Sukses

HEADLINE: Capres 2024 Mulai Digadang-gadang Sejumlah Parpol, Tes Ombak?

Dengan sistem demokrasi Indonesia yang makin terbuka, deklarasi calon presiden jauh-jauh hari adalah sebuah keharusan.

Liputan6.com, Jakarta Kontestasi Pemilihan Presiden 2024 baru akan digelar tiga tahun lagi dari sekarang. Itu waktu yang terbilang cukup lama, karena pemerintahan yang sekarang berkuasa saja belum menjalani separuh dari periode kekuasaannya. Kendati demikian, sejumlah nama sudah digadang-gadang untuk mengikuti Pilpres 2024.

Hal itu tergambar dari sejumlah partai politik yang mulai memunculkan nama jagoannya, yang umumnya ketua umum parpol terkait. Lembaga survei pun ikut sibuk dengan merilis nama-nama para kandidat capres yang populer di tengah publik. Bahkan, survei yang meneliti soal nama-nama capres potensial ini sudah ada sejak 2020 lalu.

Hal ini pula yang membuat Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago heran. Adanya pertemuan antartokoh yang disebut-sebut sebagai kandidat kuat capres serta nama-nama yang dirilis lembaga survei, dipastikan tak terlepas dari kontestasi Pilpres 2024. Namun, dia menilai hal itu tidak tepat dilakukan saat ini.

"Semestinya kita fokus dululah sama masalah pandemi, ekonomi dan masalah yang lain. Ini pemilu masih tiga tahun lagi, orang sudah ribut bicara pilpres ketimbang bagaimana menangani masalah yang dihadapi negara," ujar Pangi kepada Liputan6.com, Rabu (9/6/2021).

Menurut dia, banyak faktor yang membuat perhatian publik akhirnya teralihkan dari soal pandemi kepada beredarnya nama-nama yang bakal berkompetisi di 2024 nanti.

"Apakah memang masyarakat sudah jenuh, apakah mereka rindu pemimpin baru, atau memang masyarakat ini hobinya politik ketimbang yang lain. Sehingga agak aneh, karena di negara lain mungkin enggak seperti ini juga. Kontestasinya masih tiga tahun lagi, tapi bisingnya sudah ke mana-mana," ujar Pangi.

Dia mengatakan, saat ini masih terlalu dini untuk membahas Pilpres 2024. Sebagaimana kerap disebut di masa lalu, saat menjelang Pemilu itu selalu disebut dengan tahun politik, di mana perhatian publik mulai tersedot oleh suasana pemilu. Namun, itu baru terjadi sekitar setahun jelang pemilu atau ketika tahapan pemilu mulai berjalan.

"Biasanya satu tahun (sebelum pemilu) baru panas, ini masih tiga tahun lagi sudah panas. Bicara simulasi, kans, pasangan, bicara teman koalisi partai, akan ada tiga poros, pokoknya menarik sekali," tegas Pangi.

Namun, lanjut dia, bukan tak mungkin pula langkah ini memang disengaja. Misalnya untuk menangkal pendapat yang berkembang saat ini, yaitu wacana Presiden 3 periode.

"Bisa saja ini dihembuskan supaya wacana jabatan presiden tiga periode ini enggak terus berkembang, agar patah di tengah jalan, jadi wacana ini dihembuskan, sehingga Pilpres ini masih ada calon-calon potensial. Apalagi kalau masyarakat juga tidak menginginkan lagi tokoh-tokoh lama dan ingin yang baru. Mungkin ada pengaruh itu juga," jelas Pangi.

Kemudian, terkait banyaknya nama-nama yang beredar di lembaga survei untuk menjadi capres, dia punya penilaian sendiri. Menurut dia, ada beberapa posisi yang membuat seseorang menjadi berpeluang sebagai capres.

"Pertama cluster ketua umum partai, karena dia punya otoritas sebagai pemilik partai, seolah ketum ini sudah punya tiket untuk jadi capres. Kedua cluster menteri yang bekerja baik, saya kira menteri yang popularitas dan elektabilitasnya bagus, dia akan menjadi pusat pembicaraan nasional dan masuk orbit elektoral. Yang ketiga cluster kepala daerah yang ada di Jawa. Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil," papar Pangi.

Lantas, bagaimana dengan tokoh yang potensial dan populer, namuan tak punya partai seperti Anies Baswedan dan Ridwan Kamil? Menurut dia, sebenarnya partai politik itu ideloginya rasional dan pragmatis. Parpol itu bisa ditaklukan dengan sebuah realitas politik yang namanya elektoral dan elektabilias.

"Jadi nanti elektabilitas yang moncer ini, yang kansnya besar, partai akan beramai-ramai menghampiri tokoh-tokoh potensial. Partai yang akan datang menemui, karena si tokoh punya magnet elektoral," jelas Pangi.

Karena potensi, elektoral dan kepopuleran seorang tokoh pula yang akhirnya bisa membuat parpol mau berkoalisi untuk meloloskan orang atau pasangan yang dinilai punya kesempatan menang tinggi.

"Tapi, memang dunia tak seindah yang kita bayangkan. Ada juga hambatan-hambatan koalisi, seperti beda ideologi. Antara PKS dan PDIP kayanya sulit, atau faktor masa lalu, seperti SBY dengan Megawati, itu koalisinya agak rumit. Ada juga tidak ketemu dengan ketumnya gengsinya tinggi, tidak mau jadi cawapres, maunya jadi capres, kaya Airlangga, AHY, nah ini akan memperumit juga," Pangi menandaskan.

 

Berbeda dengan Pangi, pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengatakan tak ada yang salah dengan mulai kasak-kusuknya parpol dan lembaga survei membahas capres untuk Pilpres 2024.

"Sah-sah saja, memang harus sejak sekarang supaya masyarakat punya gambaran kira-kira capres yang akan mereka pilih di masa yang akan datang. Yang kedua supaya dari sekarang agar tersosialiasi capres ini, sebab kalau mereka nggak punya sosialisasi dari sekarang, berat popularitas atau elektabilitas mereka dinaikkan," jelas Ray kepada Liputan6.com, Rabu (9/6/2021).

Dia menegaskan, dengan sistem demokrasi Indonesia yang makin terbuka, maka deklarasi calon presiden jauh-jauh hari adalah sebuah keharusan. Jika tidak, akan sangat terlambat bagi seorang capres memperkenalkan diri di masa mendatang karena akan popularitasnya akan tertutup oleh sosok yang lebih duku memperkenalkan diri.

"Sebut saja Mbak Puan (Ketua DPR Puan Maharani), sekarang ini kan terlambat untuk elektabilitasnya dikerek. Sekarang kesulitan dia menaikkan namanya di pentas nasional. Tapi, mungkin setelah disebut-sebut namanya, mungkin sedikit banyak akan berimplikasi pada kemungkinan naiknya elektabilitas dan popularitasnya. Tapi kalau tetap didiamkan ya akan susah untuk dapat 1 persen saja," tegas Ray.

Dia juga menyoroti banyaknya tokoh yang potensial menjadi capres, namun tak memiliki parpol untuk berlaga di Pilpres 2024. Parahnya lagi, tokoh-tokoh di banyak parpol tidak terlalu populer di tengah publik.

"Tapi saya kira nanti ada negosiasi antara tokoh ini, masyarakat dengan parpol sebagai pengusung. Seperti apa negosiasinya ya itu terus berjalan dengan waktu apa yang kita lihat hebat sekarang ini belum tentu nanti akan terus seperti itu, dan sebaliknya yang terlihat belum ada elektabilitas sekarang belum tentu tidak mendapatkan elektabilitas nantinya," jelas Ray.

Yang jelas, lanjut dia, masih banyak waktu bagi siapa pun yang berminat menjadi capres untuk menggenjot popularitas. Kontestasinya masih lama, persiapan pun masih bisa dimatangkan. Namun, bukan berarti semuanya akan mudah dilalui oleh seorang kandidat capres, apalagi yang tak berada dalam sistem.

"Memang masih ada banyak waktu bagi setiap kandidat ini untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Cuma, semakin oligarki sistem politik ini memang makin sulit nampaknya bagi calom-calon di luar elite politik untuk dicalonkan sebagai capres," Ray memungkasi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Survei, Capres, Elektabilitas

Hampir setiap hari, ada saja lembaga survei merilis hasil penelitian mereka terkait calon presiden pilihan responden. Dalam setiap survei itu pula, nama-nama baru kerap muncul memimpin dalam perolehan suara publik. Pendiri dan Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda melihat hal ini sebagai fenomena yang wajar.

"Karena presiden sekarang secara konstitusi tak bisa lagi maju, ya biasnya memang wajar sudah menggelinding (nama-nama) yah. Ini bagian dari rentetan 2024 yang secara waktu memng masih jauh, tapi semua kandidat yang menginginkan tarung sudah mulai harus memposisikan diri, melayakkan dirinya untuk tampil menyiapkan modal, terutama modal elektabilitas," tutur Hanta kepada Liputan6.com, Selasa (9/6/2021).

Yang kedua, lanjut dia, modal politik atau tiket partai, karena konstitusi mensyaratkan suara parpol 20 persen dalam UU untuk bisa mengusung capres.

"Ketiga modal kapital. Tapi yang terpenting saat ini adalah dua itu, bagaimana mendongkrak elektabilitas dirinya, yang kedua komunikasi politik untuk mendapat tiket agar bisa bertarung," ujar Hanta.

Menurut dia, waktu untuk menyiapkan dua hal itu tidak bisa dalam waktu singkat, misalnya 6 bulan, itu tidak bisa. Meski seperti saat ini tiga tahun relatif masih jauh, jika belajar pada Pilpres 2014 yang tanpa incumben, tanpa Pak SBY yang tak bisa maju, Jokowi ketika itu muncul dua tahun sebelumnya, yaitu di tahun 2012.

"Jadi tahun depan (2022) kita bisa melihat capres yang kuat siapa? Saat ini kalau dilihat dari angka atau data survei memang belum ada kandidat yang kokoh sendiri, yang kuat sendiri secara elektabilitas. Yang ada nama-nama yang potensial akan kuat, terutama ada empat nama, Pak Prabowo, kemudian tiga gubernur di Jawa, yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Ridwan Kamil," jelas Hanta.

Kendati demikian, dia tidak melihat survei capres yang makin gencar dilakukan akan berpengaruh besar bagi pemilih untuk menentukan jagoannya. Dia punya alasan untuk hal ini.

"Saya punya keyakinan tidak terlalu besar pengaruhnya, kalaupun ada sangat kecil sekali. Dulu kita ingat di pilpres setelah SBY menang 2009, itu di tahun 2010, 2011, dan 2012 muncul survei, yang paling tinggi kan Pak Prabowo, enggak ada lawannya. Kemudian muncul nama Dahlan Iskan, Gita Wirawan. Ketika itu Jokowi belum muncul, tapi belakangan Jokowi menguat," jelas Hanta.

"Dan bisa jadi ada nama-nama baru yang akan muncul, masih ada potensi itu. Menurut saya, survei hanya dijadikan potret bagi para kandidat parpol untuk mendeteksi, mengaudit persepsi publik, dan menjadikan radar untuk mencari figur potensial," Hanta menandaskan.

Sementara itu, menanggapi adanya dugaan lembaga survei yang tidak profesional dan ikut bermain dengan kandidat, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera menanggapi dengan tenang. Meski ditutupi, pada akhirnya akan diketahui mana lembaga survei yang tak profesional.

"Akan segera terlihat jika ada lembaga survei yang partisaan. Dan jika itu terjadi akan merusak reputasi lembaga survei sendiri," ujar Mardani kepada Liputan6.com, Rabu (9/6/2021).

Seharusnya, lanjut dia, jika sebuah lembaga survei punya kedekatan dengan sosok tertentu atau memang dibiayai oleh sebuah lembaga, maka tinggal disampaikan, sehingga masyarakat bisa menerima hasil penelitiannya.

"Kecuali dideklarasikan sejak awal kalau survei mereka partisan. Sebab publik sudah pintar dan bisa menilai mana lembaga survei yang kredibel mana yang tidak," tegas Mardani.

3 dari 3 halaman

Nama Gubernur Dominasi Hasil Survei

Sejak awal Mei 2021 hingga kini, tak kurang dari 10 lembaga survei berbeda merilis temuan mereka terkait calon presiden yang punya tingkat elektabilitas atau keterpilihan tertinggi untuk mengikuti kontestasi pada Pilpres 2024.

Meski nama-nama yang dimunculkan oleh lembaga survei ini tak berbeda jauh satu sama lain, tetap saja menarik mengikuti naik turun elektabilitas mereka. Apalagi kalau kemudian ada nama baru yang tiba-tiba menyalip ke posisi teratas dan mementahkan hasil survei sebelumnya.

Sabtu 1 Mei 2021, New Indonesia Research and Consulting merilis hasil survei yang menunjukkan elektabilitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam tiga bulan terakhir semakin unggul dalam bursa calon presiden. Elektabilitas Ganjar mencapai 20,3 persen, atau naik dari 18,4 persen pada survei Februari 2021.

"Ganjar makin unggul sebagai capres terkuat, tetapi Prabowo dan Ridwan Kamil mengejar di belakang dengan dukungan signifikan," kata Direktur Eksekutif New Indonesia Research & Consulting Andreas Nuryono di Jakarta.

Sementara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto kokoh pada urutan kedua dengan elektabilitas 17,8 persen, disusul di urutan ketiga Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dengan elektabilitas 15,5 persen.

"Ganjar, Prabowo, dan RK menjadi tiga tokoh paling kuat untuk dimajukan sebagai capres, jauh meninggalkan tokoh-tokoh yang lain. Jika ada dua atau tiga pasang calon, ketiga tokoh itu diperkirakan akan dicalonkan," tutur Andreas.

Pada posisi papan tengah ada Sandiaga Uno (5,7 persen), Anies Baswedan (5,5 persen), Agus Harimurti Yudhoyono (4,3 persen), Erick Thohir (4,1 persen), dan Tri Rismaharini (3,8 persen).

Survei New Indonesia Research & Consulting dilakukan pada 15-22 April 2021, dengan sambungan telepon kepada 1.200 orang responden yang dipilih acak dari survei sebelumnya sejak 2019. Margin of error ±2,89 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Pada Selasa 4 Mei 2021, giliran Litbang Kompas yang merilis hasil surveinya, di mana Presiden Jokowi masih menempati urutan teratas survei elektabilitas calon presiden. Meski Jokowi sudah tidak bisa lagi maju di Pilpres 2024.

Sementara mantan rival Jokowi di Pilpres 2019 lalu, Prabowo Subianto mengekor di posisi kedua, diikuti dua kepala daerah Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.

Jokowi menempati urutan teratas dengan elektabilitas sebesar 24 persen. Prabowo Subianto di urutan kedua dengan elektabilitas sebesar 16 persen. Berikutnya, Anies Baswedan memiliki elektabilitas 10 persen dan Ganjar Pranowo di posisi keempat dengan angka 7 persen.

Tokoh berikutnya yang masih berada di posisi lima besar adalah Menparekraf Sandiaga Uno. Disusul Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) serta politikus PDIP Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Litbang Kompas melakukan survei dengan wawancara tatap muka pada 13-26 April 2021. Survei ini mengambil 1.200 responden yang dipilih secara acak dengan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 34 provinsi. Survei memiliki margin of error kurang lebih 2,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Pada hari yang sama, Lembaga survei Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei tentang sosok calon presiden (capres) pilihan masyarakat. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyampaikan, nama Ganjar Pranowo berada di urutan tertinggi, disusul Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ridwan Kamil.

"Adalah empat nama teratas dan relatif berimbang sebagai capres pilihan saat ini. Nama-nama lain yang cukup didukung, namun lebih sedikit antara lain Sandiaga Uno dan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono," kata Burhanuddin dalam rilis daring, Selasa (4/5/202).

Ganjar Pranowo mendapat 15,7 persen, Anies 14,6 persen, Prabowo 11,1 persen dan Ridwan Kamil 10,0 persen. "Antara Ganjar dan Anies beda tidak signifikan," ucap dia.

Untuk Pilpres 2024, menurut Burhanuddin, peluang calon lain masih besar sebab suara dukungan ke calon tertinggi belum dominan.

"Poin saya ini masih sangat terbuka untuk 5 tahun ke depan, karena peringkat lima besar tidak dominan. Artinya silakan berkerja sebaik mungkin," ucap dia.

Survei dilakukan pada April 2021 ribu menggunakan kontak telepon kepada responden dengan sampel 1.200 responden, dipilih secara acak. Sementara margin sekitar ±2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional.

Kemudian, Jumat 7 Mei 2021, survei Indometer menunjukkan Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Ridwan Kamil merupakan calon presiden unggulan.

"Mereka berpeluang diusung oleh koalisi partai-partai politik pada Pilpres 2024. Ketiganya jauh mengungguli Sandi, Anies, maupun AHY," kata Direktur Eksekutif Indometer Leonard S.B. di Jakarta.

Dalam rentang waktu hampir 1 tahun, peta elektabilitas calon presiden dikuasai oleh tiga tokoh, yaitu Ganjar, Prabowo, dan Ridwan Kamil. Temuan survei yang dilakukan Indometer menunjukkan Ganjar unggul dengan elektabilitas 19,1 persen, disusul Prabowo 17,4 persen dan RK 14,5 persen.

Sementara itu, kata dia, elektabilitas Prabowo yang cenderung stabil tetap memiliki peluang kuat untuk dicalonkan ketika nama-nama yang lain jauh berada di bawah, seperti Sandiaga Uno, Anies Baswedan, dan Agus Harimurti Yudhoyono.

Kini elektabilitas Sandi sebesar 6,1 persen, tipis di atas Anies 5,9 persen. AHY yang juga menjadi rival Anies-Sandi pada Pilkada DKI berada di bawah dengan elektabilitas 4,6 persen.

Nama-nama lain yang bisa dipertimbangkan oleh partai-partai adalah Tri Rismaharini (4,4 persen) dan Erick Thohir (4,0 persen). Di deretan bawah ada Khofifah Indar Parawansa (3,0 persen), Giring Ganesha (2,6 persen), Puan Maharani (1,3 persen), dan Mahfud MD (1,1 persen).

Survei Indometer dilakukan pada 27 April sampai 3 Mei 2021, melalui sambungan telepon kepada 1.200 responden di seluruh Indonesia yang dipilih secara acak dari survei sebelumnya sejak 2019. Margin of error survei sebesar ± 2,98 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Sabtu 22 Mei 2021, giliran Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) yang merilis hasil surveinya. Disebutkan, Anies Baswedan berada di urutan pertama (17,01%) sebagai kandidat capres jika Pilpres dilakukan saat ini. Anies mengungguli Prabowo Subianto (14,31%) dan Ganjar Pranowo (11,25%).

"Anies Baswedan menjadi sosok kandidat calon Presiden 2024 teratas dalam survei ini. Disusul Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo," kata peneliti ARSC Bagus Balghi dalam rilis survei Sumber Kepemimpinan Nasional: Menuju 2024, Sabtu (22/5/2021).

Selain itu, di urutan keempat ada nama Sandiaga Uno dengan perolehan 6,87%, Ridwan Kamil 5,86%, dan Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY 5,55%. Berikutnya, Tri Rismaharini dapat skor 3,97%, Airlangga Hartarto 3,83%, dan Puan Maharani 2,48%.

Survei ARSC melibatkan 1.200 responden di 34 provinsi. Dengan 60 persen berusia muda di bawah 30 tahun dan usia minimal 17 tahun. Survei dilakukan selama periode 26 April-8 Mei 2021. Metode survei yang dipakai adalah multistage random sampling dan dilakukan melalui sambungan telepon. Adapun margin error plus minus 2,9 persen.

Sehari berselang, Minggu 23 Mei 2021, Lembaga Puspoll Indonesia merilis hasil survei elektabilitas calon presiden atau capres 2024. Nama Prabowo Subianto menempati urutan tertinggi dengan elektabilitas 20,9 persen disusul Anies Baswedan 15,4 persen, kemudian Ganjar Pranowo 13,8 persen.

"Prabowo Subianto masih menempati urutan teratas dengan dukungan sebanyak 20,9 persen. Pada urutan kedua adalah Anies Baswedan dengan keterpilihan 15,4 persen, dan urutan selanjutnya adalah Ganjar Pranowo dengan elektabilitas sekitar 13,8 persen," ujar Direktur Eksekutif Puspoll Indonesia Muslimin Tanja, pada rilis daring, Minggu (23/5/2021).

Adapun survei dilakukan dengan wawancara tatap pada 20-29 April 2021. Sampel dipilih secara acak dengan metode penarikan sampel acak bertingkat. Jumlah sampel 1.600 responden dengan margin of error 2,45 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Kemudian, Rabu 26 Mei 2021, Hasil survei Y-Publica menunjukkan elektabilitas Ganjar Pranowo menembus 20,2 persen untuk pertama kalinya sejak survei Maret 2020.

"Elektabilitas Ganjar terus melaju hingga berhasil tembus 20,2 persen," kata Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono dalam siaran persnya di Jakarta.

Elektabilitas Ganjar pada survei kali ini melampaui Prabowo Subianto yang selama ini unggul di puncak elektabilitas. Elektabilitas Prabowo sebesar 16,7 persen dan dibayangi oleh Ridwan Kamil sebesar 15,9 persen.

Sementara itu, Puan Maharani turun elektabilitasnya di bawah 1 persen, yaitu 0,7 persen. Menurut Rudi, hal menarik jika melihat pernyataaan elite PDIP lainnya belakangan ini yang terkesan menyindir Ganjar.

Tidak hanya Ganjar, tetapi juga Ridwan Kamil dan Anies Baswedan turut melambung elektabilitasnya, yang notabene sama-sama kepala daerah.

Selain itu ada pula mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang kini menjabat Mensos serta Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Survei Y-Publica dilakukan pada 1-10 Mei 2021 terhadap 1.200 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Survei dilakukan melalui sambungan telepon kepada responden yang dipilih acak dari survei sebelumnya sejak 2018. Margin of error ±2,89 persen, tingkat kepercayaan 95 persen.

Jumat 4 Juni 2021, ada kejutan dari hasil Survei Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) menunjukkan elektabilitas Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mencapai 15,51%, melampaui elektabilitas partainya sebesar 13,22%.

"Anies, AHY, Ganjar, Prabowo dan Erick menempati lima besar elektabilitas tertinggi dari yang lainnya. Kita cek ulang di lima besar daerah yang basis sampelnya terbesar juga," kata Herry Mendrofa, Direktur Eksekutif CISA, dalam keterangannya.

Hasilnya, kata dia, di Jawa Timur menunjukkan Ganjar, AHY dan Prabowo cukup kuat elektabilitasnya. Dominasi Ganjar masih sulit ditumbangkan di Jateng. Sedangkan Anies, Prabowo dan AHY memimpin di Jabar. Praktis Ganjar tumbang di DKI Jakarta karena responden cenderung memilih Anies, AHY dan Erick Tohir.

"Namun di Sumut, peluang keterpilihan baik Anies, AHY dan Ganjar cukup proporsional serta sisanya ada nama Prabowo dan Erick Tohir," tambahnya.

Survei dilaksanakan pada 27 Mei-1 Juni 2021, dengan wawancara langsung pada 1.600 responden di 34 provinsi yang dipilih dengan multi stage random sampling. Margin of error 2,85% dengan tingkat kepercayaan 95%.

Sehari kemudian, Sabtu 5 Juni 2021, Hasil survei Parameter Politik Indonesia menunjukkan Prabowo Subianto menjadi capres terkuat dalam Pilpres 2024. Sementara itu posisi kedua adalah Ganjar Pranowo, ketiga Anies Baswedan, keempat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan posisi kelima Sandiaga Uno.

Prabowo Subianto menjadi tokoh paling populer saat ini dengan angka 22,3 persen. Lalu, di posisi kedua ada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan 19,7 persen. Ketiga, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan 18,1 persen. Keempat, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dengan 10,1 persen. Walaupun Prabowo Subianto elektabilitasnya masih paling tinggi, namun dominasinya kian melemah.

"Keunggulan 8,2 persen pada Februari lalu menipis menjadi tinggal 1,8 persen pada Mei 2021," kata kata Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno saat merilis hasil survei secara daring..

Survei yang dilakukan pada 23-28 Mei 2021 ini diikuti 1.200 responden dengan pengambilan sampel melalui sambungan telepon dengan margin of error sebesar ± 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Terakhir, Selasa 8 Juni 2021, Survei Indonesia Elections and Strategic (IndEX) Research menunjukkan Prabowo Subianto makin kokoh di bursa calon presiden dengan elektabilitas tertinggi, yakni 18,5 persen. Sementara itu, Ganjar Pranowo berada di posisi kedua 16,7 persen dan Ridwan Kamil menyusul di posisi tiga 13,4 persen.

"Prabowo, Ganjar, dan RK makin kokoh dalam bursa capres, jauh meninggalkan sejumlah nama populer lainnya," kata peneliti IndEX Research Hendri Kurniawan dalam siaran persnya di Jakarta.

IndEX Research telah melakukan survei sejak tahun lalu. Tren ketiga tokoh tersebut memperlihatkan keunggulannya. Sementara itu, Ganjar dan RK bergerak fluktuatif tetapi tren keduanya bergerak naik.

"Prabowo selalu unggul. Akan tetapi, dalam dua survei terakhir, grafiknya terus bergerak menurun, makin tipis jaraknya terhadap Ganjar," kata Hendri.

Namun, elektabilitas Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang cenderung turun. Elektabilitas Anies tersisa 7,1 persen, disusul Agus Harimurti Yudhoyono (6,7 persen), dan Sandi (6,3 persen).

Figur lainnya adalah Erick Thohir (4,8 persen), Tri Rismaharini (4,5 persen), Giring Ganesha (2,3 persen), dan Khofifah Indar Parawansa (2,0 persen). Mahfud MD (1,5 persen), Puan Maharani (1,2 persen), Airlangga Hartarto (1,1 persen), dan Susi Pudjiastuti (1,0 persen).

"Jika melihat peta elektabilitas dalam setahun terakhir, Prabowo, Ganjar, RK, dan Anies berpeluang diusung sebagai capres, sedangkan figur-figur, seperti AHY, Sandiaga Uno, Erick Thohir, Puan, dan Airlangga Hartarto layak dipertimbangkan sebagai cawapres," kata Hendri.

Survei IndEX Research dilakukan pada tanggal 21-30 Mei 2021 terhadap 1.200 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia, dilakukan melalui telepon kepada responden yang dipilih acak dari survei sebelumnya sejak 2018. Margin of error ±2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.