Sukses

Politikus Golkar Ini Minta Pemerintah Tinjau Kembali Rencana PPN Sembako

Wacana pemerintah untuk mengenakan PPN sembako dinilai tidak tepat timing-nya di saat rakyat masih bertahan melawan pandemi Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin menilai rencana pengenaan PPN sembako perlu ditinjau kembali. Wacana pemerintah untuk mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas sembako ini dinilai tidak tepat timing-nya di saat rakyat masih bertahan melawan pandemi Covid-19.

Hal itu dikatakannya pada sela-sela Raker dengan Menkeu dan jajarannya di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat 11 Juni 2021.

“Rencana pengenaan PPN (sembako) ini perlu ditinjau kembali karena dapat berdampak langsung bagi masyarakat dengan meningkatnya harga bahan pangan dan menurunkan daya beli rakyat," kata dia dalam keterangannya, Sabtu (12/6/2021).

Jika demikian, kata Puteri, dikhawatirkan akan memengaruhi proses pemulihan ekonomi karena konsumsi rumah tangga adalah kontributor terbesar bagi perekonomian, yaitu sebesar 57,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jangan sampai rencana ini justru malah kontraproduktif dengan upaya pemulihan daya beli masyarakat yang saat ini masih menjadi fokus bersama.

Pemerintah telah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas bahan-bahan kebutuhan pokok. Rencana itu dikabarkan akan diatur dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang telah disampaikan pemerintah kepada DPR RI.

Sedangkan saat ini, Surat Presiden (Surpres) terkait RUU KUP telah dikirimkan kepada parlemen. Namun, Puteri menegaskan bahwa Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI belum melakukan pembahasan terkait RUU ini.

“Pada Rapat Paripurna pun belum dibacakan atau disampaikan terkait surat tersebut maupun penugasan pembahasan RUU kepada AKD tertentu. Karenanya, kami di Komisi XI belum menerima penugasan resmi dari Bamus untuk membahas, termasuk belum menerima draft resmi RUU tersebut. Sehingga, kami belum menganalisa lebih lanjut terkait ketentuan yang tercantum dalam draf ini,” tandas Legislator Golkar di Komisi Keuangan dan Perbankan ini.

Lebih lanjut, Wasekjen DPP Partai Golkar ini mendorong pemerintah untuk mengkaji secara komprehensif, mendalam dan hati-hati terkait rencana pengenaan PPN sembako.

“Pengenaan tarif PPN pada barang kebutuhan pokok dapat berpotensi melemahkan daya beli. Bahkan, juga dapat berpotensi memberikan tekanan bagi pedagang kecil akibat perubahan stabilitas harga dan permintaan dari masyarakat. Pun, hal ini mungkin berpotensi menimbulkan efek domino atas ketersediaan bahan-bahan kebutuhan pokok di pasar. Untuk itu, hal ini harus dikaji secara mendalam dan menyeluruh oleh pemerintah, apalagi hal ini sangat memengaruhi hajat hidup orang banyak dan bertolak belakang dengan konstitusi,” tutur Puteri kritis.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sisir Anggaran yang Tidak Mendesak

Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar ini memandang pemerintah perlu meningkatkan efisiensi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dengan menyisir anggaran-anggaran yang tidak mendesak agar dapat dioptimalkan untuk penanganan pandemi, baik kesehatan maupun pemulihan ekonomi.

“Jika efisiensi yang dilakukan Kemenkeu saja mencapai sekitar Rp 1,25 Triliun, tentu jika diakumulasikan dengan K/L lain maka jumlahnya bisa lebih besar lagi," ujar dia.

Bahkan, BPKP menyebutkan dalam rapat yang lalu bahwa mampu mengefisiensi pengeluaran negara sepanjang 2020 hingga mencapai Rp 48,35 Triliun.

"Artinya, kita bisa lebih mengoptimalkan lagi kualitas belanja negara dengan menemukan alternatif penerimaan negara yang dapat memperkuat performa APBN kedepan,” ungkap Puteri yang sebelum masuk arena politik adalah profesional di OJK RI ini.*

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.