Sukses

Pimpinan MPR Dorong Pelayanan Kesehatan Kanker Ditingkatkan Demi Tekan Jumlah Penderita

Pimpinan MPR menilai yang dipermasalahkan para penyintas adalah tata kelola kebijakan terkait akses pada pengobatan kanker.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat menilai perlu gerakan masyarakat lewat penyampaian berbagai masukan terkait pelaksanaan pelayanan pengobatan kanker, untuk menghasilkan solusi yang mampu meningkatkan kualitas layanan pengobatan kanker di Tanah Air.

"Yang dipermasalahkan para penyintas kanker adalah tata kelola kebijakan terkait akses pada pengobatan kanker. Kita berharap dengan tata kelola pelayanan kesehatan kanker yang baik dapat menekan jumlah penderita kanker yang ada saat ini," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Refleksi dan Masa Depan JKN: Meningkatkan Akses Terhadap Pengobatan Kanker Yang Berkualitas, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/6/2021).

Dalam diskusi yang dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah, Arimbi Heroepoetri itu, hadir Plt. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan drg. Arianti Anaya, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, Direktur Utama RS. Kanker Dharmais dr. R. Soeko W. Nindito D, dan Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia dr. Aru Wisaksono Sudoyo sebagai narasumber.

Selain itu, hadir pula Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene, Ketua Umum Perhompedin Pusat, Tubagus Djumhana Atmakusuma, dan Wartawan Media Indonesia - Award Winning Journalist Bidang Kesehatan Siswantini Suryandari sebagai penanggap.

Masukan masyarakat untuk mengangkat fakta-fakta pelayanan kanker di lapangan, menurut Lestari, diperlukan karena pada kenyataannya suara para penyintas kanker terkait pelayanan kesehatan yang dialami, belum banyak didengar.

Diakui Rerie, sapaan akrab Lestari, data kasus kanker terus mengalami kenaikan yang berpotensi meningkatkan angka kematian.

"Padahal, pada konstitusi kita, UUD 1945, menjamin setiap warga negara mendapatkan perlindungan dan rasa aman, termasuk perlindungan dan rasa aman dalam pelayanan pengobatan kanker," jelas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu dalam keterangan tertulisnya.

Karena itu, jelas Rerie, berbagai upaya untuk meningkatkan pelayanan dalam pengobatan kanker merupakan bagian dari kewajiban para pemangku kepentingan dalam menjalankan amanah konstitusi.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Terus Diupayakan Pembiayaan Efektif

Sedangkan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti berpendapat dalam konsep universal health coverage bertujuan agar setiap warga negara memiliki akses pelayanan yang berkualitas secara efektif dan efesien.

BPJS Kesehatan, menurutnya, berupaya melaksanakan konsep tersebut di tengah tren biaya pelayanan kesehatan yang terus naik, termasuk untuk pengobatan kanker.

Diakui Ali, hingga saat ini pihaknya terus mengupayakan pembiayaan yang efektif, efesien, cukup dan berkelanjutan, terhadap pelayanan kesehatan.

"Saat ini di BPJS Kesehatan, 20% pembiayaannya diserap untuk pengobatan penyakit katastropik. Pada kelompok katastropik ini, penyerapan pembiayaan terbesar adalah untuk pengobatan penyakit jantung dan kanker," kata Ali.

Sementara Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Arianti Anaya mengungkapkan ketersediaan obat kanker di Indonesia sangat tergantung pada supply chain management, yang melibatkan sejumlah pihak.

Salah satu tahapan yang harus dilalui dalam proses ketersediaan obat, menurut Arianti, melalui implementasi formularium nasional (Fornas) sebuah acuan dari hasil kajian para ahli dan sejumlah pemangku kepentingan

"Fornas digunakan tenaga medis sebagai acuan dalam menetapkan pilihan obat yang tepat, paling manjur, dan aman dengan harga terjangkau untuk mewujudkan patient safety dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," jelas Arianti.

Dengan penerapan Fornas sebagai kendali mutu dan kendali biaya, menurut Arianti, pelayanan kesehatan diharapkan lebih bermutu dengan belanja obat yang terkendali.

Direktur Utama RS. Kanker Dharmais, Soeko W. Nindito mengungkapkan, sebagai rumah sakit rujukan pengobatan kanker nasional pihaknya melihat banyak hal yang harus segera diatasi agar pelayanan kesehatan terhadap penderita kanker menjadi lebih baik.

Menurut Soeko, permasalahan yang dihadapi dalam pengobatan kanker bagaikan mengepel lantai di hari hujan. Bila kebocoran tidak segera ditambal, berbagai masalah tidak akan pernah selesai.

Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Aru Wisaksono Sudoyo berpendapat mekanisme JKN dengan BPJS Kesehatan merupakan sistem yang fantastis. Karena masih banyak negara yang belum mampu menerapkan sistem pembiayaan kesehatan secara nasional di negara mereka.

Aru menyarankan agar pembiayaan pelayanan kesehatan bisa diterapkan secara efektif dalam pengobatan kanker, harus diterapkan kebijakan therapy first line regimen secara menyeluruh, BPJS co-sharing dengan asuransi swasta dalam pembiayaan, deteksi dini kanker dibiayai dan menurunkan pajak atas obat-obatan.

Jurnalis senior Saur Hutabarat berpendapat, politik anggaran harus bergeser fokusnya pada politik anggaran kesehatan publik agar deteksi dini kanker bisa dilaksanakan secara luas.

"Langkah itu harus dilakukan agar BPJS Kesehatan yang sebagian besar dananya diserap untuk membiayai pengobatan kanker stadium 3 dan 4, tidak ikut terkena 'kanker' alias kantong kering," tegas Saur.

Karena itu, ujar Saur, pemerataan ketersediaan fasilitas deteksi dini kanker di setiap daerah harus menjadi sebuah keniscayaan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.