Sukses

Kebijakan Penanganan Pandemi Covid-19 Dinilai Sudah Baik dan Efektif

Jumlah kasus aktif COVID-19 juga berhasil ditekan, dari 12,48% pada 3 Juli 2021,menjadi 1,45% pada 19 September 2021.

Liputan6.com, Jakarta Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 melaporkan berbagai indikator yang menunjukkan bahwa penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia per 19 September 2021 telah dilakukan secara efektif dan berdampak optimal. 

Penilaian situasi COVID-19 di Jawa-Bali misalnya, sudah mulai mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya. Kini, hanya tinggal tiga wilayah di pulau Jawa yang berstatus level 4, 82 wilayah level 3, dan 43 wilayah level 2.

Di sisi lain, jumlah kasus aktif COVID-19 juga berhasil ditekan, dari 12,48% pada 3 Juli 2021,menjadi 1,45% pada 19 September 2021. Hal ini berjalan beriringan dengan tingkat kesembuhan yang meningkat dari 84,86% menjadi 95,16% pada periode tersebut. Adapun, tingkat keterisian rumah sakit turun dari 75% menjadi 12%.

"Fakta yang saya amati dari memperhatikan media massa, situasi lapangan, dan mendengar opini ahli di bidang kesehatan, pemerintah terus menekan laju penularan COVID-19 dengan berbagai cara. Mulai dari mengeluarkan kebijakan PPKM darurat sampai dengan sekarang PPKM level situasi wilayah. Menurut saya, pemerintah sudah melakukan kebijakan yang terukur," ujar Dr Slamet Rosyadi, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah.

"Pemerintah telah mampu mengukur secara kuantitatif kondisi pandemi di suatu wilayah. Kebijakan ini membuat kita bisa memantau kondisi wilayah dengan lebih baik. Masyarakat juga perlu mengapresiasi pemerintah sudah terbuka kepada publik sehingga data kondisi penanganan COVID-19 sudah sebegitu terbukanya kepada masyarakat saat ini," sambungnya.

Slamet juga melihat data perkembangan kasus COVID-19 data kesembuhan dan yang meninggal dinilai sudah cukup transparan disampaikan pemerintah. Dia berharap kebijakan publik berdasarkan kajian ilmiah (evidence base) diperkuat.

Karena menurutnya penanganan COVID-19 ini tidak bisa dilakukan melalui cara-cara birokratis, tapi harus melalui pendekatan ilmiah. Dengan demikian, masyarakat dapat teredukasi dengan lebih baik guna menumbuhkan kesadaran kolektif dalam menangani krisis multidimensi akibat pandemi COVID-19.

"Pemerintah kita saat ini sudah menyusun kebijakan melalui kajian ilmiah. Hal ini sangat penting untuk menjelaskan kepada masyarakat. Misalnya, kenapa aktivitas ekonomi harus dibatasi. Namun, tentunya kita tetap harus belajar dan sambil melihat situasi dan praktik terbaik dari negara lain juga," jelasnya.

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap 3m #vaksinmelindungikitasemua

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Edukasi Sadarkan Masyarakat Pentingnya Vaksinasi

Slamet juga mencontohkan bagaimana Taiwan merespons kasus pertama COVID-19 yang merebak di Wuhan, dengan menerjunkan ahli di bidang kesehatan ke Wuhan untuk mempelajari situasi.

Setelah ahli kesehatan Taiwan kembali ke negaranya, mereka membawa hasil pengamatan yang kemudian dijadikan dasar untuk merumuskan kebijakan.

"Efeknya luar biasa apabila kita tidak menangani krisis kesehatan ini dengan cepat. Saya lihat adanya kolaborasi untuk program vaksinasi, banyak pemangku kepentingan yang terlibat untuk mempercepat vaksinasi. Di Purwokerto saja, animo masyarakat untuk mendapatkan vaksinasi sudah sangat luar biasa dan positif. Masyarakat mulai sadar terhadap perlindungan kesehatan," ungkap Slamet lebih jauh.

Bagi Slamet, upaya vaksinasi saat ini mendapatkan respons positif dari masyarakat. Ini berkat edukasi yang sudah baik dan menyadarkan masyarakat betapa pentingnya vaksinasi di masa pandemi ini.

"Ke depan, sosialisasi dan penerapan protokol kesehatan harus terus dijalankan. 5M itu harus betul-betul dijalankan dan masyarakat harus menjadi bagian dari kampanye karena pemerintah tidak mungkin bekerja 24 jam sehingga perlu partisipasi publik. Keterlibatan tokoh-tokoh masyarakat perlu didorong untuk dijadikan agen perubahan dan mempromosikan kampanye hidup sehat dan beradaptasi dengan kebiasaan baru, karena kita belum tahu kapan pandemi belum akan berakhir," pungkas Slamet.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.