Sukses

Meski Tren Kasus Menurun, PTM Terbatas Dinilai Masih Rentan Terhadap Covid-19

Menurut dosen UMN ini, kondisi saat ini masih sangat rentan jika digelar PTM terbatas dan belum bisa dijadikan jaminan dari indeks Covid-19 yang angkanya mulai menurun.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim meminta  seluruh satuan Pendidikan di semua jenjang segera laksanakan Pertemuan Tatap Muka (PTM) terbatas.

Hal ini diungkap Nadiem saat rapat bersama Komisi X DPR RI pada Senin 23 Agustus 2021. 

Keputusan tersebut mengacu pada Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2021 terkait pelaksanaan pembelajaran di satuan pendidikan pada zona PPKM level 3,2, dan 1 dapat dilakukan melalui pembelajaran tatap muka terbatas (PTM) dan/atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).

"Bagi satuan pendidikan yang melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas dilaksanakan dengan kapasitas maksimal 50 persen," jelas aturan tersebut seperti dikutip pada Selasa, 24 Agustus 2021.

Menyikapi Instruksi Mendagri tersebut, Dosen dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Irwan Julianto menilai perlu adanya evaluasi sebelum wacana tersebut terealisasi.

"Pelaksanaan PTM menurut saya September ini perlu diamati dulu, baru nanti dievaluasi ke Oktober," ungkap Irwan kepada Liputan6.com, Rabu, 25 Agustus 2021.

Menurutnya, kondisi saat ini masih sangat rentan jika digelar PTM terbatas dan belum bisa dijadikan jaminan dari indeks Covid-19 yang angkanya mulai menurun

"Walaupun sekarang (indeks Covid-19) cenderung menurun, namun hal tersebut belum jaminan," tuturnya.

Lulusan Doktoral Komunikasi Kesehatan di Universitas Indonesia (UI) ini juga meminta Indonesia untuk berkaca dari negara lain yang kembali alami lonjakan kasus Covid-19 setelah sempat aman terkendali.

"Contohnya beberapa negara lain seperti Amerika, Thailand, Vietnam, dan lainnya yang awalnya sudah lebih terkontrol, tapi terakhir mulai melonjak lagi. Kita (Indonesia) sendiri juga sudah pernah alami penurunan, kemudian karena lengah justru naik lagi kan. Akhirnya nakes kewalahan,"papar Irwan  dalam wawancara daring Rabu, 25 Agustus. 

Proses pembelajaan jarak jauh yang digelar di masa pandemi, juga dinilai tak bisa maksimal. Menurut Irwan, kondisi kesehatan tetap yang paling utama. 

"Jadi memang pendidikan ini yang juga berat sekali. Tapi kesehatan harus beres dulu, baru pendidikan dan ekonomi bisa seperti semula," tuturnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tak Setuju Jika Vaksin Bukan Syarat PTM

Irwan pun merasa janggal jika vaksinasi bukan syarat pelaksanaan pertemuan tatap muka (PTM). Sebab sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Makarim menyatakan bahwa pelajar ataupun pengajar yang belum di vaksin Covid-19 tetap dapat melaksanakan PTM.

Sebagai akademisi yang fokus pada aspek kesehatan dan komunikasi, Irwan menyebut pernyataan Nadiem tidak mempunyai argumen yang kuat. "Saya cukup bingung dengan pernyataan Nadiem. Argumen dia apa? tidak begitu clear," ujarnya.

Berkecimpung di bidang Kesehatan masyarakat, Irwan memaparkan bahwa vaksin adalah salah satu upaya pengurangan risiko atau yang dikenal dengan risk reduction. Sehingga dia mengaku keberatan atas pernyataan Nadiem yang tidak menjadikan vaksinasi Covid-19 sebagai syarat PTM.

“Vaksin itu dalam istilah kesehatan juga dikenal sebagai salah satu wujud dari risk reduction, pengurangan risiko. Kalau faktor untuk mengurangi risikonya dianggap tidak menentukan ya aneh menurut saya," jelasnya.

Menurut Irwan, pelaksanaan PTM tidak boleh lebih longgar dibanding sektor lain. Ia memberi contoh pembukaan mal atau pusat perbelanjaan yang bahkan mewajibkan pengunjung tunjukkan sertifikat vaksin.

"Sementara kita ke mal saja dimintai sertifikat vaksin ya atau qr code. Jadi walaupun pengajar dan pelajar sudah diminta menggunakan masker dan jaga jarak, serta sudah dilaksanakan, tapi tetap berisiko terjadi penularan," imbuh Irwan.

3 dari 3 halaman

PJJ Buat Pendidikan Dinilai Tak Maksimal

Sudah satu setengah tahun dunia termasuk Indonesia diterpa pandemi Covid-19. Semenjak Maret 2020, Kemendikbudristek putuskan seluruh jenjang pendidikan mengubah sistem pembelajaran menjadi via daring atau yang kini dikenal dengan istilah Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Dosen UMN ini mengaku berat menjalani PJJ. Meski demikian, dia mengatakan harus melakukan yang terbaik selama proses pembelajaran daring ini.

"Berat untuk dosen (pengajar) dan mahasiswa (pelajar), masing-masing sulit. Dua setengah semester sudah online tidak bisa maksimal," jawab Irwan.

"Sinyal buruk, pelajar enggan menampilkan gambar (diri), putus koneksi. Ya ini situasi upnormal, mau nggak mau harus menyesuaikan," pungkasnya menjelaskan pengalaman mengajar daring.

Meski merasakan kondisi tidak efektif dari PJJ, sekali lagi Irwan mengatakan belum saatnya sektor pendidikan melaksanakan pertemuan tatap muka. Hal ini dikarenakan angka positif Covid-19 sendiri masih fluktuatif sehingga perlu ditinjau berkala hingga terlihat stabil.

"Jangan buru-buru, perlu dilihat dulu kurvanya," kata dia.

 

 Cindy Violeta Layan     

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.