Sukses

ICJR: Sulit Bangun Lapas, Anggaran Habis untuk Beli Bahan Makanan Napi

ICJR juga menyoroti sikap penegak hukum yang terlalu sering memenjarakan orang, sehingga berdampak pada over kapasitas Lapas.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu membeberkan sulitnya mengatasi persoalan over kapasitas di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Menurut dia, anggaran yang dimiliki Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Paas) Kemenkumham habis hanya untuk membeli bahan makanan bagi para warga binaan pemasyarakatan atau narapidana (napi).

"Anggaran kita juga hanya untuk membayar bahan makanan, bukan untuk pembangunan hukum, bukan untuk pembangunan lapas," ujar Erasmus dalam diskusi daring, Senin (20/9/2021).

Dia mencontohkan, salah satu hal yang paling terlihat adalah penggunaan kantor kepolisian untuk menahan seorang terduga pelaku. Sejatinya, menurut Erasmus, penahanan harus tetap dilakukan di dalam rumah tahanan yang diawasi oleh Ditjen Pas, bukan di kantor polisi.

"Kita tidak punya anggaran juga untuk membangun rutan, sekarang penahanan dilakukan di kantor polisi, seharusnya penahanan dilakukan di bawah Kemenkumham agar menghindari hal yang tak diinginkan," kata dia.

Terkait dengan masalah over kapasitas dalam rutan dan lapas, menurut Erasmus pemerintah sudah menyadari dan memiliki langkah untuk menyelesaikannya. Namun persoalannya ada pada komitmen pemerintah itu sendiri.

"Sebenarnya pemerintah sadar terkait ini, dan memiliki langkah sendiri. Kalau menurut saya simpel, pemerintah hanya harus komitmen, bahan baku sudah ada tinggal kokinya saja memasak dengan baik," kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Terlalu Banyak Memenjarakan Orang

Selain karena hal tersebut, menurut Erasmus, over kapasitas dalam lapas yakni lantaran penegak hukum di Indonesia terlalu banyak memenjarakan seseorang. Dia menyingging pemenjaraan seseorang dengan UU ITE yang diancam 6 tahun penjara.

"Problem terbesarnya adalah kita terlalu banyak memenjarakan seseorang. Ancaman hukuman ITE penjara 6 tahun. Logika pembentuk UU kita tidak singkron dengan upaya penyelesaian over crowded. Pemenjaraan terlalu besar," kata dia.

Selain itu, perang terhadap narkotika juga membuat lapas kian penuh. Menurutnya, banyak pengguna narkotika yang dijerat dengan pasal pengedar.

"Angka pemenjaraan kita meningkat saat Pak Jokowi menyatakan perang terhadap narkotika. Banyak juga pengguna narkotika yang dikenakan pasal sebagai pengedar, seperti teman memberikan narkoba kepada temannya, yang memberikan dikenakan pasal bandar dan divonis tinggi," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.