakar saya memakai spidol. Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi. Kok bisa pelecehan jahat macam begini terjadi di KPI Pusat? Sindikat macam apa pelakunya? Bahkan mereka mendokumentasikan kelamin saya dan membuat saya tak berdaya melawan mereka setelah tragedi itu. Semoga foto telanjang saya tidak disebar dan diperjualbelikan di situs online," tuturnya.

"Pelecehan seksual dan perundungan tersebut mengubah pola mental, menjadikan saya stres dan merasa hina, saya trauma berat, tapi mau tak mau harus bertahan demi mencari nafkah. Harus begini bangetkah dunia kerja di KPI? Di Jakarta?" imbuhnya.

 

Reporter: Nur Habibie

Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.