Sukses

Harga Batu Bara Melambung, HMI Khawatir Ekspor Terjadi dan Begal Pajak Negara

Tercatat hingga Selasa 27 Juli 2021, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US Dollar 149,65/ton, hampir sentuh US Dollar 150.

Liputan6.com, Jakarta - Harga batu bara kembali naik pada hari ini, Rabu (28/7/2021). Kenaikan harga gas alam membuat batu bara kembali diminati.

Tercatat hingga Selasa 27 Juli 2021, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US Dollar 149,65/ton, hampir sentuh US Dollar 150. Angka itu naik 0,77 persen dari hari sebelumnya.

Kenaikan harga batu bara itu pun disoroti Ketua Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba PB HMI Muhamad Ikram Pelesa.

Ikram menyoroti perlakuan istimewa Menteri ESDM RI Arifin Tasrif terhadap para pengusaha Tambang Batubara dengan mencabut Kepmen ESDM Nomor 261 K/30/MEM/2019.

Aturan itu mengatur sanksi terhadap produksi batubara yang tak memenuhi persentase minimal penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri alias Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25 persen dari rencana jumlah produksi batu bara yang disetujui oleh menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.

Dalam hal para pemegang izin (IUP/K) dan PKP2B tidak memenuhi persentase minimal penjualan batu bara, maka akan dikenakan kewajiban pembayaran kompensasi terhadap sejumlah kekurangan penjualan batu bara dalam rangka pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

"Pemerintah terlalu gegabah dalam mengeluarkan keputusan Kepmen ESDM Nomor 255.K/30/MEM/2020 dalam rangka mencabut pemberian sanksi terhadap produsen batubara yang tak memenuhi persentase minimal penjualan batubara untuk kepentingan dalam negeri," ujar Ikram melalui keterangan tertulis, Rabu (28/7/2021).

Sementara secara volume, lanjut dia, realisasi DMO pada 2020 hanya menyentuh angka 132 juta ton, lebih rendah dari rencana yang ditetapkan sebesar 155 juta ton.

"Boleh jadi saat ini produsen batubara tengah merayakan jaminan masa depan eksport yang gemilang ditahun ini. Naiknya harga jual diyakini bakal membangkitkan gairah para pengusaha disektor ini. Bayangkan saja, selain harga jual batubara yang melonjak naik, para produsen ini juga telah dibebaskan dari sanksi produksi batu bara yang tak memenuhi DMO, dengan sikap seperti ini negara kita seolah lemah dihadapan para pengusaha tambang itu," papar dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dugaan Adanya Monopoli

Ikram menduga pihak produsen batu bara berupaya monopoli arus produksi agar nampak lesu tidak mencapai target DMO akibat pandemi Covid-19 untuk mengejar kebijakan relaksasi dan penghapusan sanksi produksi batu bara yang tidak memenuhi kebetuhan dalam negeri.

Sehingga, kata dia, ketika perusahaan tersebut lebih memilih ekspor ketimbang memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka tidak ada lagi sanksi yang menanti.

"Mungkin skenarionya begini, produksi dibuat turun karena pandemi, kemudian minta pemerintah hapus sanksi ketika target DMO tidak terpenuhi, kemudian dikabulkan dengan komitmen harus penuhi pasokan dalam negeri. Tapi ketika perusahaan lebih memilih ekspor karena harga jual tinggi, yang mau penuhi DMO siapa, mau ambil uang dari mana? Sekali lagi ini adalah bisnis. Jika ada keuntungan besar tanpa sanksi, maka dapat dipastikan itu dibangun tidak gratis," papar Ikram.

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengklaim bahwa kebutuhan batu bara dalam negeri tetap terpenuhi.

Kata dia, ketidaktercapaian target DMO di tahun lalu lantaran demand atau permintaan yang menurun, khususnya dari pembangkit listrik sebagai konsumen terbesar dan juga industri.

"Kalau dilihat dari proporsinya, pemenuhan di dalam negeri masih lebih kecil daripada target. Kita tentu saja memprioritaskan, kebutuhan di dalam negeri harus terpenuhi. Itu menjadi prioritas utama," kata Arifin dalam konferensi pers virtual.

Sementara itu, Ikram menilai dengan lonjakan ekspor batu bara akibat harga jual luar negeri tinggi dapat memicu lajunya aktivitas ilegal para penjarah batu bara. Dengan demikian penerimaan pajak negara akan terbegal.

"Selain itu, kondisi ini, juga bisa berdampak pada minimnya ketertarikan Perusahaan batu bara untuk memenuhi kebutuhan Negeri (PLN dan industry lainnya), karena dengan ekspor Batubara nilainya lebih menjanjikan," terang Ikram.

Sehingga, pihaknya menganjurkan pemerintah untuk tetap mengatur sanksi terkait ketidakpatuhan produsen dalam memenuhi kebutuhan batubara dalam negeri serta membatasi pemberian kuota ekspor untuk perusahaan.

"Demi menjamin pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri Kami merekomendasikan Pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis. Pertama, Pemerintah Harus berani membatasi Kuota Eksport Perusahaan Batubara, Demi menjamin pasokan Dalam negeri," ucap dia.

"Kedua, Pemerintah Harus menjamin Penerapan HBA menyesuaikan siklus Harga Jual Luar Negeri, Memaksimalkan Pengawasan atas Penerapan HBA untuk menghindari monopoli dan kekahawatiran para pengusaha batubara soal harga jual dalam negeri. Terakhir, Pemerintah Harus Segera Membentuk Satgas Pemberantasan Tambang Ilegal demi menjaga cadangan Energi, Mineral dan Batubara Indonesia," tutup Ikram.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.