Sukses

Surya Paloh: Tak Mengenal Budaya Malu, 100 KPK Tak Efektif Memberantas Korupsi

Surya Paloh menyatakan budaya malu harus diperlukan. Jika tidak akan susah untuk memberantas budaya korupsi.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyatakan budaya malu harus diperlukan. Jika tidak akan susah untuk memberantas budaya korupsi.

Adapun ini disampaikan dalam orasi politiknya dalam acara peringatan 50 Tahun CSIS Indonesia, Senin (23/8/2021).

"Kalau kita tidak mengenal budaya malu, jangankan 1 KPK, 100 KPK, tidak akan memberikan daya efektivitas apa pun dalam upaya pemberantasan korupsi di negeri ini," kata dia.

Dia pun mengajak seluruh lapisan masyarakat mulai membangun budaya malu korupsi, hal itu bisa dimulai dari pendidikan di keluarga hingga pendidikan formal.

"Harus bangun kesadaran masyarakat kita itu sendiri. Harus kita lakukan, dimulai dari mana pun, pendidikan keluarga, pendidikan formal, dengan menjadi interaksi sosial masyarakat keseharian. Menimbulkan satu budaya asas kepantasan tidak boleh untuk tercerai," ungkap Paloh.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Apresiasi untuk KPK

Meski demikian, Paloh menyampaikan apresiasi atas kinerja KPK dalam pemberantasan koruptor di tanah air. Ia menilai kerja KPK cukup agresif menangkap pejabat-pejabat korup.

"Sejujurnya saya katakan, KPK cukup agresif dalam melakukan tugas-tugasnya. Nah, ini perlu kita apresiasi, perlu kita jaga upaya pemberantasan korupsi harus kita laksanakan," katanya.

"Bagaimanapun juga Indonesia harus bersyukur sebagai satu bangsa yang telah mampu untuk melahirkan sebuah lembaga anti korupsi, kita punya KPK," sambungnya.

Namun, ia menyebut KPK masih banyak kekurangan, salah satunya soal terminologi operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

"Terminologi tangkap tangan misalnya, yang saya pahami, dengan segala kemampuan saya yang terbatas. Tangkap tangan adalah ada si pemberi, ada si penerima pada saat bersamaan, dan untuk itu dia tertangkap, tetapi terminologi baru, tangkap tangan itu bisa saja, satu pemberi di Medan, satu penerima di Surabaya, tangkap tangan juga. Padahal hanya dramatisasi," kata Paloh.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.