Sukses

Rangkap Jabatan, Rektor UI Ari Kuncoro Didesak Mundur

Rangkap Jabatan Ari Kuncoro menjadi sorotan setelah polemik pemanggilan pengurus BEM UI oleh pihak rektorat usai mengkritik Jokowi.

Liputan6.com, Jakarta - Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro menjadi sorotan setelah diketahui merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI). Mengacu pada Statuta UI, rektor dilarang merangkap jabatan.

Terkait hal itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Abdullah Ubaid mendesak supaya Ari Kuncoro meletakkan jabatannya sebagai pimpinan di Kampus Kuning tersebut.

Apa yang dilakukan Ari, menurut Ubaid, merupakan sebuah contoh perilaku cacat moral.

"Sebagai pertanggungjawaban publik dan cacat moral, mestinya dia mundur dari jabatan rektor," kata Ubaid kepada Liputan6.com, Selasa (29/6/2021).

Ubaid memandang, rangkap jabatan Ari Kuncoro merupakan sebuah pelanggaran serius. Pelanggaran itu bukan melulu soal rangkap jabatan, melainkan juga menyangkut konflik kepentingan antara kedua jabatan yang diduduki Ari.

"Ini sangat sarat dengan conflict of interest. Ini contoh buruk yang lagi-lagi dipertontonkan oleh kampus UI. Ini sangat memalukan," katanya menandaskan.

Sebelumnya Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon juga turut berkomentar soal kabar Rektor UI, Ari Kuncoro rangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama BRI. Fadli menyatakan, bahwa bagaimana negara tak bangkrut, jika banyak pejabat yang merangkap jabatan.

Ia menyarankan Ari Kuncoro agar memilih mau jadi rektor atau komisaris BUMN.

"Bagaimana tak bangkrut, byk pejabat rangkap jabatan n pendapatan dr negara. Rektor UI pilih salah satu aja mau jadi Rektor atau mau jd Komisaris BUMN?," tulis Fadli melalui akun Twitter pribadinya, dikutip Selasa (29/6/2021).

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Buntut Kritikan BEM UI ke Jokowi

Rangkap jabatan Ari Kuncoro disorot menyusul polemik pemanggilan pengurus BEM UI oleh rektorat. Para pengurus BEM UI dipanggil rektorat setelah mengkritik Jokowi dengan sebutan The King of Lip Service.  

Perihal rangkap jabatan petinggi UI ini awalnya diungkap mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz di akun Twitter pribadinya. Cuitan itu juga dikaitkan dengan pemanggilan pengurus BEM UI usai mengkritik Jokowi. 

"Rektor UI, Prof Ari Kuncoro itu Wakil Komisaris Utama BRI. Sebelumnya Komut BNI. Jadi paham kan kenapa pimpinan UI itu sangat sensitif dengan isu yg berkaitan dengan penguasa ? @BEMUI_Official tetaplah tegak #BEMUI," cuit Donal seperti dikutip pada Selasa (29/6/2021).

Hal ini juga dipastikan dalam laman resmi BRI yang menunjukkan bahwa alumnus Brown University, Amerika Serikat (AS) itu telah menjabat wakil komisaris utama BRI sejak 2020 lalu. Sampai saat ini Ari masih aktif menduduki posisi tersebut.

Liputan6.com berusaha mengonfirmasi ke pihak BRI melalui pesan singkat dan telepon. Namun hingga berita ini ditulis, pihak BRI belum merespons.

Dilarang dalam Statuta UI

Mengacu pada Statuta UI yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia, rangkap jabatan yang dilakukan rektor UI tersebut merupakan tindakan haram.

Pada pasal 35 Statuta UI disebutkan bahwa rektor dilarang rangkap jabatan pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta. Berikut bunyi lengkap Pasal 35 pada Statuta UI:

Rektor dan wakil Rektor dilarang merangkap sebagai:

a. pejabat pada satuan pendidikan lain, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat;

b. pejabat pada instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah;

c. pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta;

d. anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi dengan partai politik; dan/atau

e. pejabat pada jabatan lain yang memiliki pertentangan kepentingan dengan UI.

Sementara itu saat dimintai klarifikasi soal hal ini, pihak UI masih belum memberikan jawaban. Pun demikian dengan pihak Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) kompak tak merespons soal hal tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.