Sukses

Pengadilan Tinggi Jakarta Potong Hukuman Penjara Djoko Tjandra

Hukuman Djoko dikurangi dari 4 tahun 6 bulan menjadi 3 tahun 6 bulan penjara dalam upaya hukum banding.

Liputan6.com, Jakarta Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta mengurangi hukuman Djoko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra. Hukuman Djoko dikurangi dari 4 tahun 6 bulan menjadi 3 tahun 6 bulan penjara dalam upaya hukum banding.

"Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp 100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," demikian bunyi amar putusan seperti dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung (MA), Rabu (28/7/2021).

Duduk sebagai ketua majelis yakni Muhamad Yusuf dengan anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Rusydi, dan Renny Halida Ilham Malik.

Hakim banding mempertimbangkan sejumlah hal dalam menjatuhkan putusannya. Untuk hal yang memberatkan Djoko Tjandra dinilai melakukan perbuatan tercela. Bermula dari adanya kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali yang berdasarkan putusan MA, Djoko Tjandra dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana.

"Bahwa perbuatan yang menjadi dakwaan dalam perkara ini dilakukan Terdakwa untuk menghindar supaya tidak menjalani putusan MA tersebut," kata hakim.

Sementara untuk hal meringankan Djoko Tjandra dinilai telah menjalani pidana penjara berdasarkan putusan MA dan telah menyerahkan dana yang ada dalam Escrow Account atas rekening Bank Bali PT. Era Giat Prima milik Djoko Tjandra sebesar Rp 546.468.544.738.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis hukuman 4 tahun dan 6 bulan, denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Djoko Soegiarto Tjandra. Hakim meyakini Djoko Tjandra bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

"Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar hakim dalam amar putusannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (5/4/2021).

Hakim meyakini Djoko terbukti menyuap dua jenderal polisi terkait pengecekan status red notice dan penghapusan namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO) di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.

Djoko melalui rekannya Tommy Sumardi memberikan uang kepada eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, sebanyak Sin$200 ribu dan US$370 ribu. Dia juga memberikan uang sebesar US$100 ribu kepada eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo.

Upaya tersebut dimaksudkan agar Djoko nantinya bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap oleh aparat penegak hukum lantaran berstatus buronan. Ia berencana mendaftar Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya dengan pidana 2 tahun penjara atas korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dituntut Lebih Tinggi

Selain itu, Djoko juga menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari, untuk pengurusan fatwa MA. Fatwa itu dimaksudkan agar meloloskan Djoko dari hukuman MA dalam kasus korupsi hak tagih Bank Bali.

Djoko menyuap Pinangki dengan uang sebesar US$500 ribu. Hakim menerangkan uang itu merupakan fee dari jumlah US$1 juta yang dijanjikan Djoko. Uang itu diterima Pinangki melalui perantara yang merupakan kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya.

Hakim menyatakan bahwa Djoko juga terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki, Andi Irfan Jaya, dan Anita Dewi Kolopaking dalam pengurusan fatwa MA. Jaksa menyebut mereka menjanjikan uang US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.

Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Diketahui, jaksa menuntut Djoko Tjandra dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.