Sukses

Dewas Serahkan Tindak Lanjut Temuan Maladministrasi TWK ke Pimpinan KPK

Dewas KPK menyatakan, tidak mengetahui hasil putusan pemeriksaan Ombudsman terkait temuan maladministrasi penggunaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terhadap pegawai KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyatakan, tidak mengetahui hasil putusan pemeriksaan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terkait temuan maladministrasi penggunaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN.

"Tentang maladministrasi yang telah diputuskan oleh ORI, kami tidak mencampuri putusan tersebut dan kami juga tidak tahu masalah itu," tutur Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam konferensi pers virtual, Jumat (23/7/2021).

Tumpak pun menyerahkan sepenuhnya tindak lanjut yang perlu dilakukan atas temuan tersebut kepada Pimpinan KPK.

"Apakah pimpinan akan menindaklanjuti itu kami juga tidak tahu. Itu terserah pimpinan yang akan menilai. Kami juga belum pernah baca apa putusannya," kata Tumpak.

Ombudsman Republik Indonesia merampungkan pemeriksaan dugaan pelanggaran atau maladministrasi dalam pelaksaan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN.

Ketua Ombudsman Mokh Najih menyebut, setidaknya terdapat 3 dugaan pelanggaran yang ditemukan Ombudsman dalam proses TWK yang akan memecat 51 pegawai KPK per November 2021.

"Tiga hal ini yang oleh Ombudsman ditemukan potensi-potensi maladministrasi. Secara umum maladministrasi itu dari hasil pemeriksaa kita, memang kita temukan," ujar Najih dalam jumpa pers virtual, Rabu 21 Juli 2021.

Tiga hal yang diduga dilanggar dalam pelaksaan TWK yakni terkait dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN, kedua pada proses proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN, ketiga pada tahap penetapan proses asesmen TWK.

Oleh karena itu, menurut Najih, pihaknya akan menyampaikan dugaan maladministrasi ini kepada Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri dan komisioner KPK lainnya, kemudian kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, dan terakhir kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

"Yang ketiga adalah yang kita sampaikan kepada Presiden agar temuan ini dapat teratasi, bisa ditindaklanjuti dan diambil langkah-langkah selanjutnya," kata dia.

 

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Aduan Pegawai KPK

Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Nonaktif Sujanarko membeberkan sejumlah 'dosa' yang dilakukan Firli Bahuri dan pimpinan KPK lainnya melalui poin aduan dugaan maladministrasi yang dilakukannya ke Ombudsman Republik Indonesia.

Aduan ini dilakukan Sujanarko mewakili 75 pegawai KPK yang bernasib sama dengannya, dinonaktifkan usai dinyatakan tidak memenuhi syarat beralih status menjadi ASN karena tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).

"Pertama, Pimpinan KPK menambahkan metode alih status Pegawai KPK, bukan hanya melalui pengangkatan tetapi juga melalui pengujian. Keduanya bertolak belakang dan masing-masing metode memiliki implikasi hukum dan anggaran yang berbeda," kata Sujanarko dalam keterangan tertulis, Rabu (19/5/2021).

Menurut dia, hal itu tertuang dalam Pasal 20 Ayat (1) Peraturan Nomor 1 Tahun 2021 tidak merinci metode pengujian tes wawasan kebangsaan. Sehingga bertentangan dengan prisnip-prinsip hukum dan hak asasi manusia dan kepastian hukum.

"Poin berikutnya, pimpinan KPK membuat sendiri kewenangan untuk menyelenggarakan tes wawasan kebangsaan yang tidak diatur dam UU Nomor 5/2014 tentang ASN dan UU 19/2019 tentang KPK dan PP 41/2020 tentang Alih Status Pegawai KPK," tegas Sujanar.

Dia juga meyakini, Pimpinan KPK melibatkan lembaga lain melaksanakan TWK untuk tujuan selain alih status pegawai KPK. Padahal, keputusan itu bertentangan dengan Pasal 4 Ayat (1) PP 41/2020 dan Pasal 18 dan 19 Peraturan KPK No. 1 Tahun 2021.

"Pimpinan KPK juga menggunakan metode pengujian melalui TWK sebagai dasar pengangkatan pegawai KPK, padahal tidak ada ketentuan dalam Peraturan KPK 1/2021 yang menyatakan demikian," yakin Sujanarko.

Terakhir, Sujanarko menilai, pimpinan KPK menambahkan sendiri konsekuensi dari tes wawasan kebangsaan sehingga melampaui kewenangan."Ini bertentangan dengan Putusan MK Nomor 70/PUU-XVUU/2019," dia menandasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.