Sukses

KPK Tanggapi Gugatan MAKI soal King Maker Kasus Djoko Tjandra

KPK menanggapi rencana gugatan praperadilan yang diajukan MAKI terkait kasus pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra yang melibatkan Pinangki Sirna Malasari.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi rencana gugatan praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait kasus pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra yang melibatkan Pinangki Sirna Malasari.

MAKI akan mengajukan permohonan praperadilan terhadap KPK atas penghentian supervisi dan penyidikan orang yang dianggap sebagai 'king maker' pada kasus Djoko Tjandra.

"Komisi Pemberantasan Korupsi menghormati hak setiap pihak yang mengajukan praperadilan atas suatu penanganan perkara korupsi. Hal ini kami pandang sebagai bentuk perhatiannya pada upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," tutur Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (24/8/2021).

Menurut dia, berdasarkan ketentuan, pelaksanaan supervisi perkara oleh KPK hanya dilakukan sampai dengan tahap penyidikan. Dengan begitu, kegiatan supervisi dinyatakan selesai ketika perkara tersebut telah dilimpahkan ke pengadilan.

"Perkara yang telah masuk dalam proses persidangan menjadi kewenangan majelis hakim. Siapapun, termasuk KPK, tidak boleh melakukan intervensi dengan alasan apapun," jelas dia.

Hanya saja, lanjut Ali, KPK tidak menutup kemungkinan untuk membuka penyidikan lanjutan terkait pengungkapan sosok king maker dalam kasus Djoko Tjandra.

"Jika perkara telah diputus dan berkekuatan hukum tetap, namun masyarakat menemukan atau mengetahui adanya dugaan korupsi sebagai tindak lanjut penanganan perkara tersebut, kami mempersilakan untuk melaporkannya kepada KPK, dengan disertai data awal yang konkret. KPK pastikan akan tindaklanjuti," Ali menandaskan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

King Maker

Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) akan mengajukan permohonan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas penghentian supervisi dan penyidikan orang yang dianggap sebagai 'king maker' pada kasus Djoko Tjandra.

"MAKI akan mengajukan praperadilan melawan KPK dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengurusan fatwa oleh Pinangki Sirna Malasari dan kawan-kawan untuk membebaskan Djoko Tjandra atas vonis penjara perkara korupsi Bank Bali," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Jakarta, Minggu (22/8/2021).

Terkait dengan materi praperadilan, MAKI menyiapkan sejumlah poin, yakni pada 11 September 2020 MAKI mengirimkan surat elektronik kepada KPK Nomor: 192/MAKI/IX/2020 perihal penyampaian materi dugaan perkara tindak pidana korupsi Joko S. Tjandra dan Pinangki Sirna Malasari untuk digunakan bahan supervisi.

Setelah itu, MAKI diundang oleh KPK pada 18 September 2020 untuk memperdalam informasi terkait dengan 'king maker' dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengurusan fatwa oleh Pinangki Sirna Malasari dan kawan-kawan.

Dikutip dari Antara, MAKI menerima surat balasan dari KPK repada 2 Oktober 2020 perihal tanggapan atas pengaduan masyarakat sebagai balasan atas penyampaian materi dari MAKI berdasarkan surat MAKI tertanggal 11 September.

Surat KPK tersebut berisi pengaduan dari MAKI yang dijadikan bahan informasi untuk Kedeputian Bidang Penindakan KPK.

Seterusnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus perkara terdakwa Pinangki Sirna Malasari dan terdakwa lainnya. Dalam pertimbangannya menyatakan keberadaan 'king maker' sebagai aktor intelektual dari Pinangki Sirna Malasari untuk membebaskan Djoko Tjandra dari kasusnya.

Namun, majelis hakim menyatakan tidak mampu menggali siapa 'king maker' sehingga menjadi kewajiban KPK untuk menemukannya sebagai aktor intelektual dari Pinangki Sirna Malasari.

"Pada 30 Juli 2020, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan telah menghentikan supervisi perkara tersebut," ujarnya.

Tindakan KPK yang menghentikan supervisi atas kasus tersebut adalah bentuk penelantaran perkara yang mengakibatkan penanganan kasus menjadi terkendala untuk membongkar dan mencari 'king maker'.

Hal itu, lanjut Boyamin, adalah bentuk penghentian penyidikan perkara korupsi secara materi, diam-diam, menggantung dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.